5

504 21 0
                                    

Keusilan Dea

Semua bisa menjadi rahasia. Entah itu sebuah kenyataan atau bahkan sebuah perasaan.

~Anna~

***

Dea beserta Anna berjalan beriringan menuju ruang guru karena dapat panggilan dari Pak Iman--pembina ekskul teater. Sebenarnya Pak Iman hanya memanggil Anna saja selaku ketua ekskul tetapi setelah Anna mendapat panggilan dengan buru-buru mendatangi kelas Dea dan memaksanya untuk menemaninya. Pasalnya, Cika sejak bel berbunyi sudah ngacir keluar kelas entah pergi kemana.

"Maaf yah, lo harus nganter gue dulu." Ucap Anna tidak enak. Memang diantara Dea dan yang lainnya hanya sikap Anna yang lembut dan sangat baik. Oleh karena itu, banyak yang diam-diam mengagumi Anna.

Kadang pula banyak pria yang terang-terangan mengakui perasaannya kepada Anna, tapi Anna selalu menulikan pendengarannya dan acuh menanggapi hal itu. Anna hanya cukup diam dan tidak meladeni mereka karena Anna takut jika Anna meladeni mereka Anna akan di cap sebagai wanita pemberi harapan palsu disaat hatinya memiliki perasaan terhadap pria lain.

Pria yang mempunyai seribu alasan untuk melindunginya serta Anna yang merasa nyaman berada di sampingnya, dan pria itu siapa lagi kalau bukan Lova.

Lova yang dicap musuh tercinta oleh temannya sendiri, Dea.

"Iya, santai aja kali. Kaya ke siapa aja," ujar Dea santai, tatapannya fokus pada ponselnya.

"Mampus!" Desis Dea setelah mendengar teriakan dari arah belakang.

Dea berhenti dengan otomatis Anna pun ikut berhenti, "kenapa?"

Dea menegakkan tubuhnya, tubuhnya berputar seratus delapan puluh derajat, pandangannya lurus ke depan dan berhenti tepat ke arah pria yang tengah berjalan ke arahnya dengan wajah sangar, rahang mengeras dan tangannya yang membawa sekantung keresek hitam.

"Bantuin gue." Pinta Dea gusar. Anna semakin mengernyit tidak mengerti. "Bantuin apa?"

"I-itu, mukanya nyeremin banget." Lantas Anna menatap ke arah yang ditunjukkan oleh Dea, terlihat seorang pria berjalan mengarah kepada mereka. Anna bisa melihat jelas kalau raut muka pria itu sangat tajam dan merah padam menandakan bahwa pria itu benar-benar marah.

"Deon, maksud lo?" Dea mengangguk, lalu mundur perlahan untuk bersembunyi di belakang Anna. Tanpa pikir panjang lagi Dea membalikkan badannya dan berlari untuk menghindari amukan kakaknya.

"Dea Berhenti lo!" Teriaknya sangat keras, hingga segerombolan pria yang sedang bernyanyi tadi serempak berhenti dan sama-sama melirik ke arah Dea yang tengah berlari.

Dea semakin was-was begitu satu dari gerombolan itu menghadang dirinya. Dea mengutuk orang itu.

"Lova sialan!" Batinnya mencibir.

Ketika melihat Dea, Lova tidak membuang kesempatannya untuk menghadang Dea.

"Minggir lo!" Teriak Dea. Lova bersedekap seakan-akan menantang.

"Gak! Kecuali kalau lo ngembaliin kunci kotor gue."

"Iya, nanti gue kembaliin. Asal lo minggir dulu. Ini darurat."

"Kembaliin dulu kunci motor gue," ucap Lova tegas. Dea melirik ke belakang, Deon masih mengejarnya dan jaraknya semakin dekat.

"Bantuin gue dulu, baru gue kembaliin kunci moto--"

"Lo mau kemana lagi, ha?!" Dea meringis, merutuki Lova yang menggagalkan acara kaburnya. Deon menarik kerah belakang Dea ke atas.

"Hehe, ampun! Gak ko, gue gak lari lagi," Ujar Dea sembari cengengesan. Jari tangannya terangkat membentuk huruf V.

DeaLovaWhere stories live. Discover now