11. Sepotong kalimat yang membahagiakan

17.8K 2.1K 124
                                    

"Cuma lo satu-satunya orang yang mampu membuat bahagia gue menjadi sangat sederhana."

• • •

BRAK!

Bu Hanny menggebrak mejanya tepat di depan Adnan yang duduk di hadapannya dengan kepala tertunduk.

"Berani sekali kamu tidak menjalankan hukuman yang saya berikan!"

"Maaf, Bu," karena merasa bersalah dan menyadari kesalahannya, sejak awal yang Adnan ucapkan hanya maaf, maaf, dan maaf. Membuat Bu Hanny tidak habis pikir dengannya.

"Jawab dengan jujur, kamu ke mana di saat teman-temanmu sedang menjalani hukuman?!" tanya Bu Hanny mengeluarkan suara tegasnya. Bu Hanny itu dulunya mantan polwan. Namun di pertengahan sebelum pensiun ia harus mengundurkan diri dari profesi tersebut lantaran dia mengalami sebuah kecelakaan yang mengakibatkan kakinya mengalami cedera hampir selama dua tahun.

Melihat Adnan diam saja, justru malah membuat Bu Hanny semakin mencurigainya. "Jawab Adnan!"

Dalam tunduknya, Adnan diam-diam memutar otak nyaris 360 derajat. Memikirkan kira-kira alibi apa yang tepat untuk menjawab pertanyaan Bu Hanny. Karena, tidak mungkin jika dia menjawab yang sejujurnya. Berkata bahwa saat itu dirinya mengejar anak pemilik asrama, bahkan sampai masuk ke dalam kamar gadis itu. Ah, tidak mungkin! Adnan menggelengkan kepalanya frustasi.

"Adnan, ke mana kamu saat itu?!" cecar Bu Hanny dengan tatapan yang lurus mengarah pada Adnan.

"Saya, balik ke kamar, Bu. Soalnya kepala saya pusing," Adnan menjawab dengan begitu cepat. Sampai-sampai Bu Hanny sempat diam sejenak. Mencerna kembali ucapannya.

"Apapun alasannya, seharusnya kamu lapor ke saya. Dengan begitu saya bisa memberikan kamu waktu untuk istirahat."

"Maaf, Bu."

"Ya sudah, sebagai hukuman penggantinya, kamu bersihkan basement gedung ini. Sampai bersih sebersih-bersihnya. Saya tidak mau lagi melihat ada sebutir debu pun di sana. Segera," ucap Bu Hanny lantang.

"Iya, Bu." Setelahnya Adnan bergegas menjalankan apa yang Bu Hanny perintahkan padanya.

🍐

Huft

Adnan menghela napas lelahnya. Sudah hampir tiga jam dia habiskan waktunya hanya untuk menata ulang segala perabot tak terpakai yang ada di dalam gudang yang sedang ia bersihkan. Barang-barang yang terlalu banyak membuat Adnan kesulitan mengaturnya. Tambahan beberapa di antaranya memiliki bobot yang besar. Sehingga Adnan harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk angkut sana-angkut sini. Belum lagi dia juga harus membersihkan debu-debu di ruangan itu. Terus juga menyapu dan mengepel lantainya. Kemungkinan besar ini akan membutuhkan waktu lima jam lagi.

Apa ini yang dinamakan qerja lembur bagai quda?

Ah, bagaimana bisa Adnan menyelesaikan semuanya, sementara sekarang saja semua tulang-tulangnya terasa ingin copot dari persendiannya. Ditambah lagi sejak tadi otaknya juga terus-terusan berpikiran tentang Nasya. Sungguh, Adnan merasa sedang tersiksa secara jiwa dan raga saat ini. Adnan tidak tahu kenapa dirinya selalu saja penasaran tentang gadis itu. Sampai ia sendiri pun merasa, kalau rasa penasarannya terhadap Nasya terkadang di luar kendalinya.

"Kenapa, sih, gue gak bisa sedetik aja gak mikirin dia?" rutuk Adnan, menyalahkan dirinya sendiri. Tangannya terus bergerak mengepel lantai gudang yang seluas kamarnya di rumah.

Kalau sudah memikirkan tentang Nasya, otaknya terasa tidak mau berhenti. Adnan terus saja bertanya apa yang membuat Nasya menangis sampai membuang segala barang-barang di dalamnya tadi? Siapa seseorang yang tega sampai membuatnya begitu tertekan seperti itu? Adnan pikir, sebagai anak dari pemilik asrama, Nasya memiliki hidup yang sempurna. Tapi sepertinya itu salah. Setelah menyaksikan apa yang telah terjadi pada gadis itu dengan mata kepalanya sendiri, kini jusrtu ia sebaliknya. Nasya tidak memiliki hidup sesempurna apa yang anak-anak asrama pikirkan.

"Pokoknya, ntar malem gue harus cari tahu tentang cewek itu!" seru Adnan dengan keyakinan yang mantap.

Adnan lelah terus-terusan dihantui oleh rasa penasarannya. Dan satu-satunya cara agar dia bisa bebas dari itu semua, dia harus mencari tahu tentang Nasya lebih mendalam. Agar semuanya bisa terjelaskan dengan sejelas-jelasnya. Tanpa ada satu pertanyaan pun yang tidak terjawab.

"Maaf,"

Tiba-tiba suara seseorang membuat Adnan yang semula sedang sibuk mengepel lantai, seketika berhenti, diam membeku. Kepalanya menoleh dengan spontan ke arah pintu gudang yang terbuka. Pintu gudang memang menjadi satu-satunya pintu yang di-design dengan bahan dasar kayu biasa. Tidak memiliki kemewahan apa pun. Pintu itu juga tidak bisa terbuka atau pun tertutup sendiri seperti pintu ruangan lainnya. Dan karena saat masuk tadi Adnan lupa menutup kembali pintunya, sekarang di ambang sana, ia dapat melihat sesosok perempuan dengan sebotol air mineral dalam genggamannya.

Adnan tidak tahu sejak kapan gadis itu berdiri di sana menatapnya tanpa ekspresi. Yang jelas sekarang Adnan terkejut saat melihat sosok itu ternyata tidak lain adalah seseorang yang terus ada di pikirannya, Nasya. "Maaf?" tanyanya heran dengan kerenyitan di dahinya.

Nasya tidak menyahut apa pun. Akan tetapi dia melangkah masuk. Adnan pikir gadis itu ingin menghampirinya. Namun ternyata dugaannya salah. Nasya melangkah mendekati sebuah meja yang sudah bersih dari debu, menaruh sebotol air yang ia bawa di atasnya, setelah itu kembali berlalu tanpa berkata apa-apa lagi pada Adnan. Sampai-sampai Adnan jadi kian bingung dibuatnya. Selain karena dia masih belum mengerti arti dari kata maaf Nasya, dia juga tidak pernah meminta untuk dibelikan air minum pada gadis tersebut. Adnan melepaskan gagang pel dari tangannya, mencoba untuk mengejar. Tapi Nasya sudah keburu berlari menjauh. Alhasil dia berhenti mengejar sampai depan pintu gudang saja. Memerhatikan punggung mungil itu semakin menjauh dari pandangannya.

Saat kembali masuk, mata Adnan melihat ke arah botol air mineral yang Nasya letakkan di atas meja. Namun seketika perhatiannya teralihkan ketika ia menyadari adanya secarik sobekan kertas kecil tertindih di bawah botol tersebut. Saat ia ambil, ternyata ada sepotong kalimat tertulis di sana;

Maaf, gara-gara aku kamu jadi dihukum Bu Hanny

Dalam sedetik seulas senyum terukir di bibir Adnan setelah ia membaca kalimat itu. Mendadak seperti ada angin yang berhembus mendinginkan dadanya. Menenangkan, juga membawa kebahagiaan. Menciptakan sesuatu yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Ah, bagaimana bisa dia sesenang ini hanya karena sebuah tulisan? Sebenarnya apa yang membuatnya bahagia? Kalimatnya, atau seseorang yang menulisnya? Entahlah, untuk sekarang Adnan sungguh tidak tahu bagaimana jelasnya. Kebahagiaannya kali ini benar-benar sulit untuk ia jelaskan dengan kata-kata.

"Aw," Namun senyum Adnan sesaat sirna ketika sebuah kardus kosong terjatuh dari atas lemari, menimpa salah satu bahunya. Membuatnya refleks memegangi bahunya yang mendadak terasa begitu nyeri.

Adnan berbalik, mengambil posisi jongkok. Ini hanya kardus. Beratnya paling tidak seberapa. Tapi yang Adnan tidak pahami, kenapa bahunya bisa sampai senyeri ini?

Sejenak Adnan menutup pintu gudang yang sedang dia bersihkan itu. Untuk memastikan, ia membuka bajunya di hadapan cermin besar yang terdapat pada pintu lemari tak terpakai dalam gudang tersebut, hanya demi melihat apa yang terjadi pada sebelah bahunya itu sampai sebegini nyeri. Dan pantas saja, melalui pantulan cermin ia dapat melihat memar yang cukup lebar pada bagian bahu sampai lengannya. Adnan yakin ini pasti akibat dari dia mendobrak pintu kayu jati kamar Nasya kemarin.

Tapi rasa nyeri itu seketika lenyap begitu saja, ketika dia melihat kembali secarik kertas yang masih ia pegang erat di tangannya. Hanya dengan begitu ternyata mampu membangkitkan senyuman Adnan kembali.

Saking bahagianya, cowok itu sampai tidak bosan matanya memandangi deretan tulisan Nasya dengan senyuman yang kian melebar.

Cuma lo satu-satunya orang yang mampu membuat bahagia gue menjadi sangat sederhana. Adnan membatin.

===

To be continue...

A/n: "Yaelah lo, Nan, baru dikasih air mineral aja udah seneng banget! Jarang-jarang ada yang baik sama lo ya?"

"Ck, sewot mulu lo kayak jomblo! Udah sana lanjutin lagi ngetik kisah gue. Oiya, bilangin juga sama readers lo, jangan kasih komentar yang ganggu gue lagi bahagia!"

*seketika terjadilah perdebatan sengit antara aku dan bocah tengil itu*

Emerald Eyes 1&2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang