27. Kemah Alam

1.5K 60 11
                                    

ALERGIO
BAG. 27
KEMAH ALAM

...

"IYA, ah. Mama bawel, deh. Lagian di sini susah sinyal, Mama."

"Hush, alasan aja, kamu. Mama bukan bawel, tapi harus prima jagain anak gadis satu-satunya. Kamu juga ingat kesehatan kamu, Sayang."

"Iya, Ma, iya."

"Iya, iya. Kamu makin besar makin susah dibilangin, ya. Heran Mama."

"Loh, Mama aja heran gimana sama Isca?"

"Pokoknya selama di sana kesehatan dijaga. Jangan tidur kemaleman, kalau bisa jangan ikut acara api unggun. Makannya diperhatikan. Jangan kecentilan kamu di sana, ya. Bahaya, anak gadis kamu, lo."

"Ma! Kok, acara api unggunnya gak boleh, sih?'

"Jangan kelamaan!"

"Oke, Mama tercinta, tersayang aku, terbaik, terunyu, tercerewet, dan super bawel."

"Hati-hati ya, Sayang. I love you."

"Love you too, Mama."

Aletta menyimpan ponsel hitam itu di dalam saku roknya. Ia kembali ke tenda setelah melangsungkan percakapan lewat telepon dengan si Bunda Ratu. Aletta bahkan harus berjalan ke sana-ke mari untuk mendapatkan sinyal. Maklum saja, di daerah ketinggian ini sunyal memang sulit didapat.

Aletta kembali bergabung dengan Riris dan Sania yang sedang membereskan ransel mereka. Riris yang menyadari Aletta telah masuk ke dalam tenda segera ia mendekati Aletta. "Emak lo, Ta. Buset, dah. Protektif banget. Lah, Mama gue kaya gitu? Dapat telepon dari Mama gue selama berkemah, gue sujud sukur!"

Aletta terkekeh. Ia mengambil ransel bawaan dia dan segera mengeluarkan syal dari dalam. "Ternyata gini ya kelakuan Riris. Hahaha..."

Sania mencelutuk, "Gue kira juga lo anak paling baik di antara kami, Ris. Taunya gini, ya."

"Ya Allah, amit-amit. Gue khilaf."

Terdiam sejenak, mereka fokus pada pekerjaan masing-masing. Hingga kemudian, Riris menyadari kelakuan Sania sedari tadi yang sibuk dengan ponselnya dengan melakukan beberapa pose.

"Ngapain, sih, lo?"

Aletta menoleh, "Gue, Ris?"

Riris menggeleng. Ia menunjuk Sania dengan dagunya. "Entuh si anak curut. Dari tadi gue perhatikan sibuk aja sama itu ponsel. Gaya sana, gaya sini, cekrek."

Sania menoleh, ia menjulurkan lidahnya. "Suka-suka gue, lah. Gue mau update snapgram. Kasihan followers gue nanti, instagram seorang Sania Putri gak ada kabar? Bah, apa kata dunia!"

Baik Aletta maupun Riris sama-sama medengus.

"Dikira lo selebgram apa?!" cibir Aletta.

Sania membuang muka.

"Lagian di sini susah jaringan tau."

"LAH BEGO LO, RIS. NGAPA ELO ENGGAK BILANG DARI TADI? PANTES INI KAGAK BISA-BISA MULU. TAU GINI GUE SURUH BOKAP GUE BUAT PASANG WI-FI. BEGO LO, TA."

Sania berkacak pinggang menatap kedua temannya yang sibuk menertawakan dia.

Yah, begitulah mereka. Saling menghina, namun saling menguatkan ketika salah satu dari mereka tertimpa musibah.

---

Para siswa SMA Kebangsaan Medan dikumpulkan di tengah lapangan selesai mereka mendirikan tenda dan merapikan bawaan masing-masing. Tentu saja yang mendirikan tenda hanyalah siswa kelas X ditambah dengan anggota OSIS. Kelas XII hanya sebentar dan pulang ketika selesai maghrib mendatang.

ALERGIO [COMPLETED]Where stories live. Discover now