Hardian - Ayah...

16.8K 3.1K 926
                                    

Gemerisik tak beraturan akibat air hujan yang membentur atap bis membuat detak jantung laki-laki itu turut. Kaca transparan di sampingnya perlahan memutih, diselimuti embun. Sama seperti hatinya yang kalut akan rasa takut.

Bibir mungil dengan warna kebiruan serta luka kecil di tepinya itu tak ada hentinya berkomat-kamit, antara menahan dingin yang sudah menusuk iga dan memohon supaya jalanan di depan nanti tidak padat merayap, apalagi macet.

Jangan macet, atau dia akan telat sampai rumah.

Di sela acara komat-kamit, perlahan pandangannya terhenti pada jendela yang sudah bewarna putih sepenuhnya, membuatnya tak bisa melihat kehidupan di luar. Pikiran laki-laki itu mengawang.

Kenapa tadi gue bohong?

Perihal Hardi yang memberitahu ayahnya kalau ia ada di warung dekat rumah tentu ia berbohong. Tempat tongkrongannya bahkan baru bisa dijangkau menggunakan bis Kopaja.

Kepala Hardi menggeleng, membuat air yang masih melekat pada rambutnya muncrat sana-sini. Ia menepis pemikirannya tadi.

Kalau ia berkata jujur tadi, mungkin malah lebih salah. Tapi berbohong seperti ini juga salah.

Hardi bingung. Jemari yang bergetar itu mulai memijat pelipis, mencoba meredakan reaksi berupa pusing akibat hujan-hujanan.

Laki-laki itu terperanjat tatkala ponsel di genggamannya berdering, lebih terkejut lagi saat melihat kontak bernama "Ayah" di sana.

Hal itu membuat kepalanya tambah bereaksi, menimbulkan pening extra bak dipukul dengan palu.

Ia harus bagaimana?

Ia baru menempuh setengah perjalanan. Sampai depan gang 10 menit, lalu jalan masuk sekitar 5 menit. Jadi harus sekitar 15 menit tuk sampai ke rumah.

Angkat gak ya?

Ponsel terus berdering. Namun beberapa detik kemudian senyap kembali.

"Pak, bisa cepetan sedikit, nggak?" teriak Hardi pada Pak Supir yang hanya menjadi udara. Tak didengarkan.

"Jangan macet... jangan macet...," racaunya sesekali menggigit bibir bawah kencang. Hingga ia sendiri tak tahu kalau bibirnya itu sudah sedikit berdarah karena saking kencangnya.

'Ciit!'

"Ah elah. Sial mulu gue perasaan," rutuknya saat bis berhenti berjalan karena macet yang menghadang.

Tanpa ragu, Hardi berjalan menuju pintu depan Kopaja dan membayar ongkosnya pada kenek. Ia turun dari bis dan langsung disambut dengan guyuran air yang sangat deras.

"YA ALLAH... SEKALI AJA BERPIHAK SAMA HARDI BISA NGGAK SIH? HUHUHU."

Hardi menengadahkan tangannya, cukup putus asa atas hal yang menimpanya hari ini.

Tetapi getaran pada saku celananya kembali menyadarkan lelaki itu.

Nggak usah dicek lagi, pasti Ayah yang nelepon.

Buru-buru ia berlari menelusuri trotoar tanpa sehelai kain pun yang menutupi atas kepalanya. Berusaha melindungi pakai jemari pun tidak.

youth | nct dream ✔Where stories live. Discover now