2018 : 22

1.3K 80 1
                                    

ga terlalu mepet hari rabu lah. hahaha.

hai, ketemu lagi di hari selasa ini! apa kabar? semoga baik-baik aja, ya. hari ini aku kepanasan terus, makanya tadi sempet pusing dan ga pegang laptop selama beberapa jam.

eh itu bukan heat stroke kan? .___.

oke, seperti biasa ya! read-vote-comment, dan bantu aku benerin typo ya! siapa tau saking kepanasannya aku jadi ga konsen pas ngetik hahaha

enjoy!


---


Semarang, Oktober 2018, malam hari


Bram tertawa kencang mendengar cerita Kia. Kia sedang menceritakan kejadian yang dialaminya tadi siang di kantor, di mana dia ketahuan berteleponan dengan Rei menggunakan telepon kantor. Johan tidak menghukumnya, tetapi lirikan penuh arti dari rekan-rekan kerja Kia sudah cukup dapat dikatakan sebagai hukuman. Belum lagi nyinyiran mereka, meskipun bercanda, yang mengatakan bahwa Kia mempermainkan dua pria and she enjoys it.

Lucunya, Bram sama sekali tidak mempermasalahkan pembicaraan antara Kia dan Rei. Selama Rei akhirnya mengerti dan memberikan dukungannya kepada Kia untuk bersama Bram, pria itu sudah sangat bersyukur. Setidaknya saingan terberat dalam memperjuangkan Kia sudah berkurang. Awalnya bahkan Bram yakin jika Rei bisa saja merebut Kia, tetapi akhirnya sang perwira mengerti bahwa bukan dia yang gadis itu inginkan dan cintai.

Bram sampai kesulitan mengontrol tawanya, padahal dia sedang berada di stasiun. Orang-orang di sekitarnya menatapnya keheranan, hingga Bram sedikit menjauh dari keramaian.

"Terus kamu gimana?" tanya Bram.

"Saya sih cuma diam aja. Habis mau gimana lagi? Kalau saya protes, mereka malah makin senang. Daripada saya bikin mereka senang dengan hal-hal yang merupakan hasil dari imajinasi mereka sendiri, mendingan saya diam aja, kan? Biar pada capek dengan sendirinya."

"Itu sih bakalan lama banget. Orang kalau udah nggosip, pasti bakalan dikasih bumbu plus micin yang banyak, dan gosipnya bakalan lebih sedap."

Kia tertawa. "Emangnya ini soto?"

"Dih, Ibu kalau masak soto nggak pernah pakai micin, ya," sanggah Bram kurang nyambung.

"Ya kalau begitu, besok siap-siap aja jadi anggota micin-micin club kalau udah nikah," celetuk Kia santai.

"Oh, udah siap banget buat saya lamar, Neng?" goda Bram.

Kia menggerutu seperti "paansi" tapi karena berbarengan dengan pengumuman yang disiarkan lewat pengeras suara, Bram tidak terlalu mendengar apalagi menghiraukan kata-kata kekasihnya. Dia lebih memasang telinganya untuk mendengarkan pengumuman tersebut. Rupanya sudah hampir memasuki boarding time bagi Bram.

"Udah mau berangkat, ya?" tanya Kia.

"Iya, nih. Saya masuk kereta dulu, ya."

"Kalau gitu saya tutup dulu aja teleponnya, Mas. Biar HP Mas nggak kecer."

Bram menertawai kosakata dalam bahasa Jawa yang dipilih Kia dengan lafal medok. Tinggal dan bekerja di Jakarta tidak lantas membuat Kia lupa akan tempatnya berasal, dan Bram sangat menyukai itu.

"Ora wis, nek kecer. Tapi kamu memang butuh istirahat, sih. Dari tadi pagi kerja, udah gitu kamu masih harus menghadapi gosip pula," kekehnya.

"Mas Bram!" sungut Kia kesal. "Beneran saya tutup nih teleponnya."

"Iya, iya. Istirahat lho, ya."

TraveloveDonde viven las historias. Descúbrelo ahora