meet (2)

9.9K 2K 431
                                    

"Ah... Segar!"

Januar, si pemuda dengan balutan jaket denim itu tersenyum lebar seraya mengangkat sebotol minuman isotonik. Kayak di iklan-iklan gitu, deh.

Untungnya tidak ada pelanggan lain selain dirinya di minimarket itu. Bisa malu Januar. Eh, Januar memangnya bisa malu? Punya malu? Kayaknya sih nggak, ya.

Adiksinya teralih pada mbak yang masih setia memerhatikannya dari balik kasir. "Makasih, Mbak!" Riangnya.

Sedangkan si lawan bicara hanya bisa mengangguk samar. Bertanya-tanya apakah ia harus baper, heran, atau jijik gitu sama Januar?

Tungkai jenjang Januar segera meninggalkan meja kasir, mendorong pintu kaca. Kulit tak berpelindung pun langsung disambut hilir angin malam yang dingin dan menusuk. Sempat menarik napas berkali-kali, mencoba menikmati udara segar. Ia menuruni anak tangga.

"Emang tuh ya, minuman berwarna yang paling sedap!" Januar masih meracau. "Eh, harus dihabisin sebelum pulang, nih. Nanti Bunda ngeliat marah!"

Ia kembali membuka tutup botol, menegadah dan menenggak cairan putih keruh itu.

Glek. Glek.

"Hiks... Hiks...."

Dahi pemuda itu mengerut. Tapi tetap melanjutkan kegiatannya.

Glek. Glek.

"Hiks... Hiks...."

Minumannya sudah habis, membuat lengannya kembali ke tempat, di samping tubuh.

"Hiks... Hiks...."

"Siapa sih yang nangis?" Manik jelaga itu berpendar, namun tak menemukan seorangpun selain dirinya yang masih berdiri pada aspal depan minimarket.

Seketika bulu kuduk Januar meremang.

Jangan jangan dia diikutin 'setan nangis' itu?

Iya, setan nangis.

Hardi pernah curhat kalau ia pernah jalan di gang kecil sempit dan dia dengar ada orang menangis. Pas Hardi tengok sana-sini nggak ada orang. Pas nengok ke atas ada yang lagi dadah-dadah ke dia. Wajahnya hancur parah katanya.

Januar bergidik ngeri.

HIIIH NGGAK MAUUU!

Dengan cepat Januar melempar botol kosongnya pada tong sampah depan minimarket. Kemudian sedikit berlari kecil menuju motor skutermatik yang terparkir.

"Hiks... Hiks...."

Eh, kok lebih nyaring di sini?

"Hiks... Hiks...."

"Kayaknya dari toko sebelah, deh?"

Beberapa detik merenung. Akhirnya dengan seluruh keberanian yang terpatri, Januar mulai mengikuti sumber suara.

Jangan ditanya bagaimana ritme jantungnya sekarang. Sekali dikejutkan saja mungkin ia akan mati menggelepar di pinggir jalan.

Masalahnya, ini daerah sepi. Walaupun jalan raya juga tetap sepi karena letaknya yang berada di perumahan.

"Hiks... Hiks...."

Dan ternyata langkah itu menuntunnya pada figur laki-laki yang sedang menelungkup di depan toko tua yang sudah tutup.

Dirinya sudah hendak berbalik dan lari terbirit berpura-pura masa bodoh saat baru menyadari sesuatu.

Kayak pernah lihat bajunya? Rambutnya juga kayak kenal, tuh.

"Raanan, bukan?"

Hening mengambil alih. Baik Januar maupun sang lawan bicara terdiam di tempat, ia juga sudah tidak terisak.

youth | nct dream ✔Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt