2018 : 10

1K 94 5
                                    

happy tuesday!

apakah kamu sudah menunggu kelanjutan kisan babang bram dan neng kia?

nih sudah update~

seperti biasa, read-vote-comment ya. boleh banget bantu cek typo.

boleh juga lho kalo mau follow hehehe

enjoy!


---


Semarang, Juni 2018, petang hari


Pekerjaan Kia untuk hari ini telah selesai. Saat ini, dia tengah dalam perjalanan menuju rumah Bram. Bram sendiri dengan tenangnya menyetir dan bermanuver di jalan meskipun sebenarnya jantungnya juga tidak terlalu santai. Namun di sisi lain, dia juga lega karena Kia bersedia ikut dengannya ke rumah.

Sebetulnya Kia tidak menjawab ya atau tidak. Dia hanya mengangguk pelan, pelaaan sekali. Bram tahu, Kia masih punya banyak keraguan. Bram pun memilih untuk nekad saja daripada dia sama sekali tidak melakukan apa-apa untuk memperjuangkan cintanya kepada Kia. Bram bersyukur karena Kia juga tidak melawan—berarti Kia memang mau diajak ke rumah untuk kenalan dengan orang tuanya, kan?

Mereka sampai di sebuah rumah dengan kios cucian mobil, motor, dan karpet di depannya bersamaan dengan dimulainya azan magrib. Namun, kios tersebut sudah tutup. Melihat itu, Kia pun menyimpulkan bahwa usaha carwash Bram dimulai di kios itu, di halaman rumahnya sendiri. Mendadak hatinya menghangat karena mulai memahami semangat Bram yang tidak kenal putus asa.

"Kita magriban dulu, yuk?" ajak Bram.

Kia mengangguk. Sejenak dia teringat pada pertemuan pertama mereka di Gili Trawangan, di mana mereka berhenti di suatu masjid untuk menunaikan ibadah salat magrib. Saat itu, Bram menjadi imam. Meskipun makmumnya bukan hanya Kia seorang, tetapi momen itu sangat berkesan baginya. Kia juga ingat bahwa dirinya waktu itu tidak terlalu khusyuk beribadah dan berdoa karena terpana dengan suara lantang Bram ketika melafalkan ayat demi ayat. Bahkan wajahnya yang baru saja dibasuh air wudhu juga membuat debar jantungnya berserakan.

Sebentar, apakah Kia akan melihat lagi Bram versi menawan setelah terkena air wudhu? Juga lantunan ayat yang diucapkan oleh Bram?

Bram mengetuk pintu rumahnya dan mengucapkan salam. Sayup-sayup terdengar suara balasan untuk salam Bram, diikuti oleh suara knop pintu yang diputar. Pintu pun terbuka dan menampakkan seorang wanita yang mengenakan mukena bagian atas berwarna putih.

"Bram, sudah pulang? Sana, salat di masjid dulu, bapakmu sudah duluan—lho?" Ibu melongok ke belakang punggung anaknya. Wajahnya langsung cerah seketika. "Siapa ini?"

Kia jadi salah tingkah. "Eeh... assalamu 'alaikum, Ibu," sapanya, "saya Naqiyya, biasa dipanggil Kia."

"Oh! Kia! Bram sudah sering cerita soal kamu, Nduk," kata Ibu riang. "Sini masuk dulu, Nduk. Oh iya, Nduk Kia sedang salat atau sedang berhalangan?"

"Salat, Bu," jawab Kia.

"Bagaimana kalau kita semua salat di masjid saja?" usul Ibu.

Bram mengangguk. "Setuju, Bu." Bram menoleh ke arah Kia. "Taruh aja tasmu di sini," katanya seraya menunjuk kursi kayu dan rotan di ruang tamu, "bawa hape, dompet, dan mukenamu."

Kia menurutinya. Sebelum iqamah dimulai, dia cepat-cepat mengambil barang-barang berharganya dan mukena, lalu menyusul Bram dan ibunya.

Jarak dari rumah Bram menuju masjid cukup dekat. Bahkan suara azannya pun terdengar sangat jelas dari rumah Bram. Untunglah mereka sempat berwudhu sebelum iqamat dimulai. Sayangnya, kali ini bukan Bram yang mengimami. Wajah Bram yang telah dibasuh air wudhu pun tidak kelihatan. Kia tidak tahu harus bersedih atau bersyukur, karena sebenarnya itu membuat ibadah magribnya jadi lebih khusyuk.

TraveloveWhere stories live. Discover now