2018 : 13

1K 74 0
                                    

ciyeee yang awal banget update nya :p

tumben yaaa selasa dini hari udah update, biasanya malah rabu dini hari.

mumpung hari senin lagi selo dan selasa rupanya bakalan hectic, makanya aku update awal banget.

tapi, chapter ini pendek dek dek. lebih pendek dari biasanya. gapapa lah ya.

seperti biasa, read-vote-comment. bantuin benerin typo pun akan diapresiasi banget ^^

enjoy!


---


Jakarta, Agustus 2018, sore menjelang petang hari


Kia menyeruput cokelat panasnya sembari memperhatikan jalanan yang padat di luar sana. Sebetulnya pekerjaannya telah selesai, namun dia ingin menikmati sore itu di gedung kantornya.

Tidak, ada hal yang lebih krusial daripada itu. Dari tadi hatinya tidak tenang, sejak Rei meneleponnya dan mengabarkan bahwa dia termasuk dari ribuan tentara yang dikirim ke Lombok untuk membantu evakuasi korban gempa bumi di sana. Kia tahu, seharusnya dia mendoakan agar Rei baik-baik saja. Seharusnya dia juga senang karena meskipun sudah disakiti, Rei tetap tidak canggung untuk menelepon dan memberinya kabar seperti itu. Seharusnya dia juga bangga karena Rei telah melangkah lebih jauh dalam kariernya di dunia militer.

Tapi bayangan akan ayahnya yang gugur dalam tugas beberapa tahun lalu membuat dirinya sibuk menenangkan hatinya sendiri. Kia juga berpikir bahwa tidak seharusnya dia meragukan Rei. Pertengahan Mei lalu, Surabaya dihantam serangkaian bom. Tentu saja Rei juga terjun ke lapangan untuk turut membereskan kekacauan yang telah tercipta. Dan Rei dapat membuktikan diri kepada Kia bahwa dia bisa kembali dengan selamat. Rei itu pria yang kuat, lantas apa yang Kia khawatirkan?

Kia sampai tidak menyadari ada orang lain yang berjalan mendekatinya, hingga orang tersebut angkat bicara.

"Ada yang sedang kamu pikirkan?"

Gadis itu menoleh. Dalam jarak sekitar satu meter di samping kanannya, Johan sedang berdiri dengan memegang cangkir—mungkin kopi—dan tatapan yang terpaku pada langit yang mulai memerah. Satu tangannya yang tidak memegang cangkir dimasukan ke saku celananya. Tampilan Johan saat itu masih lumayan rapi, padahal hari sudah mulai menyambut malam. Kemejanya masih rapi, namun rambutnya sudah acak-acakan. Kia paham jika hari ini termasuk dalam jajaran "hari yang cukup berat" bagi atasannya tersebut, sehingga kebiasaan Johan untuk mengacak-acak rambut ketika sedang stres kambuh lagi.

Kia mengembalikan tatapannya pada jalan raya. "Yah, ada lah Pak. Pak Johan sendiri sepertinya juga sedang banyak pikiran."

Johan menyeringai. "Apa kamu sedang berlaku sangat considerate terhadap saya sehingga kamu nggak mau sok-sokan menambah beban pikiran saya?"

Kia hanya tertawa menanggapinya.

"Masalah pacar kamu?" Johan belum ingin menyerah.

"Bukan," jawab Kia. "Ada lah, Pak. Tapi bukan Mas Bram."

Gadis itu tidak terlalu ingin membuka dirinya kepada Johan tentang hal-hal yang lebih pribadi. Okelah, Johan sudah kenal Bram, dan itu pun tidak disengaja. Tapi kalau soal Rei, sepertinya tidak perlu. Saat ini dia hanya harus banyak-banyak mendoakan orang yang pernah dicintainya itu agar selalu selamat.

"Pacar kamu itu gimana kabarnya?"

Ini hanya perasaannya saja, atau Johan sedang menjadi semacam admin akun perlambean sih?

TraveloveWhere stories live. Discover now