7

407 19 0
                                    

JANJI DEA

Jika harga lima ribu rupiah bisa membuat kita semakin dekat. Aku tak perlu risau untuk mengeluarkannya. Walaupun aku tahu, kebersamaan tidak bisa diukur oleh mata uang.

~Dealova~

***

Suasana terasa begitu mencekam. Mereka yang duduk saling menghadap menatap dengan sorot mata yang menajam, tidak mau kalah satu sama lain. Selain saling melototkan matanya, tangannya pun sama-sama mengepal kuat.

Wuuuushh...

Sedetik kemudian, mata Dea mengerjap beberapa kali bahkan air matanya menggenang dipelupuk matanya begitu ada yang meniup wajahnya. Dea mendelik ke arah lawan.

"Lo curang ah!" Ucap Dea kesal.

"Curang apaan? Ini namanya cerdas," belanya tidak mau kalah.

"Kalau lo gak niup wajah gue pasti gue yang menang."

"Udah deh, kalau kalah ya kalah aja. Lagian lo udah kalah dua kali sama gue."

Dea mengarahkan pandangannya ke arah lain, bibirnya ia manyunkan. Dea merajuk, karena ia tidak terima kalau dirinya yang kalah.

"Ini kalian kenapa, sih. Dari tadi aneh mulu.  Awalnya diem-dieman, terus malah main game sekarang malah berantem lagi?" Cika heran tidak mengerti melihat Dea dan Lova yang kembali berulah.

"Gue sama Dea taruhan waktu ulangan matematika tadi. Siapa yang nilainya lebih kacil maka dia yang teraktir. Dan Dea labih kecil dari gue. Tapi dia gak terima dan malah ngajak adu pelotot.

Ya, gue terima lah, masa gue sebagai cowok gak gentle. Tapi akhirnya dia juga yang kalah. Tapi sekarang lo liat sendiri gimana Dea. Malah manyun kaya gitu. Gini nih, cewek yang tanda-tandanya pengen dicium gue." Jelas Lova.

"Gue kalah karena lo tiup wajah gue. Itu licik. Lagian gue gak mau dicium lo. Geer banget sih jadi cowok," sinis Dea. Ia masih kesal atas kecurangan Lova.

"Licik? Itu adalah sebuah taktik Dea. Lagian gak ada peraturannya kan. Yaudah terserah gue dong." Dea mendengus lagi.

Dan mereka yang melihat pertengkaran kecil kedua temannya hanya bisa menggeleng.

"Pokoknya lo harus teraktir gue. Janji adalah kutang."

"Hutang Lova hutang," ralat Gara gemas atas ketypoan saudaranya. Kalau ini mah pasti disengaja. Pikir Gara.

Kini Anna menatap Dea. "Emangnya nilai ulangan lo berapa sampai lo kalah sama Lova?"

Raut wajah Dea berubah menjadi tegang. Ia gelagapan sendiri untuk menjawab pertanyaan Anna. Dea menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"40... Dan itu lebih baik daripada ulangan kemarinnya lagi, " jawab Dea sangat pelan, tidak mau banyak orang yang mendengarnya.

"Terus nilai si Lova berapa?" Tanya Cika penasaran.

"42!" sahut Lova tegas dan luwes. Kencang lagi.

"Lah anjir beda dua aja bangga." Gara menyahut dengan gemas. Kaget dan juga tidak percaya. Ia menyangka kalau nilai Lova berbeda jauh dengan Dea. Tapi kalau seperti ini, ya sama-sama aja bohong. Jauh dari ekspetasi mereka bertiga.

Anna dan Cika cekikikan. Perubahan raut wajah Lova yang asalnya seolah bangga malah memberengut kesal.

"Ko gue ngakak ya sama kalian berdua. Kenapa kalian kaya dua manusia yang memang diciptakan dengan otak minim tapi malah dibanggakan."

DeaLovaDove le storie prendono vita. Scoprilo ora