-15-

1.9K 351 127
                                    

"Seokjin.."

Suara itu. Suara lemah lembut yang sudah lama sekali tidak ia dengar kini tengah memanggil-manggil namanya. Lagi dan lagi. Alunan nada suara itu merangkak mendekat secara perlahan, dan membelai sekujur tubuhnya dengan gerakan yang sangat tak di sangka-sangka.

Seokjin gelisah. Ia kesulitan mengambil udara. Kepalanya terasa nyeri, punggungnya panas membara. Suara itu kembali memanggil namanya, seolah-olah tengah berusaha membangunkannya dari sebuah mimpi tak berujung. Dan demi apapun, ia sangat membenci suara itu.

Dengan ragu, Seokjin membuka kedua matanya perlahan. Ia menemukan dirinya sedang berada di dalam sebuah ruangan dengan pencahayaan remang-remang yang di dominasi oleh warna hitam dan merah darah. Ia sedang terduduk di sebuah sofa mewah yang terletak di tengah-tengah ruangan ini. Sial, memang sudah terasa begitu lama sekali, tapi jelas, dia sangat mengenali tempat ini.

"Seokjin, apa kabarmu?" tanya seorang wanita muda yang kini sedang berdiri tepat di hadapannya. Senyum kecil terlukis di bibirnya yang berpoleskan lipstick merah tua.

Seokjin menggigit bibirnya gugup. Sial, apa ia sedang bermimpi? Jika iya, dia harus segera melarikan diri dari sini.

Sang wanita terkikik kecil melihat raut wajah Seokjin yang menurutnya sangatlah lucu, "Ini bukanlah mimpi, sayang. Ini benar-benar aku. Kau tidak melupakanku, kan?" ucapnya seolah bisa mendengarkan isi kepala Seokjin.

Kemudian wanita itu melipat kedua tangannya di belakang punggung. Rambut panjangnya yang bergelombang ikut bergerak ketika ia melakukan hal itu, "Seokjin sayang, maafkan aku, tapi segala usahamu harus terhenti sampai disini. Kau harus segera sadar bahwa kau takkan pernah bisa menyembunyikanku. Sekuat apa pun kau berupaya untuk menyangkalku, aku akan tetap ada. Dan kau, takkan pernah bisa menyingkirkanku." ucap wanita itu sambil terus melempar senyum kecil padanya.

Seokjin menatap nyalang sepasang mata kuning keemasan berkilau yang kini sedang memandangnya penuh minat. Sepasang mata tajam dan mengerikan itu seolah memancarkan segala macam rasa takut dan kesakitan, membuat bulu kuduknya bergetar. Demi apapun, Seokjin tak ingin melihat mata itu lagi, untuk selamanya.

Sang wanita mulai bergerak maju mendekati Seokjin, membuat pemuda yang sedang duduk itu meningkatkan segala kewaspadaannya berkali-kali lipat.

"Jangan mencoba untuk mendekatiku. Diam dan tetaplah pada tempatmu." geram Seokjin kepayahan. Kedua tangannya mengepal erat. Atmosfir yang berputar-putar di tempat ini terasa menyesakkan rongga dadanya, membuat paru-parunya seakan menyempit dan tercekik. Sontak saja, ia kembali memejamkan kedua matanya.

Terdengar suara kikikan gemas yang muncul dari bibir wanita itu. Ia terkekeh puas melihat kebimbangan hati Seokjin. Walau tanpa melihat pun, sang pastur muda tahu jika wanita itu pasti sedang menyunggingkan senyum penuh kemenangan saat ini.

"Mengapa kau sangat keras kepala? Mengapa kau tidak mau menerima keberadaanku, Seokjin? Bukankah aku sangat menyayangimu? Tidak ada yang menyayangimu sebesar aku. Kau harus tahu itu, Seokjin." ucapnya dengan nada sedih, membuat dahi Seokjin mengernyit parah.

"Kau hanya memilikiku saja di dunia ini. Begitu pun aku, aku hanya memilikimu. Bahkan kedua orang tuamu juga tidak menginginkanmu, kan? Kita ini sama. Aku sangat paham bagaimana perasaanmu, Seokjin." timpal wanita itu sembari mulai melangkahkan kakinya untuk mendekati Seokjin.

"Tolong hentikan semua perkataanmu itu. Diamlah disana, jangan mendekatiku. Jangan kembali berbuat ulah. Aku memperingatkanmu." ancam Seokjin sembari tetap memejamkan kedua matanya erat-erat.

Sang wanita berhenti sejenak, wajahnya yang cantik jelita di rundung kepedihan kala Seokjin berbicara seperti itu. "Mengapa aku tidak boleh mendekatimu? Aku hanya ingin memberikanmu sebuah pelukan saja. Bukankah sudah lama sekali aku tidak melakukannya?" ucapnya lirih, begitu pelan bagai bisikan.

TABOO - NamJinWhere stories live. Discover now