Raanan - Martabat...

9.2K 2K 257
                                    

Jemari itu dengan lembut mengusap surai yang lembap dengan handuk. Berusaha mengeringkannya.

Kedua nayanika menatap afeksi pada cermin di hadapan. Menampilkan dirinya yang sudah dibalut dengan kaos dan celana santai. Pakaiannya saja yang santai, keadaan tubuhnya tidak.

Kantung mata hitam yang kentara. Memperjelas kalau ia kurang istirahat, apalagi tidur.

Setelah puas menatap sosok pada cermin, kemudian ia meraih knop dan membuka pintu.

Namun langsung berjengit kaget melihat eksistensi yang sudah berdiri di hadapan beserta setelan jas pada genggaman.

"Kenapa, Bi?"

Orang yang dipanggil 'Bi' itu tersenyum, lalu menyodorkan setelan jas pada Raanan yang posisinya masih berdiri di dalam kamar mandi.

"Den Raanan disuruh pakai baju ini, Nyonya sama Tuan ada pertemuan."

Raanan mengernyit. "Lagi?"

"Iya, Den. Katanya yang ini penting banget, jadi Den Raanan harus ikut lagi."

Laki-laki bertubuh mungil itu menghela napas panjang.

Lagi? Baru kemarin dia memakai setelan jas dan berusaha bersikap kelewat sopan di hadapan orang asing.

Dan sekarang dia harus kayak gitu lagi? Ck.

"Cepat, Den. Kata Nyonya acaranya jam tujuh."

Obsidian melirik jam dinding yang terpasang sebelum menyambut setelan jas tadi.

"Yaudah makasih, Bi."

"Iya, Den."

"Eh, Bi," interupsinya, membuat bahu lelah itu kembali mengubah arah.

"Kenapa, Den?"

"Saya ke sana naik mobil? Sendiri lagi?"

"Iya, Den."

"Oke."

Dan pada akhirnya bahu lelah itu benar-benar menghilang dari pandangan.

Untuk kesekian kalinya, Raanan menghela napas.

Menarik kedua sisi bibir ranum, berusaha menyemangati diri.

Jalani saja. Karena ini memang peranmu.

Sebagai dawai guna menjaga martabat yang setinggi langit.

Gema terdengar pada ruangan berlantai marmer mahal saat sepatu pantofel itu melangkah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Gema terdengar pada ruangan berlantai marmer mahal saat sepatu pantofel itu melangkah.

Sang empunya sibuk menelaah arah, mencari ruangan mana yang harus ia hadiri. Yang harus ia jadikan panggung sandiwara.

Dan pada akhirnya obsidian itu jatuh pada kehadiran bapak tua yang sudah siap berjaga di depan pintu megah, bersiap menyeleksi dan menyaring tamu yang hendak masuk.

youth | nct dream ✔Where stories live. Discover now