Bab 38

150 13 5
                                    

Ya Allah. Maafkan kami yaaa...
Rencana finish di bulan Agustus gagal total.

Allah kasih beberapa materi yang harus saya selesaikan agar bisa naik tingkat imannya. ☺☺

Yuk lanjut yaa...
Semoga tidak lupa.
😅😅😅✌✌

❤❤❤

"Mbak, lagi marahan ya sama Mas Bram?" Aku menerima panggilan telepon dari Dini pagi itu saat bersiap-siap bikin sarapan di dapur.

"Marahan? Nggak ada, tuh?"

"Ini si Brambang goreng garing kriuk dari tadi malem cemberut aja. Malahan sekarang mogok, ga mau berangkat ke kantor. Padahal dia kemarin bilang hari ini ada kerjaan di pusat, jadi minta tolong bangunin pagi-pagi. Lha, sekarang malah mlungker lagi ke dalam selimut. Payah."

"Hahaha. Bisa aja, tuh, masmu. Biarin aja, kali."

"Mbak ga ada rencana kesini gitu?"

"Ngapain?"

"Mungkin buat seret, nih, buaya darat. Biar turun dari kasurnya."

"Oh."

Aku terdiam beberapa saat. Aku tidak begitu memikirkan bagaimana kondisi mas Bram, tapi aku menikmati saat-saat berbincang santai dengan adikku. Ya, Dini, adikku. Ada rasa berdebar dan membuncah dalam dada. Seperti saat mendapat panggilan telpon dari sang kekasih di pagi hari.

Benarkah? Apa memang begitu rasanya punya pacar. Karena selama ini aku tidak pernah membuka hati untuk laki-laki. Semenjak Andy pergi, aku hanya fokus dengan diri dan keluargaku. Aku hanya fokus mencari Syifa, adikku.

"Mbak," panggilnya cemas di seberang.

"Eh, iya. Kenapa?"

"Ini jadinya gimana?"

"Apanya?"

"Ya Allaaaah. Kenapa pagi-pagi gini aku harus menghadapi dua orang yang sedang linglung dimabuk asmara."

"Eh, wait. Mas Bram, maksudmu?"

"Ya iyaa, Mbaaaaak. Tau ga, sih, semalaman dia manggil-manggil Mbak Anis terus."

"Lebay, ah."

"Serius, Mbak."

"Bukan kamu yang lebay. Itu Mas Bram yang lebay," sahutku kesal.

"Kalian sama. Pantes berjodoh," ujarnya ketus.

"Lhaaa... kok jadi gitu analisanya. Bentar-bentar, mana orangnya? Coba kasih ponselnya ama dia."

Beberapa saat kudengar sedikit perdebatan di seberang, sebelum ....

"Anisa. Sayang, maafin Mas, ya?"

"Assalamualaikum, Mas."

"Waalaikumsalam."

"Nah, gitu dong. Saat bertemu, salam dulu, baru ngomong yang lain."

"Siap Bu Boss. Maafin Mas, ya?"

"Hahaha, bangun dulu. Sudah shalat subuh belum?"

"Sudah Sayang."

"Sudah sarapan?"

"Ga selera makan. Bilang dulu kalau kamu nggak marah lagi ama aku."

"Iya. Aku ga marah lagi, kok. Maafin Anis juga."

"Nggak. Kamu nggak salah. Kamu berhak marah. Aku sebenarnya sedikit senang kalau kamu marah, berarti kamu cemburu, kan? Dan itu berarti kamu sayang ama aku, kan?"

"Huek!" Kudengar suara orang seperti muntah dari seberang. "Auuwww!! Mas Bram. Sakit!!"

"Sana, sana. Gangguin aja."

Dua Hati [Complete]Where stories live. Discover now