malam pekan

7K 1.6K 579
                                    

Malam pekan memang momen yang paling dinanti-nanti guna melepas penat hari-hari. Terutama para pemuda-pemudi kota yang konon dicipta kala Tuhan sedang tersenyum ini.

Bandung.

Kata familiar nan memuat sejuta kisah.

Terutama, bagi si perkumpulan.

Untuk malam ini, mereka memutuskan tuk bertamasya ria di alun-alun kota. Niatan berbagi suka cita mengesampingkan masygul sementara.

"Yang punya acara mana nih? Kok belum datang juga?" Celetuk Jian, bosan menunggu. Bahkan sudah sibuk bermain dengan semut malang yang lewat di hadapan.

"Tadi katanya sih, udah jalan," sahut Januar, rebahan di tikar alun-alun.

"Lama banget. Kasian Kak Mark buru-buru sampai gak sempat mandi dulu habis pulang kerja," beo Ciko.

"Gue juga habis latihan langsung ke sini. Gak sempat mandi," timpal Jovian.

"HIIIIH JOROK!" Pekik Jian melempari Jovian dengan kerikil kecil hasil raih asal yang dibalas dengan pitingan leher main-main Jovian.

"Mungkin macet." Si tetua menengahi. "Jov, udah. Itu kasian Jian kecekek otot kamu yang segede gaban."

"Tau nih, nggak sadar diri. Badan kayak babon."

Ada peribahasa "Pucuk di cinta, ulam pun tiba."

Maka berlaku juga "Yang digibahi, sudah di sini."

"Hey!" Teriak si eksistensi yang ditunggu-tunggu, melambai riang dari kejauhan.

"Nah, baru dateng kloningannya Jimmy Neutron."

"Kak Raanan kemana aja sih? Jian udah laper!" Sungut Jian sesampainya Raanan di hadapan. Dia yang paling sangsi, mengingat sengaja melewati makan siang agar bisa makan banyak malam ini.

"Iya maaf, tadi macet sekali."

"Pasti pakai mobil?" Celetuk Januar. "Hih, dasar orang kaya."

"Januar mulutnya," tegur tetua lagi.

"Canda bang, hehe."

Tak ambil hati, pemuda yang hari ini memakai sweater halus itu malah mengulas senyum manis. Menatapi kekawanan satu-satu hingga sabit sirna kala menyadari jumlah personil yang minus.

"Hardi?" Tanyanya.

Gelengan kecil Jovian cukup menjadi jawaban, tapi diperjelas dengan ujaran. "Kita nggak ketemu Hardi sejak acara ulang tahun."

"Dia tidak punya ponsel?"

"Rusak. Kehujanan."

Jeda mengudara sesaat. Saling tercenung atas absen Hardi yang kini terkesan lebih lama. Hingga Ciko, si pencair suasana berseru.

"Jadi ini kita kapan makannya? Ciko udah laper!"

"Jian juga!"

Raanan terkekeh. "Sekarang, bisa. Pesan saja yang kalian mau."

"Serius?!"

Si empu sepekat jelaga mengangguk mantap. "Seratus rius, malah"

"Asik!"

"Cihuy!"

Sejurus itu pula mereka berhamburan ke berbagai penjaja makanan. Terutama Januar yang sampai lari ke sisi seberang alun-alun, menuntaskan gerutuan perihal tahu gejrot sedatangnya tadi.

"Raanan mau makan apa? Biar Kak Mark pesanin," tanya si tetua, satu-satunya yang belum beranjak selain Raanan. "Kamu jaga di sini ya, biar tikarnya nggak didudukin orang."

youth | nct dream ✔Where stories live. Discover now