selaras

7.2K 1.7K 485
                                    

"Nan, tungguin."

"Tidak! Tadi saja Anda tidak menunggu saya."

"Siapa yang nggak nungguin? Namanya kan juga jogging, harus lari kecil."

"TAPI TADI ANDA SPRINT!"

"Halah, emang dasarnya aja baperan."

Dengusan nyaring mengudara sebagai sahutan. Acuh, pemuda berbalut hoodie serta celana training itu memilih menyejukkan retina dengan pemandangan rumah warga yang dilewati, ramai akan ibu-ibu rumpi di pagi hari.

Senang lihatnya. Tak pernah menangkap pemandangan serupa di komplek rumahnya, yang ada hanya pagar tinggi menjulang penanda individualis yang amat ia benci.

"Beli cilok dulu, yuk," tawar laki-laki tadi yang kini sudah sejajar posisi.

"Tidak usah. Tadi Bunda bilang mau buat bala-bala di rumah."

"Ya itu sih beda urusan. Cilok ya cilok, bala-bala ya bala-bala, Jimmy Neutron."

"Perut saya tidak sekaret itu bisa menampung cilok dan bala-bala. Saya menyukai masakan Bunda maka saya memilih makan bala-bala saja di rumah. Kalau Anda mau beli, ya beli saja. Repot sekali."

Gantian, sekarang Januar yang mendengus. Pada akhirnya mengalah, melewati gerobak tukang cilok dengan pandangan tak rela. Bahkan sempat dadah-dadah pada gambar upin-ipin di sisi gerobak.

Jadi, di hari libur lokal sekolah ini, mereka memutuskan tuk jogging pagi sekadar keliling sekitaran rumah Januar. Itu pun disuruh Bunda, karena si semata wayang dan kawannya rebahan terus di rumah.

Raanan awalnya enggan. Berkat disogok Bunda dengan imbalan bala-bala, alhasil langsung terjun bebas dari kasur sejurus siap dengan sepatu olahraga kinclongnya. Januar yang dielu-elukan Bunda karena kalah sama anak orang yang patuh Bunda, jadi mau tidak mau turut.

Niat awalnya mau menempuh hingga ke RW samping, tapi baru pertengahan jalan keduanya sudah mengeluh lelah. Tentu saja  putar balik tanpa pikir panjang.

Di sepanjang berangkat hingga pulang, tak jarang baik ibu-ibu, bapak-bapak, mas-mas, dan mbak-mbak menyapa Januar. Raanan tidak asing, namun tetap saja terbesit tak sangka bahwa Januar juga tenar di rumah.

Lingkaran pertemanan si kekasih Adara ini luas sekali.

Raanan iri.

"Eh, Aa' Januar."

"Eh, Siti Jubaedah."

Langkah terinterupsi tatkala seorang gadis menghalangi jalan. Diam-diam kernyitan samar tercetak pada dahi Raanan, heran. Di pagi-pagi seperti ini, sudah ada gadis dengan hias rupa berlebihan dengan bibir merah bak habis makan bayi.

"Kemana aja A'? Jube kangen," ucap gadis itu memukul lengan Januar manja.

"Aa' sibuk, Jube. Biasa cewek-cewek whatsapp-in Aa' mulu."

"Ih, pantesan BBM Jube nggak pernah dibales."

"Hah?" Januar menggaruk surai yang tertutup topi. "Ya atuh itu mah bukannya nggak dibales, tapi Aa' udah nggak pakai BBM sejak lama."

"Ih, dasar si Jidan!" Rajuk Jube menghentak-hentakkan kaki riuh. "Jube minta nomor Aa' Januar ke Rajidan RT sebelah terus dikasih pin BBM. Pantesan gambar kontak Aa' masih pakai baju SMP."

Kurva lurus kaku Januar tarik. Melotot di ujung mata pada Raanan yang diam-diam terkikik sembari pura-pura sibuk dengan pot bunga terdekat.

"Bedewes, siapa tuh A'? Kasep juga," bisik Jube menunjuk Raanan dengan dagu.

youth | nct dream ✔Where stories live. Discover now