24

314 18 2
                                    

Siang ini Dea dan Cika sudah berada di salah satu caffe. Awalnya mereka mengajak Anna untuk bergabung tetapi Anna tidak bisa dengan alasan ia harus kembali bekerja. Anna memang berkerja paruh waktu karena ia sadar biaya hidupnya tidak selamanya akan ditanggung oleh Ayahnya. Apalagi Ayahnya itu memiliki keluarga baru dengan tanggungjawab yang lebih banyak.

Dea maupun Cika mengerti, dengan berat hati mereka menerima dan menyemangati Anna pada saat itu.

"Lo kenapa dari tadi ngeluh mulu?"

Dea melihat ada yang salah di diri Cika. Cika yang biasanya heboh seharian ini terlihat murung.

Cika mengembuskan nafas beratnya. "Miki belum ada kabar."

Pendengaran Dea semakin menajam, tatapannya semakin ia fokuskan ke arah Cika. Mengenai Miki memang setelah hari itu Dea tidak menemui Miki kembali, jangankan untuk mengurusi anak itu, masalah yang Dea alami membuat dirinya ingin pergi berlibur saja.

"Lo udah ke rumahnya?"

Cika menggeleng. "Gue sempet, tapi gak sampe masuk rumah. Keliatan sepi. Gue kira dia emang lagi keluar kota. Tapi biasanya dia selalu chat gue."

Dea menopang dagunya. Ia sedikit heran dengan sikap Miki. Dea merasa ada sesuatu yang Miki sembunyikan dari Cika ataupun yang lainnya. Miki seolah menyembunyikannya rapat-rapat. Dea bisa saja memaksa Miki untuk bercerita tapi Dea sadar setiap orang mempunyai privasi yang tidak bisa orang lain jamah. Termasuk dirinya yang memiliki banyak rahasia yang ia sembunyikan dari teman-temannya.

"Hubungan lo lagi ada masalah, ya?"

Sebenernya Dea tidak ingin mencampurinya, tapi dengan dia bertanya ia berharap beban yang Cika simpan bisa meluruh walau hanya sebatas menceritakan.

Terlihat jelas Cika menghela nafas panjang. "Akhir-akhir ini Miki memang agak cuek. Dan setiap gue pinjem ponselnya selalu ada alasan. Gue sempet curiga tapi gue kubur dalam-dalam. Karena gak baik kalau dalam hubungan banyak curiganya, gue harus percaya sama dia." Jelas Cika.

Dea mengangguk membenarkan. Dengan banyak berfikiran negatif malah akan menimbulkan masalah baru. Menyadari hal itu, ia sedikit tersentil karena Dea merasa akhir-akhir ini ia selalu curiga kepada Lova.

Dea menggelengkan kepalanya, disaat seperti ini ia malah memikirkan Lova lagi.

"Percaya aja. Gue yakin Miki gak bisa macem-macem. Dia kan bucin sama lo," ucap Dea sedikit terkekeh di akhir. Cika tersenyum dan berharap apa yang Dea ucapkan benar kalau Miki tidak akan pernah bermain di belakangnya.

"Apa kabar sama lo yang sampai sekarang gak pernah bucin?" Pertanyaan Cika membuat suasana hati Dea seketika berubah. Ia menegakkan tubuhnya.

"Belum waktunya." Dea menjawab asal.

"Tapi yang gue lihat sekarang lo lebih deket sama Lazuardi. Hayoh! Lo mau nikung Anna?"

Dea langsung tertawa sumbang mendengarnya.

Yang ada gue ditikung sama dia!

"Emang kenapa? Lagian mereka belum jadian. Sah dong kalau gue ngejar si Lazuardi?"

Lantas Cika melebarkan matanya. Ia sedikit tercengang atas ucapan Dea. "Lo serius suka sama dia? Bukannya dulu lo benci banget bahkan ngehindar dari dia."

"Gue kan udah bilang kalau antara gue sama Lazuardi itu udah damai."

"Karena alasannya lo suka sama dia?" Tanya Cika lagi.

Dea mengedikkan bahunya. Tidak perlu menjawab pertanyaan dari Cika. Cika sendiri merasa tidak percaya. Sekarang ia membenarkan apa kata orang jika ternyata rasa benci bisa saja menjadi cinta dan lihatlah temannya sendiri yang mengalami.

"Gak usah dianggap serius."

Cika mengernyit. Melihat wajah Dea yang biasa saja membuat ia semakin dibuat bingung.

"Gue cuman bercanda. Mana mungkin gue ngerebut milik temen sendiri. Ya, meskipun kita tahu Lazuardi belum sepenuhnya miliki Anna."

Cika bernafas lega. "Gue bukannya gak setuju. Kalau misalkan lo suka dia, ya gak apa-apa. Dari pada lo jomblo akut."

Dea mendengus. "Sialan!"

***

Sudah tiga puluh menit lamanya Dea merebahkan tubuhnya di atas kasur. Hanya menatap ke atas dengan fikiran yang sama sekali tidak Dea ketahui bahwa ia sedang memikirkan apa. Kepalanya terasa kosong saja, berkali-kali juga dia menghela nafas panjang, membalikkan tubuhnya lalu menatap kembali ke langit-langit. Terus saja seperti itu secara bergantian.

Seperti ada yang tertahan, ada yang hilang dan ada yang tidak bisa Dea ungkapkan. Dirinya heran, kenapa perasaannya bisa sehampa ini?

Ibarat ketika makan nasi goreng dan ketika sudah habis baru menyadari ada hal yang tertinggal, yaitu kerupuk.

Tapi di sini, Dea tidak tahu apa yang tertinggal yang ada dalam dirinya?

Bangkit dari posisinya, Dea mengacak rambut prustasi seraya mengerang.

"Perasaan gue gak enak!" Gumam Dea.

Begitu ia hendak berdiri, tidak sengaja tangannya menyentuh saku roknya yang dirasa Dea sedikit berbeda. Lantas Dea merogohnya, begitu sadar apa yang ia simpan Dea diselimuti rasa penasaran.

Pasalnya jika diingat kembali sudah hampir satu bulan ia tidak mendapatkan surat yang selalu ia dapatkan di dalam loker.

Dea membuka perlahan, mulai memfokuskan matanya ke kertas tersebut.

Hampir sama seperti biasanya, kata-kata yang digunakan membuat Dea sedikit tidak mengerti. Namun disana ada hal yang membuat Dea tertarik dan ingin tahu apa maksudnya.

Jika lukamu tidak ada seorangpun yang mau mengerti, apakah itu pertanda aku bisa menemuimu?

Dea mengernyit, hatinya sedikit mencelos. Kenapa orang itu bisa tahu apa yang sedang Dea rasakan saat ini. Memang, Dea tengah terluka dan luka itu selalu Dea biaskan dengan tingkahnya yang bisa menghipnotis semua orang sehingga beranggapan bahwa keadaan Dea baik-baik saja.

Dea tidak mau terbuka karena ketika dia mengeluh atas apa yang diderita acap kali orang tidak peduli padanya. Mereka hanya bisa berucap yang sangat sulit untuk dilakukan; sabar!

Dea sering duperlakukan seperti itu hingga kini ia tidak mau lagi melakukan yang menurutnya sia-sia.

Orang hanya ingin tahu tapi tidak ingin memberi solusi.

Perhatian Dea kini beralih pada gantungan yang tersimpan di dalam amplop tersebut. Berbentuk bet tenis meja dengan ukuran sangat kecil tapi membuat Dea tersenyum.

Perasaan Dea menghangat. Siapapun orangnya, Dea hanya bersyukur ternyata ada seseorang yang peduli meski dia tidak tahu siapa itu. Akan Dea pastikan dalam waktu cepat atau lambat dia pasti akan mengetahui dan menemui orang itu.

Ya. Dea yakin!

To be continue.

DeaLovaWhere stories live. Discover now