28 : Last

30.6K 1.6K 68
                                    

Keyra

Kami, aku dan mas Rangga sepakat untuk akad tema pakaian kami adalah Javanese classic. Kebaya berwarna putih gading dan warna emas jadi pilihanku hari ini. Ketika dilihat dari dekat, ada motif timbul yang membuat pakaianku terlihat lebih hidup. Dipermanis dengan aksesoris berwarna emas asli Solo.

Mami dan Ibu yang kompak memilihnya. Simple yet effortless! Mereka mendadak akur ketika mengurus persiapan pernikahan kami meski beberapa kali tertangkap cekcok juga.

Kalau biasanya pengantin putri akan mengenakan paes, aku tidak. Kesan lebih sederhana dan anggun saja yang ingin aku tonjolkan. Make up yang aku pakai juga tidak terlalu berat diwajah, bold tapi ringan. Jujur saja, aku nggak mau terlalu ribet dan malah merusak moodku.

Aku berkedip sekali, mau tak mau jadi gugup ketika Angkasa masuk ke kamar untuk memberitahu kalau rombongan mas Rangga sudah sampai di depan rumah sejak sepuluh menit yang lalu.

Riasannya sudah selesai sejak lima belas menit yang lalu. Lima belas menit yang terlalu cepat, secepat itu pula aku bisa merasakan perutku mendadak mulas. Aku melirik sedih pada Jihan dan Lyra yang sibuk memfoto view kamar pengantin.

"Gue mules gimana dong. Mau poop!" Lyra menoleh hanya untuk menertawakanku.

"Halah, itu cuma grogi Key." Balas Lyra dengan mudahnya membuatku mencebik sebal. Nanti, ada saatnya cewek itu merasakan apa yang aku rasakan sekarang. Mbak Firsa meremas pundakku pelan, tersenyum lembut. "Baca sholawat aja ya, Key."

Juna mencolek pahaku, menyodorkan bungkusan permen yupi yang sejak tadi ditekuri nya karena bosan menemaniku dirias. "Mau?"

Aku mengambil satu permen dan segera memakannya, berharap grogiku akan menguap digantikan oleh rasa manis permen ini. Tapi siapa sangka, permen manis ini malah membuat gigiku tiba – tiba nyeri di beberapa bagian. Aduh, payah.

Aku mendesah kacau, "Kok nggak kedengeran sih?" while soundnya nggak terdengar sampai ke kamarku. Harusnya kan terdengar sampai sini?

Lyra berdecak, dia malah menarikku untuk berfoto di dekat paperflower yang terpasang indah pada dinding. Sesi foto memang tidak pernah ada habisnya, selalu ada kesempatan didalam kesempitan. Kalian tahu, satu memori kameraku mungkin full dengan foto Lyra dalam berbagai angle.

Pintu terbuka, mami masuk bersama budhe Janna membuat perhatian kami seketika tertuju pada mereka. Hening membentang apalagi ketika mami hanya menatapku tanpa berkata sesuatu, hanya suara cegukan Almas yang mengisi kekosongan kamar.

"Ayo, turun." Turun? Aku saling pandang dengan yang lain. Maksudnya aku diminta turun menyaksikan ijab begitukan?

Rasa penasaranku terjawab ketika budhe Janna tiba – tiba menyeka airmata lantas menubrukku dengan ciuman pipi kanan dan kiri secara bertubi – tubi. Aku? Tentu melongo bingung.

"Selamat ya Key, sudah resmi kao jadi istri orang. Aku sampai hati menitikkan airmata tadi."

Jangan tanya bagaimana aku mengekspresikan keterkejutanku. Aku mendadak linglung sendiri, melirik para sepupu dan mami bergantian. Budhe Janna tidak bercanda kan? Secepat itu mas Rangga mengucapkan ijab?

"Beneran udah sah? Apa masih gladi resik ya?" tanyaku memastikan. Suara tawa mereka jelas menertawakan kekonyolanku. Mami menggeleng pelan, tersenyum lembut lantas memelukku.

"Udah sah. Sudah jadi suami istri. Nggak kedengaran ya suaranya sampai sini?"

Aku menggeleng bodoh. Terlebih ketika budhe Janna menarik tanganku, aku reflek menarik kembali tanganku. "M-mau kemana?"

Mami!!! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang