Jovian - Ibu...

13.4K 2.7K 244
                                    

Suara bising yang dihasilkan dari knalpot motor memecah keheningan yang menyelimuti jalan yang sepi itu. Bukan knalpot hasil modif-modifan, tapi karena tidak pernah di service jadinya seperti itu.

Motor skutermatik keluaran sepuluh tahun lalu itu perlahan melambat dan akhirnya berhenti di depan pagar kayu yang membatasi rumah sederhana yang terdapat banyak tanaman di halamannya dengan kehidupan di luar yang tak kalah hijaunya.

Melepaskan helm yang tak kalah usang dengan sang motor, laki-laki itu mengambil kantung plastik bening dari cantolan.

Menggeser slot pada pagar yang terkunci, kaki jenjangnya perlahan mulai memasuki pekarangan rumah. Tak lupa, hidung mancungnya itu menyirit. Menghirup dengan semangatnya aroma bunga-bunga yang sudah bermekaran dengan indahnya.

Sepatu kets yang tak kalah lusuhnya dengan sang motor skutermatik dan helm gratis dari pembelian motor itu terhenti di depan sebuah pintu kayu yang sudah keropos termakan waktu.

Di sinilah dia.

Di depan rumahnya.

Kembali lagi ia menghirup napas, mencoba meyakinkan diri kalau semuanya akan baik-baik saja.

Menarik ujung bibir, mencoba memasang raut seramah mungkin yang ia bisa.

Semoga kali ini diterima, Jov. Batinnya menyemangati diri sendiri.

Jemari terkepalnya sempat mengambang di udara selama beberapa detik sebelum akhirnya berani mengetuk pintu coklat kayu rapuh di hadapan.

Tok. Tok. Tok.

Beberapa detik menunggu jawaban dari dalam, tapi hasilnya nihil.

Sekali lagi, jemari itu melayangkan sebuah ketukan.

Tok. Tok—

"Meow...."

Senyuman itu perlahan memudar seiring pergerakan kepalanya yang menunduk, mengikuti arah suara.

Menemukan tiga buah kucing di sekitaran kakinya yang sedang menggoyangkan ekornya minta dimanja.

"ASTAGFIRULLAH!"

Laki-laki itu buru-buru menutupi kedua lubang hidungnya sebelum tubuhnya bereaksi akan kehadiran tiga makhluk lucu itu.

Jovian alergi kucing.

Dalam hati Jovian tertawa miris.

Sebegitu bencinya, kah? Sampai naruh banyak kucing di sini? Biar gue gak pernah datang ke sini, gitu?

Hati Jovian terasa diremas berpuluh-puluh tangan. Tapi ia buru-buru menepisnya, mencoba untuk melawan.

Lagi, tangannya mengetuk pintu di hadapan.

Tok—

"Loh, nak Jovian?"

Jovian antara kaget dan senang saat pintu di hadapannya tiba-tiba terbuka, menampakkan wanita paruh baya yang masih cantik rupanya.

"Assalamualaikum, tante." Jovian menyalimi punggung tangan wanita itu. Mengecupnya sepenuh hati, ingin menyalurkan seberapa besar rasa terima kasihnya selama ini.

Wanita itu tidak hanya diam, ia mulai mengelus punggung Jovian dengan telaten.

"Jovian tadi beli martabak, nih." Laki-laki itu mengeluarkan satu dari dua kotak yang ada di dalam plastik bening yang ditentengnya.

Wanita berbaju daster di hadapannya tersenyum, dengan senang hati menerima pemberian keponakannya itu.

"Ibu... Ada?" tanya Jovian walau agak ragu.

youth | nct dream ✔Where stories live. Discover now