2017 : 07

1.3K 98 7
                                    

alhamdulillah ya, bisa ketemu hari selasa lagi ^^

seperti biasa, read, comment, vote. ikut benerin typo juga hayu atuh~

warning: bab ini mungkin membosankan, tapi ini tetap menjadi bagian dari progress hubungan neng kia - babang bram... juga neng kia - mas rei.

yang kangen mas rei siapa??? /)*0*/) (\*0*(\

enjoy~!


---



Jakarta, September 2017, malam hari


"Sibuk banget, Bu?" Bram menyindir.

Kia memutar bola matanya. "Lagi meramu artikel, Mas. Tugas untuk besok. Tadi dapat kabar dari Binar kalau kos lagi mati listrik, otomatis nggak bisa pakai WiFi. Baterai laptop juga udah habis, jadi ini sekalian aja saya kerjain di kantor."

Terdengar suara gumaman di seberang. "Masih lama ya training-nya?"

"Akhir Oktober selesai," sahut Kia.

"Terus, udah dapat kos baru?"

"Belum, hampir nggak ada waktu buat nyari juga. Besok deh, kalau udah selesai training dilanjut lagi berburu kosnya."

Kia memulai masa training tiga bulannya pada awal Agustus, tepat seperti harapannya. Pindahan dari Jogja ke Jakarta bukan hal yang mudah. Untunglah ada teman kuliahnya, Binar, yang mengabarinya bahwa indekos tempatnya tinggal ada satu kamar kosong. Kia tidak buang-buang waktu lagi untuk mengambil kamar tersebut, karena menurutnya juga nyaman ditinggali. Yah, meskipun kos campuran.

Awalnya Bunda tidak setuju dengan pilihan indekos Kia. Seperti laiknya ibu-ibu yang masih berpikiran konservatif dan konvensional, tentu Bunda lebih senang jika sang anak berada di indekos yang memang khusus putri. Namun berkat iming-iming "Nanti Kia cari lagi kos yang seperti itu, yang ini cuma untuk sementara aja, kok!" akhirnya Bunda melepas Kia ke Jakarta.

Tadinya Kia tidak berniat untuk pindah karena merasa bahwa mencari kos baru akan merepotkan, tapi dia juga tidak mau menjadi anak durhaka. Maka dari itu, saat ini dia juga sedang mencari kos baru yang khusus putri. Namun, karena masih sibuk dengan training, pencarian indekos hanya dilakukan pada akhir pekan saja, yang sering berujung dengan tangan hampa.

"Ah, selesai juga," gumam Kia pelan begitu menekan tombol 'kirim' di surel, namun cukup keras untuk didengar oleh Bram.

"Ya udah, pulangnya hati-hati. Udah makan malam?"

Kia tertawa mendengar pertanyaan Bram. "Mas, emang kita ini ABG labil yang pacarannya sebatas nanya udah makan apa belum atau jangan lupa makan?"

Bram menyeringai. "Jadi kamu ngaku kalau kita pacaran, kan?"

Tawa kecil keluar dari mulut Kia. Sambil menjepit ponsel di antara telinga dan bahunya, Kia membereskan barang-barangnya di meja untuk dimasukkan ke dalam tas, namun masih menyisakan laptop yang baterainya baru akan penuh beberapa menit lagi. Masih ada waktu untuk mengobrol dengan Bram di telepon.

Sebetulnya, mereka bisa dibilang berpacaran. Toh, mereka memang intens berhubungan sejak terakhir kali bertemu, persis seperti orang yang menjalin hubungan romantis. Baik Kia dan Bram sama-sama tidak pernah menjawab dengan pasti ketika ada orang mempertanyakan kesahihan status mereka, namun tidak pernah pula menyangkal hubungan mereka.

"Tapi saya serius, Kia. Ada baiknya kamu makan malam. Kamu di kantor sampai malam, lho. Kalau nggak sempat mampir, nanti pesan lewat ojek online aja," Bram menyarankan.

TraveloveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang