41. Riddle on Problem

1K 41 1
                                    

Ruangan ini diibaratkan seperti kapal pecah. Kertas-kertas berserakan menyapu lantai. Ruangan ini sedang temaram padahal matahari masih menyingsing. Memang, jendela di ruangan ini sama sekali tidak ada. Ventilasi pun begitu, tak ada sama sekali tempat bertukaran oksigen dengan karbondioksida.

Hanya AC yang menjadi pengatur suhu ruangan ini.

Seorang pemuda menelungkupkan kepalanya tak berdaya. Dua kancing teratas dari seragamnya terbuka. Bahkan dasinya juga ikut menjadi salah satu onggokan di lantai.

Rambutnya acak-acakan. Tangannya terkepal. Kilasan memori seakan merongrong tak sabaran memasuki ingatannya.

Tapi dari banyaknya kilasan itu, tetap saja tak ada satupun yang melekat diingatannya.

"Isca... Aletta... Isca... Aletta—" Argio terdiam sejenak. Kepalanya terangkat dan badannya menegak. "Wait, nama belakang dia Daisy."

Suaranya memelan, "Daisy..."

Argio terus bergumam. Mulutnya terus menyebut nama belakang Aletta.

"Daisy..."

"Kamu kenapa?"

"Lutut Isca berdarah. Mereka jahat. Mereka mendorong Daisy. Mereka gak mau main sama Isca karena Isca berbeda hiks,"

Seorang anak laki-laki merobek kemeja yang ia kenakan lalu melilitkan robekan kemeja itu di lutut gadis kecil di hadapannya.

"Sakit, hiks,"

"Tahan, ya."

Anak laki-laki itu dengan telaten menutup luka di lutut gadis kecil itu. Setelah selesai, dia menatap wajah sendu milik gadis itu. "Adik manis, nama kamu siapa?"

"Nama aku Frisca Daisy. Nama Kakak malaikat siapa?" tanyanya dengan kata yang membulat berbinar.

Anak laki-laki itu terkekeh kemudian mengelus puncak kepala gadis kecil itu. Menularkan semangat kepada gadis kecil yang baru saja terjatuh.

"Kamu boleh panggil Kakak, Kak Ari."

"Kak Ari?" Gadis itu membeo. Anak laki-laki itu mengangguk membenarkan.

"Ari-ari plasenta, ya?" Kemudian gadis kecil itu tertawa.

"Ih kamu lucu." Gadis kecil itu mengaduh karena pipinya yang baru saja dicubit oleh Argio.

"Kakak panggil Daisy aja, boleh?"

"Frisca Daisy? Lalu nama Aletta—" Argio mengumpat pelan. Ternyata anak gadis itu adalah Aletta. Lalu mengapa dia tak mengingat apapun yang berhubungan dengan Aletta?

Sebenarnya apa yang telah terjadi antara dirinya dengan Aletta?

...

"Yo, ntar malam kumpul. Ajak juga temen lo itu, si Denny sama Daffa. Ke kafe biasa, ya. Ada yang mau gue jelaskan."

Rafaela mendapati Argio yang hanya terdiam saja di kursi OSIS. Tak biasanya Argio seperti ini, biasanya dia dengan semangat membara membahas keterkaitan masalah SMA Kebangsaan Medan di masa lampau. Sungguh aneh, rasanya.

Rafaela meletakkan berkas-berkas yang dibawanya lalu menarik kursi di hadapan Argio. Kemudian menjentikkan jarinya di hadapan Argio yang membuat lelaki itu kaget dan menatap bingung ke arahnya.

"Ada apa? Baru putus sama dedek Aletta, ya? Kacian deh kamu." Rafaela tergelak namun segera menghentikan tawanya ketika melihat Argio yang hanya memberi tatapan datar kepadanya. "Oke, santai."

Hening kian mematikan suasana. Rafaela yang ceriwis membuatnya enggan untuk segera bertahan lama-lama di ruangan yang sama dengan Argio.

"Buset dah, ini anak kayanya beneran lagi galau," ucap Rafaela.

Rafaela akan meninggalkan ruangan ketika Argio tanpa aba-aba berbicara, "gue bingung, sebenarnya apa yang terjadi antara gue dan Aletta."

"Ha?" Rafaela kembali mendudukkan dirinya dan melipat tangan menghadap Argio. "Gue tadi liat si Aletta, wajahnya sih murung-murung gitu. Tapi kalo sama kawannya mah, dianya ketawa-ketiwi, kok."

"Iya, gue tau."

"Lah jadi?"

"Feeling gue sih, kayanya gue ada masa lalu dengan si Aletta. But, i don't know what it is."

"Kenapa, sih?"

"Raf, gue baru tau kalo Aletta itu pernah koma. Dan anehnya lagi, nyokapnya ngomong ke gue kalo gue udah ingat Aletta itu siapa, dia minta gue jauhin Aletta."

Rafaela terdiam sejenak. Kemudian membuka ponselnya dan mengutak-atik ponsel yang membuat Argio menahan amarah.

Rafaela memberikan ponsel itu kepada Argio yang seketika membuat Argio membulatkan matanya sebesar mungkin.

Di ponsel itu adalah foto Aletta dengan dirinya.

"Lo dapat darimana?"

"Nge-stalk akun mama doi. Terus scroll sampek ke bawah nemu foto lo sama anak kecil. Yaudah, gue simpan. Sebenarnya udah lama mau gue kasih tau, tapi gue lupa mulu."

"Kirim ke gue fotonya! Astaga... Apa sebenarnya yang udah terjadi?"

Setelah mengirim gambar ke Argio, Rafaela mendecih. "Ya udahlah, makanya lo jangan kasar sama si Aletta. Lagian apa salahnya sih anak itu? Baik kok, cuman kegenitannya aja yang gak bisa dikontrol. Kalo masalah hatinya sih, orangnya care."

Rafaela bangkit dan ingin keluar. Namun sebelum menutup pintu kembali, Rafaela menyembulkan kepalanya dan menatap Argio datar. "Cinta boleh diurusi, tapi masalah sekolah ini jangan sampai lo telantari."

Argio tidak bergeming dari tempatnya sedikitpun. Dia hanya menatap foto yang ada di ponselnya.

Ah, mau sebanyak apa lagi teka-teki yang akan dipecahkannya?

...

ALERGIO [COMPLETED]Where stories live. Discover now