Prologue

6.8K 552 93
                                    

Bunyi lonceng gereja raksasa terdengar mengema di segala penjuru, menandakan waktu beranjak dan sudah memasuki tengah malam. Malam itu semakin larut, hembusan udara dingin seakan menusuk tulang. Namun sang pastur masih setia melipat tangan di depan dada dan memejamkan kedua matanya erat.

Tiada seorang pun yang masih berada dalam gereja itu, dia benar-benar hanya seorang diri. Kesunyian menyapa ruangan itu, bahkan suara bising yang di timbulkan oleh burung gagak di luar sana sama sekali tak membuat dirinya terganggu.

".. dan semoga setiap manusia di hindarkan dari segala macam mara bahaya dan kesukaran. Biarlah tiap-tiap mereka menemukan kedamaian dalam hidupnya. Terima kasih Tuhan atas segala perbuatan tanganMu. Amen."

Dan kedua mata itu terbuka lalu tertuju ke arah mimbar besar. Iris hitam jernih itu terpaku pada pemandangan sosok di depannya.

Ada sesosok makhluk, laki-laki, dia berpakaian serba hitam lengkap dengan mantel kulit mewahnya yang panjang. Seringai menghiasi wajahnya, dan matanya yang tertimpa sinar rembulan dari kaca jendela nampak berkilau-kilau, iris itu berwarna merah serupa kesumba. Taring putih yang nampak begitu tajam menyembul dari bibirnya.

"Selamat malam, Father Seokjin." sapanya ramah, senyum terus tersungging di wajahnya selagi ia masih betah berlama-lama mendudukkan pantatnya di atas mimbar itu. Salah satu kakinya yang panjang terlipat di atas kakinya yang lain.

Sang pastur hanya memandangnya datar, sama sekali tak nampak rasa keterkejutan atau kegelisahan sama sekali disana. Ia masih tetap berada di posisinya sedari tadi, duduk di salah satu kursi kayu panjang.

Pria asing itu mulai turun dari mimbar dan menapakkan kakinya di lantai berubin dingin. Ia membawa kedua kakinya itu mendekat ke arah si lawan bicaranya yang sedari tadi memilih diam.

"Kenapa kau mendiamiku, Father? Bukankah tempat ini menerima kehadiran siapa saja?" tanyanya sendu ketika sudah berhadapan dengan si lawan bicara. Ia menundukkan sedikit wajahnya.

Sang pastur menengadahkan kepalanya ke atas, tatapannya tak gentar sama sekali, "Apa kau datang kemari untuk berdoa?" tanyanya balik, matanya memandang setiap pergerakan si lelaki di depannya.

Si pria asing mendengus, senyum lebarnya merekah, membuat kedua lesung pipinya muncul tanpa bisa di cegah, "Berdoa? Kepada siapa aku harus berdoa, Father?" tanyanya sambil menyisiri rambutnya pelan. Tatapan mata Seokjin terpaku pada bagaimana jemari panjang pria itu bergerak pada setiap helai rambut kelamnya sendiri.

"Tentu saja kepada Tuhan." balas Seokjin.

Seringai menyebalkan semakin nampak di wajah pria asing, "Apakah aku layak untuk berdoa kepadaNya? Makhluk penuh dosa sepertiku ini?" tanyanya sembari bergerak untuk duduk di samping sang pastur. Dengan santai, ia menempatkan diri disana.

Iris hitam Seokjin mengikuti pergerakannya, tatapannya begitu tajam dan awas, "Tentu. Semua makhluk dapat datang kepadaNya. Bertobatlah, Tuhan selalu dapat mengampuni siapa saja."

Si pria berbaju serba hitam menolehkan kepalanya ke samping, mata merahnya memandang lawan bicaranya lekat, "Apakah dengan bertobat, Ia akan mengabulkan apa yang aku minta?"

Sang pastur mengambil nafas sejenak sebelum kembali berbicara, "Tuhan selalu menjawab setiap doa. Dia pasti akan menjawabnya, entah itu besok, lusa atau minggu-minggu yang akan datang. Tuhan punya waktuNya sendiri untuk menjawab kerinduan hatimu." balasnya pelan, ia mulai bangkit dari duduknya dan berjalan perlahan ke depan mimbar.

Sepasang mata merah mengikuti pergerakan lelaki itu, "Kurasa Tuhan tidak akan pernah mau mengabulkan keinginanku, sampai kapan pun, Ia tidak akan pernah mengabulkannya." katanya sendu, terdapat nada sedih dan pilu yang terselip di dalamnya.

Sang pastur yang tadinya tenggelam dalam pikirannya sendiri, lantas berbalik badan mendengar pernyataan dari pria itu, "Mengapa kau berpikir seperti itu? Mengapa kau tidak percaya kepadaNya?" tuntutnya tajam, raut wajahnya nampak mengeras.

Pria berbaju hitam bangkit berdiri dari posisinya, kemudian melangkahkan kaki ke depan, tepat ke arah dimana pastur itu berdiri. Ia menggelengkan kepalanya kasar, lalu tersenyum sedih, "Tuhan selamanya tak akan pernah memaafkanku."

"Sebesar apa pun dosa-dosa yang telah kau perbuat, kau bisa bertobat dan mulai belajar untuk kembali ke jalan yang benar. Tuhan selalu menyediakan kasih sayangNya untukmu." sambar Seokjin cepat, tangannya mengepal kuat.

"Tidak," ucap si pria bermata merah sendu, "Tuhan tak akan pernah mau memaafkanku, apalagi mendengarkan doaku. Ia tidak akan pernah bisa mengampuni diriku," sebelah tangannya terulur ke depan, ia menangkup pipi Seokjin lembut, "karena aku menginginkan milikNya yang sedang berada dihadapanku ini untuk menjadi kepunyaanku seutuhnya."

.
.

~To Be Continued~
29 April 2019

Note:
? 😳
Apaan ini? Aneh? Tema pasaran? Yauda deh :v

Baru prolog aja si, jadinya pendek banget. Mau liat juga ada yang minat apa kaga 🤧

Bentar lagi Guardian bakal tamat dan mungkin work ini bakal jadi salah satu pengantinya :)

Jadi, apakah readers sekalian tertarik? :" Tolong berikan reviewnya~

TABOO - NamJinWhere stories live. Discover now