67

135 8 2
                                    

⬆️ Diary Depresiku — Virgoun ⬆️

Warning. Part ini panjang banget nget nget nget!!!

###

Keputusan Dea di hari minggu ini sangat tepat. Setelah ia mendapati tamu tak diundang di pagi buta ia bisa mendapatkan pembalasan yang sangat memuaskan. Abi mengajaknya untuk sekadar berjalan-jalan, hitung-hitung sebagai hari terakhirnya untuk bisa berdekatan dengan Dea karena tiga hari setelahnya Abi memutuskan untuk pergi ke Sukabumi sesuai rencananya. Rencana yang sudah ia pikirkan matang-matang.

"Kak Abi punya pacar?"

Dalam hati Abi ingin menyumpal mulut Dea saat ini. Setelah menyendokkan sup ayam ke dalam mulutnya Abi tak tanggung untuk menyentil kening Dea, alhasil saat ini Dea meringis atas tingkah Abi.

"Sumpah, ya. Ini gak lucu banget." Dengus Dea sambil mengelus keningnya.

"Kalau gak punya juga gak usah pake kekerasan juga dong."

"Di kepala kamu kayanya pacaran mulu."

"Wajar dong. Aku kan udah dewasa."

"Dewasa menurut kamu, tuh, seperti apa?"

"Ketika kita bisa menerima semua keadaan, bersyukur atas apa yang di dapat, bersabar atas setiap musibah yang datang dan—"

"Dan kamu sudah melakukan itu semua?" Potong Abi. Dea terdiam memikirkannya. Merenungkan apa saja yang sudah ia lakukan sebagai bentuk pertanggung jawaban atas ucapannya barusan.

"Umur saja bahkan tidak bisa menjadi tolak ukur seseorang menjadi dewasa apalagi hanya karena sebuah hubungan yang bernamakan pacaran. Kalau ka Abi mau, mungkin sudah dari dulu ka Abi mengencani beberapa cewek di luar sana. Tapi ka Abi sadar diri, kakak tidak punya apa-apa untuk mempertanggung jawabkan perasaan mereka. Ka Abi tidak punya materi banyak untuk menyenangkan mereka untuk sekadar berjalan-jalan dan membelanjakan kebutuhannya."

Dea menopang dagu, perkataan Abi membekas dalam otaknya saat ini juga. Ketika dulu ia berpikir jika Abi bisa saja memanfaatkan kekayaan ayah untuk kebutuhannya ternyata pikiran Dea terlalu dangkal, Dea terlanjur tenggelam dalam persepsinya yang salah dan terlalu larut akan amarahnya. Memang tidak pantas Dea menyalahkan Abi atas tindakan kedua orang dewasa itu.

"Jika saja kamu memang adik kandung ka Abi, gak akan kakak biarin kamu ke tangan Lova, gak akan ka Abi kasih kesempatan ke siapapun itu sebelum waktunya kamu mendapatkan yang benar- benar pantas untuk kamu."

"Kenapa?"

"Ka Abi cukup tahu apa yang terjadi antara kalian, jika berbicara peran sebagai laki-laki ka Abi cukup tahu apa yang Lova pikirkan dan bagaimana perasaannya."

"Apa yang ka Abi pikirkan?"

"Kakak akan diam sebagai bentuk menghargai dari keputusan kamu."

Dea merenggut, "Dih, gak asyik tahu."

Abi mengacak puncak kepala Dea saking gemas. "Yuk, pulang. Udah sore."

"Gak mau ngasih hadiah dulu ke aku sebagai bentuk hadiah nanti? Kan ka Abi gak bisa hadir di hari pertunangan Dea?!"

Abi tertawa, melihat cara merajuk Dea mampu membuat wajahnya kebas saking banyaknya ia tertawa hari ini. Jika sudah seperti ini mau tidak mau Abi akan menuruti semua keinginan Dea. Seperti seorang ayah yang menuntun putri kecilnya, Abi menggenggam tangan Dea memutari pusat perbelanjaan. Kedua bola Dea membesar setiap ada objek yang begitu menggiurkan untuk dikemas dan dibawa pulang.

Abi bersyukur meskipun Dea bukanlah adik kandungnya, tapi Dea sudah merubah kehidupannya. Melupakan tentang kesalahan antara Ibunya dengan Ayah Dea, Abi tahu ia tidak berhak menghakimi kedua orang tersebut. Bagaimanapun Abi tahu jika ini sudah jalan takdirnya antara kedua keluarga, Abi sebagai manusia yang beriman hanya bisa menerima setiap takdir yang tidak bisa ia ubah.

DeaLovaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang