hangat rengkuh ibu

6.6K 1.5K 236
                                    

"Aku takut, Nggi."

"Everythings gonna be okay, trust me."

"Kita lagi nggak ada di dunia mimpi, kan?"

"No, we are not."

"Cubit aku, Nggi. Atau tampar sekalian--"

"Jovian, stop!"

Tegas suara anggun cukup menghentikan tergesa-gesaan Jovian yang memaksa jemari Anggi menampar wajahnya. Genggaman lambat-laun menurun mematuhi gravitasi bumi dan kembali pada masing sisi.

Sekilas kedua iris itu beradu tatap sebelum si adam merunduk ratap. Pihak dara menghela napas beralih meraih tangan lawan bicara yang ternyata dilanda tremor ringan.

"Hei, it's okay...," lirihnya mengelus pelan intermediasi perhatian.

"Aku tau kamu masih belum siap ketemu Ibu karena ini terlalu tiba-tiba. Tapi sekali lagi aku tegasin, kalau kamu ini bukan lagi mimpi atau halusinasi."

"Sandal kita sama-sama berpijak di rumput halaman rumah kamu yang bertebaran bulu kucing." Anggi menghentak-hentakkan kakinya sontak bulu-bulu halus pun berterbangan ringan seperti salju di musim dingin. Tentu saja sekon berikutnya Jovian bersin-bersin. "See? Kamu bersin-bersin. Kamu bisa rasain tubuh kamu mulai nampakkin alerginya. Nyata kan? Kamu bisa rasain semua prosesnya yang kalau di dalam mimpi mana bisa?"

Anggi mengulas senyum setelah membantu Jovian dengan cairan yang mulai beradu keluar dari hidungnya. Bagaimanapun juga ialah biang dari kekumatan.

"Mau ketemu Ibu besok aja?"

Dengan hidung merah seperti badut ulang tahun, si adam menatap wajah sendu hawa sebelum beralih pada pintu kayu rimpuh yang berjarak hanya beberapa langkah lagi.

Jangan ditanya seberapa ragu atma itu.

Jovian hanya takut....

Takut jika semua ini hanya delusi yang dicipta piringan hitam masa lampau bersama hati yang berkontribusi. Takut kalau ini hanya angan-angan yang belum kesampaian. Dan ternyata ia masih bersenda gurau bersama kekawanan di ruang rawat Hardian.

"Jov...."

Pelupuk itu menutup tentram, menulikan pendengaran tuk penguatan keputusan. Pun akhirnya ia menggeleng mantap.

"Ayo ketemu Ibu." Sungguh lugas dan percaya diri.

Dibawanya kaki jenjang itu menusuri pekarangan yang kini hampa tanpa kehadiran hewan berbulu yang dulu sengaja dihamparkan pertanda menolak kehadiran Jovian. Namun kini hanya tersisa bulu-bulu rontok yang hinggap di rerumputan ataupun puspa.

Sebuah titik pertanda semua kian membaik.

Mengetuk pintu tersebut sebanyak tiga kali, lalu melangkah masuk.

Ternyata rumah Ibu sudah ramai.

Ada Mama Anggi yang sedang berbincang dengan Budhe, Paman, dan sang sepupu yang tumben sekali turut.

Tanpa berbasa-basi, Budhe langsung beranjak memeluk keponakannya yang sudah ia anggap seperti anak sendiri.

"Alhamdulillah nak, alhamdulillah...," bisik Budhe mengelus surai Jovian.

Jovian hanya bisa mematri sabit tipis.

Karena beribu bahkan beratus ribu kali pun labium melantunkan puji syukur atau raga yang hingga letih sujud syukur nyatanya tak pernah setimpal dengan apa yang Tuhan anugerahkan saat ini.

"Sepupu terhebat gue!"

Eric menerjang Jovian dan memeluknya erat hingga si sepupu kesulitan bernapas. Biasanya mereka berargumen dan adu bogem setelahnya, namun kali ini berbeda. Situasi emosional memang bisa merubah segalanya. Eric menumpukan kedua tangan pada bahu lebar nan tegap si sepupu.

youth | nct dream ✔Where stories live. Discover now