-1-

3.4K 468 51
                                    

"Tuhan membenciku. Ia melaknat diriku, karena aku ingin merebut milikNya untuk menjadi kepunyaanku sendiri." ucap sosok itu pelan. Iris ruby nya tak jemu-jemu memandang setiap jengkal wajah sang pastur, menatapnya dengan tatapan memuja. Sebelah tangannya masih setia membelai pipi itu lembut.

Seokjin menatap pria itu lekat, matanya memicing tajam. Ia terdiam seribu bahasa, hanya keheningan sajalah yang menyapa mereka berdua.

Seokjin melirik tangan kurang ajar itu dengan sudut matanya. Merasa luar biasa jengah, sang pastur menampik kasar tangan besar yang sedari tadi mengusap-usap wajahnya. "Kau pikir, apa yang sedang kau lakukan?" tanyanya dingin, pandangan tajamnya tak lepas dari sosok misterius itu.

Si pria asing sedikit tersentak dengan perbuatan sang pastur, jelas sekali dirinya sedang tenggelam dalam kegiatannya tadi. Ia tersenyum kecil, sepasang lesung pipi menyembul malu-malu ketika ia melakukan itu, "Aku sedang mengagumi keindahan wajahmu, Father." balasnya lembut, matanya menatap lawan bicaranya sendu.

"Hentikan itu!" bentak Seokjin kencang, amarah merasuki dirinya, menggerogoti jiwanya, "Hentikan semua perbuatan lancangmu terhadapku." ucapnya ketus, matanya memandang sosok itu tajam.

Si pria misterius tersenyum miris. Selama ini, ia memang sadar kalau dirinya hanyalah sesosok makhluk dingin tanpa perasaan. Namun ketika Seokjin membentaknya sedemikian rupa seperti tadi, ia merasakan nyeri dan pilu bercokol di dalam relung dadanya.

Dan dalam kehidupannya yang begitu panjang dan membosankan ini, ia bahkan tak pernah tau dirinya bisa merasakan hal melankolis semacam itu. Tidak, sampai ia bertemu dengan sosok di hadapannya ini, satu minggu yang lalu.

"Katakan, apa sebenarnya maumu? Karena aku benar-benar tidak dapat memahami semua maksudmu." tanya Seokjin pelan. Ia mengambil nafas panjang, nampak berusaha menenangkan dirinya sendiri.

Si pria asing menatapnya sendu, raut wajahnya terlihat begitu sedih dan itu membuat sang pastur semakin bingung, "Aku hanya ingin mengunjungimu, Seokjin."

Sang pastur tidak akan bertanya mengapa orang asing ini mengetahui namanya. Ia satu-satunya pastur yang ada di desa terpencil ini, tentu saja semua orang disekitar sini mengenalinya. Lantas, siapa pria ini? Apa keinginannya yang sesungguhnya?

Pria itu masih terus menatapnya dengan sorot mata sayu, sarat akan kepedihan, "Apa kau tidak mengingatku sama sekali? Namaku Kim Namjoon, dan kita bertemu satu minggu yang lalu." balasnya getir, seakan-akan Seokjin sudah menonjok mukanya dengan kencang berkali-kali.

Seokjin mengernyit, dahinya berkerut, ia nampak berpikir keras saat ini. Namjoon? Satu minggu yang lalu? Apa benar ia memang sudah pernah bertemu pria ini? Jika memang iya, mengapa ia cepat sekali lupa?

Terdengar dengusan kecil dari si pria asing, "Kita bertemu di hutan belakang gereja. Waktu itu aku menghampirimu dan tanganmu terluka cukup dalam karena tergores ranting pohon yang tajam," katanya lagi, seolah dapat menebak isi pikiran sang pastur.

Seokjin yang mendengar penuturan itu tersentak kecil, matanya menerawang jauh. Ia mundur beberapa langkah ke belakang, entah mengapa saat ini ia membutuhkan sedikit jarak dari si pria asing, "Sungguh?" tanyanya tak yakin, "Mungkin benar. Mungkin kita memang pernah bertemu sebelumnya."

Namjoon yang melihat reaksi Seokjin hanya mampu tersenyum sedih. Ternyata benar, pemuda itu sudah melupakannya. Mungkin memang Namjoon sama sekali tak begitu penting baginya untuk di ingat.

Memang benar, sewaktu ia bertemu dengan Seokjin untuk pertama kalinya, itu bukanlah sebuah pertemuan yang cukup bisa membuat pemuda itu terkesan. Namjoon sendiri sedang dalam perjalanannya untuk pergi berburu. Mencoba mencari dan mengendusi aroma darah manusia yang bisa menghilangkan sedikit saja dahaganya.

TABOO - NamJinWhere stories live. Discover now