steve rogers - brooklyn at the first sight

2.6K 271 32
                                    

BULAN PERTAMA

Dua orang pria yang kelihatan terengah-engah adalah orang pertama yang menghampiriku setelah aku memanggil-manggil minta tolong. "Hai. Namaku Steve dan ia adalah Sam," kata salah satu dari mereka. Sam bertanya, "Ada yang bisa kami bantu?"

"Oh, terima kasih! Namaku (Y/n) (Y/l/n). Aku baru saja tiba di bandara dan memesan taksi dini hari tadi, pukul tiga pagi. Tiba-tiba supirnya menodongkan senjata padaku dan menyuruhku meninggalkan koperku dan uang. Aku hanya menukar mata uang sebanyak seratus dua puluh dolar dari negara asalku dan ia kelihatan tidak puas. Supir itu menyuruhku untuk meninggalkan semua barang berhargaku sebelum berhasil keluar dari taksi," kataku menerangkan.

"Katamu supir taksi?" Kata Steve yang berambut pirang dengan nada tidak percaya. Aku mengangguk.

"Man, that's why I prefer riding with Uber," komentar Sam, "nah, Miss (Y/l/n), apa kau sudah memesan hotel sebelumnya atau kau punya tempat lain untuk tinggal?"

"Ya. Aku seharusnya menginap di Hotel Red Phoenix..." kataku sambil menghela napas.

Kulihat Sam mengangkat alisnya dan ia berkata pada Steve, "Hei, bukankah hotel itu ada di seberang flatmu?"

"Benar," Steve mengonfirmasi.

"Dari negara mana kau berasal, Miss?" Sam bertanya lagi.

"Indonesia. Aku seharusnya berlibur selama tiga bulan ke New York, tapi aku tidak menyangka kalau aku akan dijarah sepagi ini," kataku dengan tawa getir.

Tiba-tiba terdengar suara telepon berdering. Ternyata milik Sam. "Permisi," katanya sebelum menjawab telepon.

"Aku sangat menyesal terhadap apa yang terjadi padamu, Miss. Terutama karena ini hari pertama liburanmu," Steve kedengaran seperti minta maaf. Aku jadi merasa tidak enak. Toh ia tidak bersalah. "Yah, agak mengesalkan karena aku menghabiskan seluruh tabunganku untuk terbang ke Amerika dan kesan pertamanya tidak terlalu bagus. Tapi kau tidak perlu minta maaf," kataku sambil tersenyum.

"Kau bisa meminta bantuanku untuk... menunjukkan arah dan sebagainya," Steve menawarkan.

Aku mengangkat alis. "Dan bagaimana aku membayarmu? Kupikir Kapten Amerika tidak memberi layanan jasa secara cuma-cuma."

Steve terlihat mempertimbangkannya. "Bagaimana dengan secangkir kopi?" Ia bertanya sambil tersenyum kecil.

Duh, ia sedang menggoda. Kapan ya terakhir kalinya aku menerima godaan terbuka seperti ini?

Aku belum sempat menjawab karena Sam tiba-tiba kembali. "Aku minta maaf karena tidak bisa ikut menemanimu, Miss. Aku harus pergi," kata Sam dan ia berpaling pada Steve sebelum berkata, "Mr. Olson, ia baru saja terkena serangan panik di rumah keponakannya."

"Aku bisa menanganinya, Sam. Kau punya prioritas sekarang," kata Steve. Sam tersenyum dan melambai sebelum ia berlari pergi.

Aku berdehem sebelum berusaha mengobrol dengannya, "Ngomong-ngomong, aku ingin berterima kasih untuk apa yang kau lakukan saat Perang Dunia Kedua."

Steve mengernyit mendengar hal ini, namun ia tidak menjawab apa-apa. Ia justru tersenyum - jenis senyum yang membuatku lupa bagaimana caranya bernapas - dan memberi gestur untuk mengikutinya.

"Kudengar Indonesia adalah negara pertama yang merdeka sejak Perang Dunia Kedua berakhir," Steve berkata.

"Tentu saja. Kau banyak belajar!" aku tersenyum sumringah.

Kedua bahu Steve terangkat. "Internet. Lumayan membantu ketertinggalanku," jawab Steve. "Ngomong-ngomong, mengapa kau memilih berlibur ke... Amerika? Kudengar Maldives tempat yang eksotis. Inggris juga lumayan, jika kau menyukai teater dan sebagainya."

 assembled; avengers one-shotWhere stories live. Discover now