-5-

2.1K 433 81
                                    

Tubuh Namjoon membeku, ia terdiam layaknya seonggok patung Moai yang berdiri kokoh menghiasi Pulau Paskah. Matanya tertuju pada iris gelap Seokjin, dan bibirnya terkatup rapat.

Namun dapat dengan jelas dirasakannya sebuah aliran hangat mulai menjalari tubuhnya yang dingin. Sensasi menyenangkan itu tentu saja berasal dari jari telunjuk Seokjin yang bertengger nyaman di depan bibirnya.

Sang pastur menatap Namjoon lekat, kemudian tersenyum kecil, "Apa yang kau tunggu? Bukankah kau tadi bilang padaku bahwa kau belum makan selama satu minggu?" Dahi Seokjin mengerut, namun ia malah menyunggingkan sebuah senyum geli melihat kediaman pria di hadapannya itu.

Namjoon meneguk ludahnya dengan sulit, dadanya berdetak kencang tak karuan, darah dalam tubuhnya berdesir deras. Rasa hangat yang sangat nyaman dari jari telunjuk itu terus menyebar ke setiap permukaan tubuhnya dan membuat akal sehatnya menguap begitu saja. Ia pasti nampak seperti orang bodoh saat ini.

Seokjin tiba-tiba mengambil kembali jemarinya dan menghembuskan nafas panjang. Namjoon sedikit tersentak dengan perbuatannya itu, kemudian menggeleng pelan, "Entahlah, Father. Aku sangat berterima kasih atas kebaikan hatimu. Kau bahkan berkenan mengasihani keadaanku yang menyedihkan ini. Namun aku sungguh tak bisa menerima sesuatu yang berharga darimu itu dengan cara seperti ini." ucap Namjoon sedih, terlukis kepahitan di raut wajahnya.

Seokjin berdecak dan kembali menatap Namjoon dalam, "Dengar, aku melakukan hal ini, bukan karena mengasihani dirimu," balasnya sembari mengacak rambutnya asal, "Aku melakukan ini karena tidak mau kau berkeliaran dan memangsa manusia tak bersalah diluar sana."

Seokjin menghela nafas lelah, "Walau aku tak bisa menghentikan semua kaummu untuk menyakiti manusia, setidaknya aku sudah berusaha menguranginya dengan menghentikanmu," ucapnya lagi, "Aku melakukan semua ini untuk Tuhanku. Dan aku hanya berusaha melindungi makhluk ciptaanNya, dari ancaman maut yang menanti mereka karena taring tajammu itu."

Namjoon hanya diam tak bergerak. Kepalanya tiba-tiba pusing, tenggorokannya kian memanas, iris kemerahannya mulai berkilat-kilat lagi. Tidak, ini tidak boleh terjadi sekarang. Ia dapat merasakan rasa sakit akan haus darah kembali datang tiba-tiba dan mulai menggerogoti jiwanya.

Seokjin memandang Namjoon dengan tatapan awas, ia paham benar apa yang sedang terjadi pada pria itu. "Kenapa kau sangat bebal, Namjoon? Sebenarnya kepalamu itu terbuat dari apa?" seru Seokjin kesal, nada bicaranya bahkan sedikit meninggi. Pastur muda itu dengan sigap mendekati si vampire yang nampak kepayahan mengendalikan dirinya sendiri.

Seokjin segara menggulung lengan pakaiannya yang panjang itu, hingga nampaklah lengan putih mulus tanpa cela yang kini terpampang di hadapan Namjoon. Iris ruby nya semakin berkilat-kilat, dahaganya yang tak terpuaskan itu semakin menjadi-jadi, rasa laparnya sudah berada di ujung tanduk.

Sang pastur menyodorkan lengan kirinya di depan wajah pria itu. "Kau harus makan sekarang juga. Aku tak yakin bisa mengatasimu seorang diri jika kau kembali mengamuk seperti tadi," ucap Seokjin pelan, wajahnya nampak gelisah. Ia terus memandangi sosok vampire itu.

Namjoon sudah hampir kehilangan seluruh kendali diri saat ini. Tapi ia tetap berusaha berpegang pada sisa-sisa kewarasannya yang memang hanya tinggal sedikit itu. "Father.. Aku tak tahu apakah ini adalah sesuatu hal yang benar." lirihnya pelan dengan suara yang nyaris tercekat di kerongkongan.

Seokjin berdecak lagi, "Tidak, Namjoon. Tentu saja tidak. Semua ini jelas sangat jauh dari kata benar. Kau dan aku bahkan paham sekali akan hal itu," Ia memutar kedua bola matanya malas.

"Lantas apa kau punya ide lebih baik lagi dari ini?" tanya Seokjin jengah, air mukanya bahkan sudah tak karuan saat ini. Ia terus menyodorkan tangannya ke wajah Namjoon, membuat pria itu semakin kesulitan untuk menahan diri.

TABOO - NamJinWhere stories live. Discover now