medium - peter parker

1.8K 212 69
                                    

a/n: untuk merayakan tom holland akhirnya taken, ak sengaja bikin ff ini EHEHHEHEHE. jadi ceritanya kalian bisa liat hantu, alias:

((CROSSOVER THE CONJURING X MCU ))

***

Pak Hogan membayarku tiga ratus dolar untuk kunjungan pertamaku ke sebuah mansion, padahal biaya yang kupatok untuk satu kali konsultasi biasanya cuma seratus dolar. Dia terlalu murah hati atau tugas yang akan ia berikan akan berat nantinya, siapa yang tahu?

Aku sedang berada dalam mobil Uber menuju suatu tempat yang jauh dari pusat kota. Rumahnya punya danau sendiri, dari yang kudengar. Pak Hogan tidak mau menjelaskan lebih rinci. Rumah itu lebih mirip seperti mansion yang didatangi orang-orang kaya ketika berlibur. Dan benar saja, ekspektasiku terhadap rumah ini tidak jauh dari kenyataannya; lahannya luas dan terisi hutan pinus, ada danau tenang yang agak jauh di belakang, rumah kayu yang terlihat sepi dan ayunan yang menganggur di depan teras. Ketika Uber-ku memasuki halaman depan, Pak Hogan keluar bersama dengan seorang wanita pucat berambut pirang. Aku membayar tiga puluh dua dolar ke si supir dan lekas-lekas keluar dari mobil.

"Nona (Y/n)," panggil Pak Hogan, "anda telah tiba di Villa Stark."

Villa Stark? Rumah liburan ini milik almarhum Iron Man?

"Selamat datang. Happy cerita banyak tentangmu," kata si wanita sambil menawarkan tangannya. Ia tersenyum, namun raut wajahnya terlihat cemas. "Namaku Pepper Stark."

"Senang bertemu denganmu, Nyonya Stark. Namaku (Y/n) (Y/l/n)," kataku dan kami berjabat tangan.

"Aku lega sekali bertemu dengan nona berbakat seperti anda. Oh, kau bisa memanggilku Pepper saja," kata wanita itu, yang kini punya nama.

"Oke... Pepper. Saya bisa melihat auramu yang kurang mengenakkan," kataku, dan itu benar. Semua orang yang baru melihatnya bisa menyimpulkan kalau Pepper tidak tidur bermalam-malam. "Kupikir kita bisa segera... melihat-lihat?"

"Oh, ya. Tentu." Pepper berjalan duluan bersama Pak Hogan untuk memanduku, namun sejurus kemudian sebuah suara laki-laki membentak dari dalam, "Kita bisa memanggil Dr. Strange dan-"

Seorang laki-laki berambut cokelat keluar dan berhenti di depan pintu, dan pandangan kami bertemu. Kurasa aku yang membuatnya berhenti membentak.

"Peter, kita sudah membicarakannya berkali-kali. Dr. Strange sedang sibuk dan ia tidak mau membereskan masalah yang kau buat sendiri!" Ujar Pak Hogan geram.

Laki-laki itu masih sibuk menatapku, dan aku buru-buru memalingkan wajah.

"Oh. Aku perlu mengenalkannya padamu," kata Pepper dan ia berbalik padaku. "(Y/n), ini adalah... Peter Parker. Muridnya Tony. Ia juga berkawan baik dengan anakku Morgan. Peter, namanya (Y/n). Ia adalah--"

"Dukun," Peter memotong dengan nada mencela.

Aku mengernyit dan mengoreksi, "Cenayang atau medium. Akan terdengar lebih sopan."

Pepper memutar kedua bola matanya ke arah Peter. "Terserahlah, Peter. Lagipula aku yang membayar (Y/n) dan bukan kau. Ayo, nona. Kita masuk."

Duh, apa yang terjadi di sini sih?

Segera setelah aku memasuki ruangan, temperatur berubah drastis dan lantas aku menoleh untuk mencari AC. Pendingin ruangan dimatikan semua. "Penghangatnya menyala?" Aku bertanya.

"Hmm, tentu," Pak Hogan menjawab.

Aku berkeliling seluruh ruangan di lantai itu pelan-pelan tanpa banyak bicara, dan diikuti oleh Pak Hogan, Pepper dan Peter. Temperaturnya berubah-ubah dan aku mulai ragu kalau faktor pengubahnya adalah cuaca. Ruang makan juga begitu. Namun rasanya agak berbeda ketika aku memasuki ruang keluarga dimana ada meja besar dengan hologram yang menyala - mungkin produk dari Stark Industries - dan tangga menuju lantai atas.

"(Y/n), apa yang kau dapatkan?" Tanya Pepper.

Aku berhenti berjalan dan berpaling kepada ketiga orang itu. "Selama aku melewati teras dan ruang tamu, atmosfirnya tidak stabil bagiku. Kupikir semuanya berawal dari ruang tamu, benar?" Aku bertanya.

Pak Hogan menoleh pada Peter, yang mengangguk dalam. "Benar, nona. Peter dan Morgan memainkannya di ruang tamu dua minggu lalu."

Aku mengangguk. "Kabar buruknya, itu mempengaruhi aura kalian bertiga. Dalam kondisi apapun hingga semuanya beres, jangan ada yang bertengkar di ruang tamu. Semuanya akan kacau dari sini. Kemudian daerah pengaruh hawa negatifnya mulai berkurang di ruang makan dan ruang tengah. Aku memiliki kabar baik sejauh ini."

"Yaitu?" Pepper menaikkan alis.

"Ruang keluarga bisa dibilang netral. Bersih, malah. Temperaturnya stabil dan suasananya menenangkan," aku menjelaskan. "Aku sempat mendengar panggilan. Kecil dan kurang jelas, namun bukan berarti tidak terdengar. Terdengar seperti Pep atau Pip dan berulang-ulang. Pep, Peps, seperti itu."

Yang mengejutkan, Pepper mendadak terisak. Pak Hogan segera mengambilkan tisu dari kotak terdekat. "Astaga, apakah itu Tony?" Setidaknya Pepper tersedak dua kali ketika menanyakannya.

"Aku kurang yakin, namun nada panggilan itu berasal dari sesuatu yang baik. Ruang keluarga kalian bisa dibilang daerah yang aman karena ada jejak kehangatan yang membekas terlalu dalam di ruang keluargamu" kataku menenangkan. "Perlu usaha keras untuk memastikan siapa yang memanggil, namun kalau panggilan itu intim buatmu, maka kita bisa menerka-nerka itu siapa."

Pepper memanduku ke lantai dua, dimana ada kamar putrinya dan kamarnya sendiri. Kamar putrinya tertutup, kemungkinan Morgan masih tertidur di dalamnya. Ini masih jam sembilan pagi. Kesan pertamaku adalah mendung, padahal aku tahu jelas di luar langit secerah musim semi. "Ini penerangan terbaikmu?" Aku bertanya.

"Terbaik dan ramah lingkungan," Pepper menjawab.

"Apakah ada kamera pengawas?"

"Tentu. Ratusan megapixel di setiap unit. Tony yang membuatnya sendiri."

"Itu bagus," kataku dan memasuki kamar Pepper. "Morgan tidur sendiri?"

"Tidak semenjak dua minggu lalu. Morgan selalu terbangun di tempat lain," Pepper menjelaskan sembari menyalakan lampu kamar.

Ini menarik. "Dimana tempat terburuk ketika kau menemukannya?" Aku bertanya.

Pepper menghela napas. Panjang. "Di bawah pohon dekat danau, empat hari lalu. Peter menemukannya pagi-pagi sekali. Pohonnya ada di dekat dapur belakang. Untung saja, Morgan tertidur di dalam ceruk pohon. Ia bisa saja terguling ke..."

Wanita itu tidak meneruskan kalimatnya dan ia berdehem.

"Aku mau melihat pohonnya," pintaku.

Maka itu yang dilakukan Pepper dan Pak Hogan (Peter hanya diam seribu bahasa di belakang). Pohon sycamore tua itu sedang lebat-lebatnya yang membuatnya terkesan gagah. Namun bukan itu yang menarik perhatianku.

Ada sesuatu yang mengusik di pohon itu. Aku pelan-pelan menengadah ke atas, memandangi puncak pohonnya.

Aku tidak suka apa yang barusan kulihat.

"Pepper, kita perlu bicara," kataku dan berusaha menyembunyikan bulu kudukku yang berdiri semua. "Peter juga. Pak Hogan, aku perlu kau untuk menjaga Morgan tanpa membangunkannya."

Raut wajah Pepper dan Peter sama-sama berubah menjadi kepanikan. "Kau melihat sesuatu?" Pepper bertanya.

Aku menelan ludah dan menjawab pelan, "Kurasa, aku melihat terlalu banyak."

***

part 2 ga nih

 assembled; avengers one-shotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang