The beginning of Ciko...

7.4K 1.6K 224
                                    

"Kan sudah aku bilang, jangan pernah pakai pengasuh!"

Dua pendingin ruangan yang melekat nampaknya sudah kalah fungsi dengan atmosfer yang tercipta sendirinya. Tak luput geraman tertahan menggema di sepenjuru ruangan putih tersebut.

Sang lawan bicara nampaknya tengah mengatur pitam yang merangkak naik, tak ingin membuat keributan. Dirinya sempat menarik napas lalu menjawab tenang, "Ya tapi kalau nggak pakai pengasuh, siapa yang urus Ciko?"

"Kita bisa titip Ciko ke kakak kamu, lebih aman."

Yang adam mengusak wajah. "Ya memangnya kamu mau jauh dari Ciko?"

"Nggak masalah, yang penting dia selamat dan sehat. Nggak seperti sekarang ini."

Sepasang paruh baya itu kompak menggigit bibir bawah, bingung. Sudah cukup lelah berdebat sejak beberapa bulan yang lalu namun tidak pernah mencapai kata mufakat. Yang satu tak mau jauh, yang satu tak apa asalkan buah hatinya selamat.

Bertukar pandang ragu dan berusaha menekankan pendapat pribadi hingga mereka tak menyadari, jemari yang lunglai lemah di tepi, kini sudah bergerak merespon.

Kedua katup yang tadinya tertutup damai, perlahan mengerjap membiasakan netra pada cahaya. Indra pembicara pun hendak melontar, namun apa daya, hanya sebuah bisikan yang terdengar,

"Mih...."

Sontak kedua insan di hadapan tersentak, buru-buru menghampiri anak laki-laki mereka dan merengkuhnya erat.

"Syukur kamu bangun," ucap wanita itu mengecup sekilas dahi Ciko. Nampak sekali rautnya yang begitu lega bukan kepalang.

"Pusing? Mual?" Kini Ayahanda yang bertanya, memandang khawatir pada anak semata wayangnya.

Ciko ingin mengucap "sedikit" namun rasanya tenaganya pun masih belum cukup tuk sekadar. Maka ia hanya bisa mengangguk samar, amat samar.

Sang Ibunda tiba-tiba berdiri tegap. Raut lega yang sempat terkulas, kini berganti dengan kesal dan marah yang tak terbendung lagi. Dirinya menatap sofa kosong di hadapan dengan berapi-api.

"Lihat saja! Babysitter itu akan kutuntut ke pengadilan!"

Mendengar itu, kontan dahi Ciko mengernyit dalam. Ia lupa, hal apa lagi yang menghantarkannya kembali ke gedung besar beruangan serba putih ini?

Beberapa detik diri itu tercenung, berusaha mengingat. Potongan potongan adegan mulai kembali terputar layaknya ada proyektor di dalam tempurung. Menayangkan dengan rinci hingga ia mengingat semuanya, hingga detailnya.

Ah, ia tenggelam di kolam renang belakang rumah.

Ciko pikir, ia akan pergi. Karena dirinya sama sekali tidak bisa berenang. Untungnya, sepertinya tuhan masih menyayangi bocah berusia delapan tahun ini. Hingga ia masih diperijinkan menatap kedua obsidian orang tuanya lagi, disini.

Ketiga atensi itu beralih tatkala pintu putih dibuka perlahan, disusul eksistensi seorang wanita paruh baya dan anaknya yang berusia dua belas tahun, masuk dengan raut dan air wajah yang begitu sedih dan prihatin.

Atau lebih tepatnya, pura-pura sedih dan prihatin yang padahal di dalam sana pasti sudah bersorak ramai atas rencana yang lagi-lagi terlaksana.

"Ah, Ciko. Maafin tante, udah biarin kamu dirawat sama babysitter bajingan itu," ucap wanita itu menghampiri Ciko dan mengusap pucuk kepalanya.

"Ciko nggak papa, kan?" tanya anaknya yang turut menggenggam lengan Ciko.

Dalam hening, Ciko melotot.

youth | nct dream ✔Where stories live. Discover now