21. Life saver

14.2K 1.6K 111
                                    

Entah mengapa, sikap Adnan sungguh membuat Nasya merasa sangat terlindungi olehnya. Bahkan Nasya merasa, seisi dunia tidak akan pernah berani menyakitinya selama Adnan berada di dekatnya.

• • •

"Sekali lagi saya peringatkan, jangan pernah ikut campur, atau kamu saya keluarkan dari asrama ini!" ancam Pak Lawden. Tangannya mengepal keras menahan amarah, dengan jari telunjuk mengacung hanya berjarak beberapa senti dari wajah Adnan.

Sementara sebelah tangannya menggenggam jari jemari Nasya, sebelah tangannya lagi Adnan gunakan untuk menepis segala pergerakan tangan Pak Lawden yang terus berusaha mengambil Nasya darinya.

"Saya sama sekali tidak takut dengan ancaman Bapak. Saya tidak takut jika harus dikeluarkan dari asrama bodoh ini. Tapi asal Bapak tau, kalau sampa Bapak berani mengeluarkan saya, saya tidak akan segan-segan membeberkan sebetapa bejatnya sang pemilik asrama ini. Memukuli anaknya sendiri hanya demi mementingkan pencitraan!" Adnan mengancam balik dengan suara yang sangat terdengar menantang. Membuat Pak Lawden terdiam seketika membeku dalam kekesalan yang menjadi-jadi.

"Awas saja kalau sampai kamu mengatakan itu semua. Saya tidak akan tinggal diam!" Pak Lawden meninggalkan ancaman lagi sebelum akhirnya dia keluar dari kamar Nasya. Membiarkan anak gadisnya begitu saja tanpa peduli.

Saat sosok Pak Lawden sudah tidak terlihat lagi dari di balik pintu kamar Nasya yang terbuka, Adnan berbalik menghadap Nasya tanpa melepaskan genggaman tangannya. Gadis itu benar-benar nampak ketakutan. Pandangannya sudah tidak mengarah ke mana-mana lagi selain ke bawah, menunduk. Membuat rasa bersalah seketika saja menelusup menahan dada Adnan. Ini semua memang karena dia. Kalau saja dia tidak mengajak Nasya ke taman tadi, mungkin gadis itu aman-aman saja sekarang. Kalau saja dia tidak mengajaknya pulang sampai hari menjelang sore, mungkin gadis itu tidak akan terkena marah papanya sebegitu parah.

"Maafin gue. Ini semua gara-gara gue." Dengan sebelah tangan yang terbebas dari genggaman, Adnan mengangkat dagu Nasya. Mengusap air mata yang jatuh secara bergantian di pipi gadis itu. Berharap ia bisa meminimalisir ketakutan Nasya. "Jangan takut lagi. Gue janji akan selalu ada di sisi lo buat melindungi lo," katanya dengan sangat meyakinkan, seraya menyelipkan rambut Nasya di balik telinganya. Membuat wajah cantik gadis itu kini nampak jelas tanpa terhalangi apapun.

Kejadian ini membuat Adnan memiliki alasan kenapa ia harus bertahan tinggal di asrama terkutuk ini. Meskipun sebelumnya ia sempat berkata tidak takut jika dikeluarkan, padahal jauh di lubuk hatinya dia sangat khawatir kalau dirinya sampai benar-benar dikeluarkan. Karena kalau sampai itu terjadi, siapa yang akan menjaga dan melindungi Nasya nantinya? Sudah pasti jawabannya, tidak ada. Bahkan sang pemilik asrama, seseorang yang gadis itu panggil 'Papa' saja justru malah menyakitinya, bukan melindunginya.

🍐

BRAK!

Suara gebrakan tiba-tiba saja memekak di kamar 257, bersamaan dengan dinyalakannya saklar lampu.

"BANGUN KALIAN!!!" Sentakan tegas Madam Loly seketika saja membuat Ethan, Daniel, Yudan, dan Lukas, terkejut bukan main. Keempat-empatnya terkesiap dan langsung refleks berdiri di samping ranjang masing-masing. "DI MANA TEMAN KALIAN?!"

Mereka berempat saling bertukar pandang. Tidak ada satu pun yang berani bersuara sama sekali. Mereka tidak menjawab bukan karena takut. Tapi karena saat ini posisi mereka benar-benar terasa masih di awang-awang, membuat otak mereka jadi cukup lamban dalam memproses pertanyaan Madam Loly. Baru bangun tidur sudah dibentak-bentak, nyawa saja belum terkumpul, bagaimana bisa memberi jawaban.

"DI MANA ADNAN?!" Amarah Madam Loly yang sudah naik sampai ubun-ubun memang paling jitu membuat siapa pun langsung mematung. "BERITAU SAYA, DI-MA-NA AD-NAN!!!"

Emerald Eyes 1&2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang