40.

1K 40 2
                                    

"Jadi... ceritakan apapun yang ada di otak lo.  Ini semua tentang lo sebagai Isca, adik kecil gue yang masih katanya!"

Pikiran Aletta kosong. Lelaki di hadapannya ini ngomong apa? Sedangkan dia sama sekali tidak tau tentang adik kecil-adik kecil lah. Sinting. Di sini yang bodoh dia atau keadaan?

"Aku gak tau. Eum, aku gak ingat, mungkin."

"Dengar Aletta. Jawab gue sejujurnya. Lo pernah koma, kan?"

"Ha?"

...

"Aku... aku gak ingat apapun," ujar Aletta pada akhirnya.

Argio mendesis, lalu mencengkram erat lengan Aletta membuat si pemilik tangan meringis kesakitan. Entah bagaimana bisa dia melampiaskan emosinya kepada Aletta.

"Jangan bohong!"

Aletta menggeleng, "enggak, Kak. Aku gak bohong. Benar, aku sama sekali gak ingat apa-apa."

"Gue tau lo pasti ingat sesuatu." Argio menatap Aletta nyalang sembari mendesis. Matanya menajam menyelami mata Aletta. Namun nihil, tak ada kebohongan apapun yang ada di manik mata cokelat itu.

Tapi entah mengapa rasanya, Argio ingin melampiaskan kekesalannya kepada Aletta. Argio ingin Aletta menderita!

"Lo bohong! Gak mungkin lo gak tau apa-apa. Munafik!"

Aletta ingin bertanya. Bagaimana? Bagaimana rasanya dihina, dicaci, dan dibenci oleh orang yang kita sukai? Atau bahkan yang kita cintai? Ibarat luka bakar yang semakin disiram dengan air mendidih. Begitulah rasanya.

Sisi wanita Aletta merongrong keluar. Mengendalikan air mata yang semakin lama semakin tanpa tahu malu keluar. Aletta membenci ini, Aletta membenci kedekatan ini.

Dari awal dia sudah curiga. Mana mungkin Argio meminta maaf, lalu mendekat kepadanya secara tiba-tiba. Mana mungkin semua kebaikan yang dilakukan oleh Argio hanyalah sebuah ketulusan. Dari awal Aletta sudah menduga dan terima kasih untuk Argio karena telah membuktikan dugaan itu.

Aletta membenci Argio.

"Aku gak tau apa-apa.... Kenapa harus aku yang disalahkan!"

Aletta terisak, Argio terusik. Baru kali ini dia mendengar sentakan dari Aletta—perempuan yang mengelu-elukannya.

"Emang kenapa kalo saya dan Anda seandainya berhubungan di waktu dulu? Kenapa? Nyesal? Gak terima? Yaudah bunuh aja saya sekarang. Biar Anda tidak melihat wajah saya lagi. Selamanya."

Selesai mengatakan itu, Aletta berlari ke atas menuju letak kamarnya. Argio mengikuti pergerakan Aletta, hingga matanya menangkap seorang wanita seperti Aletta versi tua di balik tangga.

Agita tersenyum, melangkahkan kakinya menuju tempat di mana Argio masih terduduk. Wajah Argio pias. Sejak kapan Ibu Aletta ada di balik tangga itu?

"Kamu Argio, bukan?" Agita bertanya kepada Argio dengan nada keibu-ibuan. Bahkan, tak ada raut marah di wajah Agita.

"Iya, Tan." Argio menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal. "Soal Aletta, maaf Tan—"

"Tidak masalah," potong Agita. "Tante memakluminya." Agita menyelami kedua mata Argio yang tampak gelisah. "Dari mana kamu tau kalo Isca pernah koma?"

Isca, batin Argio. "Dari Mama, Tan."

Agita terdiam cukup lama. Hingga Argio pun tak berani melihat perubahan ekspresi yang terjadi di wajah anggun milik Agita.

"5 tahun yang lalu, tepat ketika Isca menduduki kelas 5 SD, anak kecil yang malang itu koma. Dia koma selama hampir 2 bulan. Pembuluh darah di bagian otaknya membengkak hingga dia harus kehilangan ingatannya. Ketika dia sadar, dia tidak ingat apapun. Tante sebagai mamanya terpukul, hingga keluarga kami membawa Isca melakukan terapi."

Agita menghentikan ucapannya. Dia menatap Argio dengan wajah yang bersimbah air mata. Kedua tangannya menyatu, melakukan gestur memohon kepada Argio.

"Nak, Isca tidak tau apa-apa. Tolong jangan salahkan Isca atas kebingungan-kebingungan yang ada di pikitanmu. Tante harap kamu mengerti."

Argio melepaskan tangan Agita yang menyatu. Lelaki itu menggeleng. "Maaf, Tan."

"Jika kamu tak bisa membahagiakan dia, maka jangan sakiti dia."

Argio nelangsa. Mengapa dia masih belum mencerna semua kejadian-kejadian ini?

"Dan satu permintaan Tante. Jika kamu sudah mengenal siapa Aletta Frisca Daisy yang sebenarnya, Tante mohon jauhi dia. Jangan sakiti dia."

Argio terpengkur. Mengapa dia menangkap kalimat tersirat jika benar bahwa dia memang sudah berhubungan dengan Aletta  sejak dulu?

Sebenarnya apa yang sudah terjadi?

...

Kak Ari CI : Besok di sekolah bisa ketemuan di ruang OSIS?

Aletta membiarkan sebuah notifikasi pesan masuk. Dari Pop-up, dia sudah membaca pesan dari Argio. Lalu seakan tersadar untuk apa menyimpan kontak Argio lagi, Aletta segera mengedit profil kontak Argio di ponselnya.

Parasit : gue tunggu istirahat pertama

Aletta sedikit membanting ponselnya. Perempuan itu menatap nyalang ponsel yang masih tidak terkunci itu. Ingin sekali rasanya Aletta menghancurkan ponsel itu. Menghancurkannya seperti Argio yang menghancurkan kepercayaan dan cinta darinya.

Argio membuat dirinya sendiri dibenci oleh Aletta.

Mulai detik ini, dengan kamar temaram dan cahaya bulan yang menjadi saksi bisu. Aletta mengikrarkan jika dia—tak akan pernah lagi menjadi seperti Aletta yang menjadi budak cinta dari Argio. Tidak ada lagi Argio yang menjadi calon imamnya, tidak juga dengan mengelu-elukannya, apalagi mencintainya.

Detik ini juga, Aletta akan mengubur perasaan itu dalam-dalam. Mematikan rasa itu hingga hangus. Hangus terbakar emosi dan kebencian.

Tidak ada lagi Aletta yang sama.

Aletta yang mencintai Argio—telah punah.

-----

ALERGIO [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang