Bab 13 - Dini

131 18 0
                                    

By Mbok_Dee

Jum'at penuh berkah, waktunya posting Dini. Hope you enjoy reading Dini

🍁🍁🍁

"Mama nyesel gak?" Kutanyakan begitu Mama duduk disebelahku. Malam ini terasa lebih dingin, sepertinya mau hujan. Langit terlihat lebih pekat, tak terlihat bintang dan aku belum berencana untuk bergelung di dalam selimutku. Kuhabiskan waktu di gazebo setelah makan malam, ada yang mengganggu pikiranku selama beberapa hari ini.

"Adek kenapa? Ada masalah?" Mama memang bukan wanita yang melahirkanku, tapi beliau adalah wanita yang selalu ada disampingku. Wanita yang dengan bangga kupanggil Mama, wanita yang selalu ada dalam doa disetiap akhir sujudku. Wanita yang selalu bisa tahu aku ada masalah atau gak.

"Pernah gak Mama nyesal? Terkadang Adek berpikir selama ini selalu menyusahkan Mama, Papa bahkan Mas Bram." Aku teringat wajah Mas Bram saat menjawab pertanyaan Tante Ratna tempo hari. 

"Jangan pernah punya pemikiran seperti itu, Mama gak pernah menyesali apapun itu yang terjadi selama ini. Kehadiran Adek di rumah ini adalah berkah, Adek membawa sinar untuk Mama. Mama gak tahu apa yang akan terjadi jika gak ada Adek disini." Aku masuk dalam pelukan Mama dan menangis tersedu-sedu di dadanya. Kutumpahkan semua beban pikiranku, aku memang cenggeng saat disekitar mereka yang dekat dihati.

"Terima kasih, Ma. Terima kasih untuk semuanya."

"Sama- sama sayang, terima kasih sudah datang di hidup Mama." Kurasakan hangatnya tangan yang selalu setia menggenggamku, tangan yang dengan lemah lembut mengajariku arti cinta sesungguhnya. Tangan yang memberiku kasih sayang keluarga.

Mama menghapus air mataku, mencium pipi kiri kanan dan keningku, "Love  you Dek." 

"Eh, Mama tahu kalau Mas Bram sudah punya pacar?" tanyaku setelah membersihkan ingus di daster Mama yang membuatku mengaduh saat pipi yang tadi diusap dengan lembut sekarang dipukul dengan sepenuh hati.

"Adek, jorok!"

"Hehehe. Adek gak bawa tissue, Ma."

"Adek tahu darimana Mas sudah punya pacar?" Aku ceritakan pertemuanku di rumah Mas Andy waktu itu, lengkap dengan kehadiran perempuan yang selalu membuatku gusar. Kuceritakan juga tentang pertanyaan tante Ratna yang membuatku stress beberapa hari.

"Ma ... Adek merasa ada yang aneh deh. Setiap kali bertemu Anis itu, dihati ini selalu merasa ada sesuatu. Seingat Adek, gak pernah satu sekolah juga, tapi rasanya seperti kenal." Aku ceritakan semua yang kurasakan semenjak pertama kali melihat perempuan itu.

"Namanya siapa tadi?"

"Anis atau Anisa gitu. Adek gak terlalu merhatikan nama lengkapnya. Abisnya jengkel, kenapa selalu ada dia disekitar Mas Andy." Aku bersungut-sungut menceritakan kejengkelanku.

"Adek ... cemburu?" Tebak Mama dengan wajah berseri-seri.

"Gak! Siapa bilang Adek cemburu, emang Mas Andy siapa sampai harus dicemburuin gitu." Aku berusaha mengelak dari interogasi Mama, tapi sepertinya taktik perangku gak berhasil.

"Kalau suka, bilang suka. Kalau cemburu, bilang cemburu. Jangan bilang gak suka kalau hatinya suka." Nah kan, aku harus memikirkan cara untuk menghindari pertanyaan lanjutan Mama.

"Gak!" jawabku singkat, terlalu singkat.

"Mama gak maksa Adek untuk nikah sama Andy, tapi jika Adek memang tertarik. Coba penjajakan dulu, kenalan dulu. Apapun hasil dari penjajakan itu, Mama sudah seneng liat Adek mencoba untuk membuka hati." Mama yang selalu bisa menebak apa yang kurasakan terkadang membuatku curiga. Sepertinya Mama berbakat jadi cenayang.

Dua Hati [Complete]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora