-27-

2.2K 297 81
                                    


.
.

My heart says one thing. My head says another.
I felt so much, that I started to feel nothing. I've been thinking to much.

Help me.

.
.


Ribuan tetes hujan turun membasahi bumi. Buliran titik-titik air itu jatuh dan mengaliri permukaan tanah disana, membuatnya semakin gembur dan becek.

Puluhan suara kilat diatas langit juga turut meramaikan suasana mencekam di tempat itu. Kabut pekat nan tebal menyebar dan hilir mudik kesana kemari, menambah kesan mistis sekaligus menyedihkan disekitar lokasi pemakaman tersebut.

Sepasang mata kelamnya menatap sendu tanah basah berhiaskan sebuah batu nisan yang masih baru dihadapannya. Genggaman tangan ringkihnya pada setangkai bunga lily putih mengerat. Ia tak tahu apa nama dari perasaan tak nyaman yang terus bercokol di dalam relung dadanya saat ini.

Suara-suara bising dibalik punggungnya mulai mencapai indera pendengarannya. Suara itu kian bergema dalam pikirannya—timbul-tenggelam terus menerus—membuat kepalanya berat dan terasa nyeri.

"Kasihan sekali ya. Mengapa Father Jung memunggut anak sialan seperti itu? Bukankah semenjak anak iblis itu diambil dari penampungan, Father Jung jadi sering terkena musibah?"

"Kau benar. Father Jung terlalu baik. Namun tidak seharusnya beliau mengeluarkan anak setan itu dari sana dan memberikannya kebebasan. Ia semestinya tetap dikurung di tempat itu seumur hidupnya dan berteman dengan kegelapan. Ya, lebih baik seperti itu."

"Gara-gara dia, Father Jung harus menderita dan mengalami nasib buruk seperti ini. Kalau tidak karena menolong nyawanya, Father tidak akan terbujur kaku dibawah tanah seperti sekarang ini. Kasihan sekali Hoseok, ayahnya yang sangat baik itu harus meninggal gara-gara menyelamatkan si anak iblis terkutuk."

"Hoseok pasti sangat sedih sekali saat ini. Kasihan anak itu. Sekarang, ia harus tinggal berdua saja dengan si anak sialan yang dipungut oleh ayahnya."

"Ck, lagipula, kenapa Father Jung tidak membiarkan saja anak sialan itu mati dan menemui ajalnya? Mengapa pula Father mengorbankan nyawanya sendiri dan menolong anak itu? Karena jika tidak, bukankah anak bodoh itulah yang akan terbaring didalam tanah saat ini? Benar, kan?"

"Ya, tepat sekali. Dialah yang akan mati dan kita semua akan terbebas dari segala macam bentuk kesialan dan marabahaya. Ah, aku jadi ingin sekali mencekik lehernya. Aku ingin menuntutnya. Ialah yang seharusnya mati dan enyah dari muka bumi ini, bukannya Father Jung!"

"Akupun ingin sekali melenyapkan eksistensinya saat ini. Dia sudah seperti biang kesialan dan sumber segala kutuk yang menyebarkan pandemik mengerikan dimana-mana. Aku takkan pernah membiarkan anak-anakku mendekatinya."

"Jangan! Jangan sampai keluarga kita mendekati anak iblis itu. Kita bisa tertular ketidakberuntungan dan kematian, seperti yang telah dialami oleh Father Jung!"

Ia berusaha keras mengabaikan semua kicauan demi kicauan benci para pelayat yang sedari tadi ditujukan kepadanya. Kedua matanya terpejam erat, membuat setetes air mata jatuh membasahi pipinya, melebur bersama dengan tetesan air hujan yang mengguyuri tubuhnya.

Mengapa hatinya begitu sakit?
Mengapa lidahnya terasa begitu kelu?
Mengapa ia tak bisa berbuat apa-apa?
Mengapa ia hanya mampu diam disaat semua orang itu mencemooh hidupnya?

TABOO - NamJinWhere stories live. Discover now