-8-

1.9K 370 34
                                    

Hawa panas yang menggantung pada langit di siang hari kian terasa memusingkan. Suhu ruangan meningkat drastis, menyisakan pengap mencekik leher yang mampu menyempitkan rongga paru-paru. Bunyi detik jarum jam yang tak berkesudahan semakin membuat pikirannya menggila.

Bulir-bulir peluh mengaliri permukaan kulit, meninggalkan jejak-jejak pilu akan keputusasaan. Nafasnya yang tercekat menimbulkan suara desisan pedih yang menyayat hati.

Kepalanya berdenyut hebat, membuat segala hal yang berada di sekitarnya berputar-putar tak karuan hingga ia mampu merasakan lambungnya kian teraduk-aduk. Telinganya berdenging, gaung dari gema suara asing yang sarat akan godaan terus menerus membisiki jiwa kecilnya yang rapuh.

Derit pintu kayu besar memecahkan keheningan abadi pada ruangan itu. Dari balik daun pintu, muncul seorang lelaki pucat bersurai abu-abu. Ia melangkah memasuki ruangan dengan gerakan yang sangat hati-hati. Dalam genggaman tangannya, terdapat satu gelas besar yang berisi cairan merah kental.

"Namjoon, cepat, minumlah ini." ucap Yoongi pelan. Ia melangkah menuju sudut ruangan, dimana Namjoon sedang duduk di atas lantai dingin dan menenggelamkan kepalanya sendiri di kedua lipatan kakinya yang panjang.

Tidak ada sahutan. Pria itu masih betah berlama-lama meringkuk di ujung sana. Yoongi menghela nafas, ia berjongkok dan memegang bahu Namjoon kemudian mengusapnya pelan.

"Kumohon, jangan seperti ini. Aku sudah mencarikanmu darah manusia yang lain. Kali ini, kau pasti bisa menelannya. Sekarang minumlah." bujuknya lagi sembari menyodorkan gelas besar yang di bawanya sedari tadi.

Desah nafas Namjoon semakin terdengar memburu. Kepalanya sakit dan berkunang-kunang. Tenggorokannya sangat kering, belum di basahi apa pun selama satu minggu penuh, membuat kewarasannya yang memang tinggal sedikit bisa menguap kapan saja.

Dadanya kian sesak, keringat dingin mengaliri pelipisnya. Tangannya bergetar lemah. Ia haus. Ia lapar. Apa pun itu. Sudah empat hari berturut-turut ia mengurung diri di kamarnya.

Namjoon kelaparan. Ia butuh darah untuk mempertahankan kesadaran. Namun ia takkan pernah mau kembali berburu di luar sana. Ia sudah berjanji kepada Seokjin. Dan ia tak mau mengingkari janji mereka.

Namun iblis haus darah yang bersemayam dalam tubuhnya terus berteriak meminta asupan makanan. Sudah berhari-hari pula ia merasakan derita yang amat sangat hingga membuat Yoongi semakin khawatir padanya.

Pria itu memaksanya minum darah manusia buruannya yang entah di perolehnya dari mana. Tapi Namjoon selalu memuntahkannya. Lambung malangnya tak bisa menerima semua cairan kental itu.

Ketika darah itu mengaliri tenggorokannya, rasa mual yang amat sangat menyerangnya bertubi-tubi. Lalu secara refleks, perutnya menolak keras liquid itu dan langsung mendorongnya keluar dengan cepat. Ia memuntahkannya, memuntahkan setiap tetes darah yang di bawa Yoongi ke hadapannya. Selalu seperti ini, setiap harinya.

Membuat tubuh Namjoon yang di liputi dahaga semakin terasa lemah dan sakit. Mungkin benar, ia sudah kecanduan akan darah murni sang pastur muda dan takkan pernah bisa meminum darah mana pun lagi seumur hidupnya.

Dan Namjoon sudah memikirkan itu sepanjang waktu. Selama ia mengurung diri, benaknya terus terlempar mengenang waktu yang sudah di laluinya satu minggu ke belakang ini.

Satu minggu yang penuh dengan siksaan dan penderitaan. Ia rindu Seokjin, ia rindu kehangatan yang berasal dari telapak tangan pemuda itu.

Namjoon bahkan sempat berpikir untuk kabur dari jendela kamarnya dan berlari menuju gereja dimana Seokjin tinggal, menubruknya lalu langsung membenamkan diri ke dalam kehangatan dan kelembutan tubuh pemuda itu. Namun dengan cepat pula, ia menyadari sesuatu lalu segera menampar keras wajahnya sendiri.

TABOO - NamJinWhere stories live. Discover now