2015 : 02

1.6K 145 3
                                    

Read, vote, comment. Oh iya, dukung Travelove dalam ajang wattys 2018 ya! Jangan lupa juga untuk bantu kasih tau typo di sini. Thanks before!


---



Semarang, Agustus 2015, malam hari


Bram gelisah dalam duduknya. Tangannya tidak berhenti mengutak-atik ponsel pintarnya. Bukan untuk membalas chat, namun untuk melihat isi galerinya.

Sudah hampir setahun foto-foto seorang gadis manis bertengger di sana. Diambil di Gili Trawangan dengan cuaca yang sangat cerah dan angin semilir di pinggir pantai. Gadis yang masih belum tahu apa saja alat dandan selain bedak dan lipbalm. Sunblock dan sunscreen tidak termasuk hitungan. Gadis dengan senyum yang mampu membuat lelahnya berpetualang ke Gunung Rinjani langsung sirna.

Kia.

Entah siapa nama lengkapnya. Nomor ponsel dan akun-akun media sosialnya pun Bram tidak tahu. Apalagi kemungkinan untuk bertemu dengannya. Mungkin saja setelah ini kemungkinan itu benar-benar akan terkubur sampai melesak ke inti bumi.

Seharusnya, seperti yang sudah-sudah, Bram akan merasa tenang jika menatap foto Kia yang tersimpan di galeri ponselnya. Namun, khusus hari ini saja, dirinya gelisah melihat senyum yang dipaparkan gadis itu di layar kecil tersebut. Ada perasaan bersalah yang mendera, juga sedih, mengingat bahwa sebentar lagi dia bisa saja melepaskan bayang-bayang Kia untuk selamanya.

Sebuah notifikasi chat masuk.

Aku sudah di Ciputra. Kamu di mana?

Bram memejamkan mata sejenak sebelum menutup galerinya dan menelepon nomor yang barusan mengiriminya chat.


*


"Zakiyya," ucap perempuan berjilbab itu memperkenalkan diri.

Bram menjabat tangan Zakiyya seraya menyebutkan namanya sendiri. "Sama siapa ke sini?"

"Sama saudara-saudara aku. Kamu sendiri?"

"Sama temanmu. Lagi ke toilet tuh orangnya," jawab Bram sambil tersenyum. "Eh, monggo duduk dulu."

Zakiyya pun menempati tempat duduk yang dimaksud Bram. Pria itu mengamati penampilan Zakiyya dan menilai diam-diam. Perempuan itu berjilbab dan mengenakan kaos berlengan panjang serta jins. Sejauh yang Bram ingat, Kia juga seperti itu dulu. Apalagi saat mendengar langsung nama perempuan itu, yang kedengaran mirip dengan Kia-nya.

Namun satu hal yang jelas, perempuan ini masih seumuran dengannya. Dia bukan gadis berusia awal 20-an yang sempat membuatnya berdebar.

Tepat saat Zakiyya duduk, seseorang menepuk bahu Bram.

"Weits, udah dateng rupanya!" celoteh orang itu. "Gimana, udah kenalan?"

"Harsya..." Zakiyya mengulurkan tangan dan disambut baik oleh Harsya. "Baru juga gue duduk. Dari mana aja lo?"

"Toilet. Biasa, beser," kekeh Harsya.

Bram tersenyum kecil melihat interaksi dua kawan lama itu.

Sekitar dua bulan lalu, Harsya yang entah mengapa gemas dengan Bram yang tak kunjung mencari pendamping hidup pun memutuskan untuk memperkenalkan sahabatnya itu dengan teman semasa kuliahnya yang saat ini bekerja di Pemprov DIY. Sebenarnya Bram malas dijodoh-jodohkan seperti itu, tapi Harsya menawar jika itu hanya ajang kenalan. Hitung-hitung jadi punya teman baru. Masalahnya, pasti Harsya diam-diam menambahkan kalimat "kalau rezeki, siapa tahu jodoh beneran".

TraveloveWhere stories live. Discover now