-6-

2.1K 403 40
                                    

"La-lain kali?"

Seokjin menatap Namjoon tak percaya, ia memutar kedua bola matanya. Pastur muda itu memandangi Namjoon seolah pria itu baru saja menanggalkan seluruh pakaiannya dan bertelanjang ria di depan matanya.

Seokjin menghela nafas lelah, "Tentu saja," jawabnya jengah, "Apa dengan meminum darahku tadi kau bisa menahan rasa laparmu sampai selamanya?" tanyanya sarkastis.

Namjoon menggigit bibir bawahnya kikuk. Tentu saja tidak. Paling lama ia bisa bertahan selama satu minggu dan setelah itu dia pasti mengalami kelaparan yang hebat lagi. Ia tak yakin bagaimana harus mengatakan hal itu kepada Seokjin. Bukankah sangat tidak sopan jika ia langsung mengatakan bahwa ia membutuhkan darah pemuda itu agar tetap bisa mempertahankan kewarasannya?

Tapi Namjoon sadar, dia memang sudah lancang sejak awal. Mana ada orang yang belum berkenalan secara jelas memegang-megang pipi lawan bicaranya sembarangan. Bahkan ia ingat tadi dia sempat menjilat leher jenjang Seokjin.

Ah, rasa leher Seokjin. Seingatnya, permukaan kulit putih itu begitu halus dan kenyal. Bahkan ia masih bisa merasakan kelembutan kulit itu di ujung lidahnya. Namjoon meneguk ludahnya lamat-lamat. Ia menggelengkan kepalanya pelan. Jika di teruskan, pikiran kotornya akan menjalar kemana-mana dan itu sangatlah berbahaya.

"Aku jarang sekali bepergian. Kau bisa menemuiku disini jika sedang lapar," ucap Seokjin sembari menatap mata merah Namjoon, "Aku yakin kau tahu dimana bisa menemuiku, Namjoon."

Saat ini, Namjoon merasa dirinya begitu bodoh. Kenapa tiba-tiba Seokjin dan dirinya saling terkait satu sama lain seperti ini? Dan Seokjin nampak tak keberatan jika dia datang dan menghisap darahnya kembali.

"Hei," tegur sang pastur, "Jangan berpikiran yang macam-macam. Bukankah sudah ku katakan, aku melakukan ini untuk Tuhanku." ucap Seokjin lagi, kali ini sambil membuang mukanya ke samping dan melipat kedua tangannya di depan dada.

Namjoon tersenyum kikuk, "Baiklah, Father. Aku mengerti."

Seokjin kembali memfokuskan pandangannya kepada vampire di hadapannya itu. "Kau harus selalu ingat akan janjimu, Namjoon. Dan jangan pernah mencoba untuk mengingkarinya."

Namjoon mengangguk pelan, ia balas menatap iris kelam Seokjin lama. Namjoon tak tahu setan macam apalagi yang sedang merasuki pikirannya saat ini. Mengapa saat melihat wajah Seokjin, ia terus-terusan berpikiran kotor mengenai pemuda itu?

Otak brengseknya terus membayangkan tubuh putih Seokjin terpampang di hadapannya dan tanpa busana apapun. Namjoon berdecak, kenapa pikirannya terus memberikan gambaran vulgar tentang pemuda itu, membuatnya jadi selalu ingin melecehkan Seokjin.

Seokjin yang selalu taat kepada Tuhannya. Seokjin yang begitu murni dan polos. Seokjin yang teramat suci. Seokjin yang bahkan mungkin tak pernah tahu apa itu seks yang membara dan mengairahkan selama hidupnya. Seokjin yang seorang virgin. Oh, fuck. Ini tidak baik. Namjoon ingin mendaratkan tangannya pada setiap jengkal tubuh indah itu lalu menandainya, menodainya, dan menjerumuskannya ke dalam lumpur dosa.

"Kau berjanji kepadaku, kan?" tanya Seokjin membuyarkan lamunan tak terkendali Namjoon. Pria itu sedikit terkesiap, membuat Seokjin sedikit mengernyitkan dahi.

"Ah, iya, Father. Aku berjanji kepadamu." jawabnya cepat, kemudian berusaha sekeras mungkin untuk menormalkan perubahan wajahnya saat ini.

Tiba-tiba Seokjin bergerak mendekatinya dan tersenyum. Ia menyodorkan jari manisnya ke hadapan Namjoon, "Janji?"

Namjoon memandangi jari itu seperti orang bodoh. Ia sama sekali tak mengerti apa yang harus di lakukannya saat ini. Bagaimana ini? Dia harus merespons seperti apa?

TABOO - NamJinWhere stories live. Discover now