27. Kalimat yang Tak Terucap

12K 1.3K 89
                                    

Selamat tidur, Adnan :)

• • •

"Baik," ucap Madam Loly kemudian. "Kalau kalian tidak mau mengakui perbuatan kalian, saya beri kalian misi untuk mencari tahu siapa pelakunya. Dan jika kalian tidak bisa menangkap peneror itu, maka kalianlah yang akan ditetapkan sebagai pelakunya.

Adnan yang paling keras kepala tidak mau mengakui apa yang dituduhkan Madam Loly, dengan gampang hanya dia seorang yang menyanggupi. Mengiyakan ketika empat temannya yang lain enggan memberi jawaban. Alasannya sederhana. Karena kedua pilihan yang diberikan Madam Loly itu sama-sama merugikan bagi mereka. Karena mereka merasa tidak mengetahui apa-apa atas tudingannya.

"Tapi kalau kami berhasil menangkap pelakunya dan terbukti kalau kami tidak bersalah, saya ingin Madam mengundurkan diri dari asrama ini." Adnan menambahkan lagi ujarannya. Membuat keempat teman-temannya makin tidak paham apa yang ada di pikirannya. Apa yang sedang dia rencanakan. Tidak ada satu pun yang tahu.

Sesaat Madam Loly tersenyum miring. "Ok, that's not a big deal."

🍐

"Nil, pinjem ponsel lo, dong."

Tanpa bertanya lagi, Daniel langsung merogoh saku celananya. Mengeluarkan benda pipih canggih itu yang kemudian ia berikan pada Adnan. Ia sudah tahu, pasti Adnan meminjamnya untuk menghubungi Nasya.

"Sandinya apa, nih?"

"Satu, delapan, nol, tujuh."

Setelah berhasil terbuka, ibu jari Adnan langsung mengetikkan nomor ponselnya sendiri yang belum sempat disimpan di kontak ponsel Daniel. Setelah itu menempelkan layar ponsel tersebut tepat di daun telinganya. Dalam hati Adnan berharap gadis yang dia hubungi itu tidak lupa lagi bagaimana caranya menjawab panggilan masuk.

"Halo,"

Senyum Adnan mengembang secara otomatis mendengarnya. Ternyata Nasya tidak lupa. "Halo, ini gue."

"Adnan?"

"Iya," Lagi-lagi Adnan tersenyum dibuatnya. Adnan sengaja tidak menyebutkan namanya. Karena dia ingin tahu, apakah gadis itu akan mengenali suaranya atau tidak. Ternyata harapannya terkabul. Nasya mampu mengenali suaranya.

"Ada apa?"

"Ada rasa yang belum tersampaikan."

Adnan cukup terkejut saat menoleh, tahu-tahu saja kepala Lukas sudah nyaris menempel dengan kepalanya. Lantaran anak itu mendekatkan telinganya pada ponsel Daniel yang sedang Adnan gunakan.

Segera Adnan menyentuh ikon mute pada ponselnya. "Sial! Dari kapan lo nguping di situ?!"

"Dari tadi," Lukas membalas dengan begitu mudahnya.

"Apa?" tanya Nasya, lantaran suara Lukas yang ia kira itu suara Adnan terlalu pelan, jadi pendengarannya tidak mampu mendengarnya dengan jelas.

Cepat-cepat Adnan menyentuh ikon mute agar kembali pada mode off. "Eh, gak ada apa-apa. Jangan didengerin," sanggahnya, cepat. "Temen gue gila." Dengan kesal, tangan Adnan langsung melayang dan mendarat di kepala Lukas. Menjauhkannya agar tidak dekat-dekat dengan kepalanya. Walaupun bukan Adnan yang bicara, melainkan Lukas yang menceletuk tanpa izin, tetap saja Adnan yang harus mengklarifikasi pada Nasya.

"Ooh," Gadis itu menyungut dengan nada sedikit panjang.

"Btw, tadi bokap lo dateng gak?" katanya, mencoba untuk mengalihkan perhatian Nasya.

"Dateng, tapi cuma sebentar. Ada urusan, katanya."

"Terus lo gak diapa-apain kan?"

"Gak, kok."

Emerald Eyes 1&2Where stories live. Discover now