Mark - Adik...

10.3K 2.2K 1.1K
                                    

"Kamu tuh kerja yang bener! Masa bawa segelas kopi aja jatuh!"

"Iya maaf, pak."

"Kamu mau saya pecat?!"

"J-jangan pak... Saya harus cari banyak uang buat adik saya...."

"Makanya kerja yang bener! Udah cepat beresin!"

Sadar dengan derajatnya, si lebih rendah hanya bisa mengangguk patuh dan berlutut. Membersihkan pecahan gelas kaca yang berserakan karena ulahnya sendiri.

"Rugiin usaha gue aja," ketus si derajat lebih tinggi lalu melipir pergi.

Memilah serpihan kaca di antara pekatnya kopi, manik itu lambat laun kian bergetar.

Jemari yang menghitam sebab terkena kopi tak lagi dihiraukan, dengan sigap ia menyentuh dahi yang sedaritadi tak henti-hentinya berdenyut kencang.

Gara-gara dia, Mark hampir dipecat.

Tangannya mengepal, beberapa kali memukul pelipis berharap pusing yang sedaritadi hinggap akan hilang. Paling tidak berkurang lah sedikit.

Tapi harapannya hanya angan belaka, malah yang ada tambah kencang denyutannya bak dihantam palu berkali-kali.

Adiksinya teralih pada jam dinding yang terpasang tak jauh.

22.00

Ah, ini sudah jam pulangnya. Untung saja.

Dengan sedikit semangat yang membara karena waktu kerjanya sudah habis, dengan cekatan ia kembali membereskan ulahnya.

Entah sudah berapa kali dan seberapa besar tangannya tergores serpihan kaca, ia tak peduli.

Yang penting pulang. Mark sudah lelah.

Setelah dirasa sudah bersih, dirinya perlahan berjalan menuju tong sampah di dapur. Lalu kembali berpindah ke ruang loker, berniat mengambil tas yang ia simpan selama jam kerja.

Jalannya amat perlahan. Sesekali tangannya juga bertumpu pada tembok cafe, berusaha menopang tubuh yang rasanya hendak ambruk.

"Heh, mau ke mana lo?!"

Pemuda itu menoleh ke sumber suara, mendapati laki-laki yang beberapa tahun lebih tua darinya sudah berkacak pinggang di belakangnya. Ia menatap Mark sinis.

"Saya mau pulang, Kak. Udah jam tutup."

"Enak aja! Tuh, masih ada satu pelanggan, cepet layanin!"

Laki-laki berbaju hitam keabu-abuan—sudah luntur karena sering dipakai—itu sedikit berjinjit, melihat ke belakang punggung seniornya.

Didapatinya perempuan berumur dua puluh tahunan dengan laki-laki sebaya yang tengah memilih menu di kasir.

Astaga... Ini kan udah jam tutup. —racau Mark dalam hati.

"Tapi Kak saya—"

"Cepet layanin atau gue aduin ke bos kalo lo kerja gak becus!"

Mata lelah Mark beradu dengan mata tajam pria di hadapannya. Tatapan seniornya itu sangat mengintimidasi. Bahkan Mark merasa langsung kalah saat baru ditatap. Tatapannya seakan-akan mengancammu, memberitahumu kalau kau akan mati kapan saja di tangannya.

Mengalihkan wajah, si junior menghela napas kemudian mengangguk.

Memang sudah nasibnya menjadi junior yang harus selalu patuh terhadap senior.

Jemari Mark refleks menahan lengan seniornya saat laki-laki bermata tajam itu beranjak, yang membuat lengan Mark langsung ditepis kencang.

"Apaan sih?!"

youth | nct dream ✔Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin