46. de Javu

1K 39 0
                                    

"Holly shit! Bagaimana sistem itu bisa diretas?"

Aletta menghentikan langkahnya ketika mendengar suara yang sedang mengumpat. But wait, sepertinya Aletta merasa tidak asing dengar suara itu. Dengan mengendap-endap, Aletta menelusuri dari mana suara itu berasal.

"Saya tidak mau tau, sistem itu harus aman kembali. Untuk apa seorang hacker handal saya pergunakan jika mengurus masalah itu saja tidak bisa?"

Ada apa, sih? Hingga kedengarannya suara itu murka sekali. Aletta mengintip dari balik dinding yang menghubungkan antara lorong loker kelas 10 dengan kelas 11. Padahal, hari masih pagi. Ralat, masih sangat pagi.

Waktu baru saja menunjukkan pukul setengah 7 pagi. Masih sangat pagi untuk tiba di sekolah yang masuk pukul setengah 8 pagi.

Aletta pikir, hanya dirinya saja yang gila. Mendatangi sekolah pagi-pagi hanya karena ingin menikmati kesunyian.

"Saya minta perkembangannya besok."

Aletta hanya dapat melihat punggung milik laki-laki itu. Tangan kiri laki-laki itu gemetar, sementara tangan kanannya menggenggam erat sebuah ponsel. Tapi, OMG, oh Mama, oh Papa!

Demi Spongebob yang sudah tidak tayang lagi di televisi, ponsel yang digenggam laki-laki itu adalah ponsel idamannya.

I-phone 11 Pro!

Lagian, postur punggung lelaki yang ada di hadapannya ini seperti tidak asing bagi Aletta. Sepertinya dia mengenali empu punggung itu. Tapi... siapa, ya?

Apalagi mendengar percakapan lelaki itu yang membicarakan entah soal apa. Aletta pusing dengan bahasanya yang berbicara retas-retasan. Aletta sungguh tidak paham. Kadar ketingkatan otaknya memahami hal baru sungguh lamban. Entah mengapa di saat-saat seperti ini membuat dirinya merutuk mengapa dia terlahir dengan memiliki kapasitas otak yang tidak jenius? Lupakan tentang jenius! Menjadi seseorang yang tidak goblok-goblok amat membuat Aletta bersyukur.

But, wait. Sepertinya Aletta juga mengenali suara laki-laki itu?

OMG!

Bayangan-bayangan siluet hitam tiba-tiba melayang di atmosfer otaknya. Aletta memegang kepalanya yang nyaris mau pecah. Pusing ini membuat dia segera meninggalkan lelaki dan percakapan aneh serta I-phone 11 pro miliknya.

Aletta sudah tidak peduli. Yang dia pedulikan sekarang adalah meredakan pusing yang semakin menikam di kepalanya.

Hingga saat berada di koridor, Aletta membelok dan bersandar di dinding. Bahkan tangannya mulai mencengkeram kepalanya berusaha menghilangkan rasa sakit yang timbul akibat bayangan-bayangan siluet hitam yang semakin menjadi menari-nari di kepalanya.

"Aletta?"

Aletta tak peduli dengan siapapun yang memanggil namanya dan berusaha memegang pundaknya. Aletta menggeleng-gelengkan kepalanya semakin berusaha mengenyahkan rasa sakit itu.

Hingga dirinya terjatuh, dengan pengelihatan yang memburam. Hal yang terakhir dilihatnya adalah Argio yang memanggil-manggil namanya.

___ALERGIO___

"Kalau kata Mama, suatu saat bakal datang pangeran di kehidupan Daisy, Kak. Mama juga cerita kalo pangeran itu bakal memberikan Daisy kebahagiaan seperti Mama dan Papa!"

"Kira-kira... Daisy bisa nebak, gak, siapa pangeran itu?"

Daisy—atau Aletta kecil menggeleng dengan polos. Wajahnya mendapatkan satu cubitan di pipinya akibat Argio yang terlalu gemas dengannya.

"Mama cuman bilang kalo pangeran Daisy itu tampan!" Aletta berseru menggebu-gebu. Senyum manis yang membingkai wajahnya seakan menambah kadar glukosa di dalam dirinya. "Mungkin kaya Kakak, soalnya Kakak 'kan tampan."

Argio tergelak, lalu memberikan sapu tangan kepada Aletta untuk mengelap keringat yang membasahi pipinya.

"Bisa jadi emang Kakak pangeran kamu," ujar Argio.

"Serius boleh?"

"Kenapa tidak?" balas Argio dengan mengembalikan kepada Aletta sebuah pertanyaan. "Tapi kamu harus janji ya, jangan suka dekat sama laki-laki manapun selain papa kamu dan Kakak. Oke?"

Argio menyodorkan kelingkingnya bermaksud untuk pinky promise. Dengan senang hati, Aletta menerimanya. Jari kelingking tangannya yang kecil begitu kontras dengan jari kelingking Argio yang sedikit besar dari Aletta.

Aletta tertawa lalu mengecup pipi kiri Argio. "Janji!"

___ALERGIO___

"Argio?"

Argio mengangkat kepalanya mendapatkan orang tua Aletta yang datang dengan tergesa-gesa di rumah sakit Aletta dirawat. Tanpa melupakan statusnya sebagai seseorang yang lebih muda, Argio mengambil tangan kedua orang tua Aletta dan menyalimnya.

"Gimana keadaan Isca?"

Suara berat duplikat Aletta alias papanya, mengalun rendah di koridor ruang IGD yang senggang ini. Hanya ada Argio, kedua orang tua Aletta, beserta kedua temannya Aletta yang sedang menunggu hasil pemeriksaan dokter.

Sudah hampir setengah jam lamanya mereka menunggu kepastian dari dokter yang sedang memeriksa Aletta.

"Belum ada kabar dari dokter, Om."

Bukan Argio yang menjawab, melainkan Riris—teman Aletta yang menjawabnya. Argio seakan kehilangan sarafnya untuk menjawab sekadar pertanyaan dari ayah Aletta. Lelaki yang baru pertama kali dia lihat. Tapi, mengapa dirinya merasa tidak asing dengan wajah ayah Aletta itu?

"Ada apa yang terjadi sebenarnya?"

"Kita juga gak tau, Tante. Tadi Kak Argio yang memberitahukan kita kalo Aletta pingsan."

"Argio?"

Argio menatap Agita sebentar. Wajahnya pias. Bagaimana dia menyaksikan sendiri Aletta yang limbung dan darah yang tak berhenti keluar dari hidungnya meski Aletta sedang pingsan membuat Argio segera membuat surat izin pada pihak sekolah dan memboyong Aletta menuju rumah sakit terdekat.

Semua terekam jelas di otaknya.

"Tadi..." Argio menelan salivanya yang entah mengapa seakan berat untuk masuk ke tenggorokan. "Tadi saya lihat Aletta pingsan. Mimisannya juga gak berhenti-henti, Tan."

Agita seperti terdorong ke belakang. Raven—papa Aletta menangkap tubuh istrinya dan membawa dirinya menuju tempat duduk. Raden mengelus pundak istrinya yang bergetar kencang karena isak tangis Agita yang semakin kencang. "Pa, Isca, Pa. Gimana keadaan dia? Pembuluh darahnya.... Pa, tolongin Isca, Pa!"

Sementara sepasang suami istri itu sedang menetralkan perasaan takutnya, Argio hanya terdiam. Kepalanya memilah kejadian-kejadian yang merasa seperti pernah dia lalui.

Mengapa seakan terasa de Javu?

___ALERGIO___

TBC

Siap untuk menuju ending dari Alergio? Cung, angkat tangan!

Btw, sudah bisa menangkap kenapa Aletta pernah koma dan Argio yang selalu merasa tidak asing dengan kejadian-kejadian antara dirinya dengan Aletta?

Komentar di sini!

Makan capcai sambil main layang-layang.
Gutbai sayang-sayang •∆•

Lapyuuu 10rebuuuu

ALERGIO [COMPLETED]Where stories live. Discover now