54

168 12 0
                                    

⬆️One Ok Rock — Heartache🎵⬆️

Terima kasih untuk semuanya karena cerita ini sudah akan memasuki 13k pembaca. Sedikit sih kalau dibandingkan sama cerita orang-orang. Tapi gue bersyukur, gue akhirnya bisa sampai sejauh ini yang awalnya stuck cuman di 4k sampai akhirnya gue sering update karena gue merasa ada sedikit tanggung jawab sama kisah Dealova. Dan inilah yang terjadi. Gue udah sejauh ini.

Pokoknya terima kasih yang udah mau stand by buat DeaLova.

•••

"Bunda sejak kapan nemenin Ayah?"

"Kemarin. Mungkin besok mereka pulang."

Dea mengangguk, mengambil gelas yang baru saja Gara berikan. Sejak memasuki rumah ini memang terlihat sepi dan benar saja hanya ada Gara seorang.

"Tumben sore-sore ke sini?"

"Kok tumben? Gue kan emang sering ke sini malahan sering nginep."

"Iya juga, sih."

Dilihatnya Gara yang duduk di depannya. Sudah nampak tidak nyaman seolah kehadiran Dea adalah hal yang tidak ia inginkan. Sejak pertama kali Dea masuk Gara mencoba untuk menghindari pandangannya terhadap Dea, semakin menimbulkan kecurigaan untuk Dea sendiri.

"Gue boleh tanya?" Tanya Dea serius.

Spontan saja tubuh Gara menegak, terkunci di tempat dengan kedua tangan bertumpu pada kedua lututnya.

"Santai aja. Lo keliatan tegang gitu, sih?" Kekeh Dea.

"Iya."

Entah apa yang ada dipikiran Gara sekarang yang pasti hal itu malah menjadi kecurigaan Dea semakin besar. Tidak biasanya Gara seperti ini, Gara yang Dea kenal adalah ia yang tidak banyak tingkah meskipun banyak sekali yang harus ia tutupi sendiri.

Dea beralih pada tas kecilnya. Mengambil barang yang sudah ia persiapkan sejak pagi sebagai bukti yang selama ini ia kumpulkan. Saat ini Dea tidak bisa menunggu lama lagi untuk bisa mengetahui siapa orang itu.

"Ini perbuatan lo, kan?"

Dea menyodorkan beberapa amplop biru ke hadapan Gara beserta barang-barang yang selalu orang itu berikan. Tentu, barang yang mudah Dea bawa dan bisa ditampung di tasnya.

Gara mengambil dengan ragu, meneliti lebih jelas amplop itu sebelum membuka dan membaca perlahan tulisan di dalam sana.

"Sejak kapan?"

Dea mengernyit. "Jadi emang lo orangnya?"

"Sejak kapan lo nerima surat kaya gini?"

"Gak lama setelah gue pindah sekolah bareng kalian."

"Kenapa lo ngira ini perbuatan gue?"

Dea mengambil salah satu amplop yang sudah ia tandai sebelumnya. Menyuruh Gara agar membuka dan membacanya.

Jika keberanianku saat itu cukup kuat, akan kupastikan pertemuan itu terasa indah.

Aku terlanjur terbuai pada sorot matamu. Begitu indah membuat alunan cinta pada hatiku berirama begitu merdu. Ingin rasanya aku menciptakan kebersamaan, menjadikan aku dan kamu dalam satu ikatan.

Hingga aku teramat lama harus meyakinkan, hingga harus merelakan kenyataannya. Bahwa kamu angan yang tak pernah akan bisa aku jamah hatinya.

"Gue yakin ini bukan ulah Lova."

"Kenapa bisa seyakin itu?"

DeaLovaWhere stories live. Discover now