di balik tiga ahad

7K 1.5K 363
                                    

"Selamat malam pendengar setia radio kami! Masih betah, 'kan dengerin 107.1 fm?"

"Masiiiiih."

"Karena hari ini hari ibu, kita bakal bacain surat-surat dari kawula muda yang sudah kami terima sejak kemarin. Maaf ya, nggak semua bisa kita bacain karena ternyata banyak banget nih, yang ngirim. Iya nggak, Ro?"

"Iya nih, Ra. Taro sampe bingung milah-milahnya. Tapi kita udah milih dua surat terbaik yang akan kita bacain malam ini."

"Okay, let's check this out!"

Tubuh ringkihnya didekatkan pada radio jadul yang sedaritadi sibuk mengoceh membelah keheningan ruang. Menekuk tungkai, lantas mengistirahatkan kepala di antaranya.

Bagian ini adalah bagian yang paling ia nanti-nantikan di setiap sesi mendengar radio malamnya.

Setiap malam, penyiar radio akan membacakan surat-surat yang dikirim pendengar sesuai tema yang telah ditentukan.

Kadang ada cerita lucu, romansa remaja, masalah keluarga, bahkan pengalaman mistis sekalipun.

Hah... ingin sekali dirinya berbagi reka masa lampau lewat radio itu. Tapi apa daya, barang elektronik yang dipunyanya hanya radio jadul satu-satunya.

Karena lingkupnya yang hanya itu-itu saja, membuatnya senang sekali bisa mendengarkan kisah hidup orang lain yang diudarakan.

Dan kebetulan, hari ini temanya "Ibu".

Hardian makin nggak sabar mendengar kisah orang lain bersama sang Ibunda.

Gimana sih, rasanya punya Ibu?

"Hai kenalin, nama gue Shasha. Iya, panggil aja begitu daripada ribet. Gue mau berbagi pengalaman tak terlupakan gue sama Ibu yang hingga saat ini masih gue kenang setiap sebelum tidur."

"Jadi waktu itu, malam itu lebih tepatnya. Di umur kedelapan belas tahun, gue sebagai manusia biasa jatuh sejatuh-jatuhnya. Tahu kenapa? Karena malam itu, semua jerih payah yang gue rajut bertahun-tahun lamanya ternyata sia-sia."

"Gue orangnya pemalu, apalagi berlenggak-lenggok di depan publik. Jadi selama ini gue menyimpan semuanya sendiri tanpa ada niatan mempertunjuk diri. Tapi malam itu gue memberanikan jati, sebut saja coba sekali-kali. Dan ternyata apa?"

"Di depan khalayak yang sebegitu ramainya, gue ditertawakan habis-habisan. Dicemooh orang-orang. Sebagai manusia biasa, tentu gue juga rapuh. Sampainya di rumah gue disambut pelukan Ibu yang ternyata sudah dapat kabar dari teman gue."

"Di tengah malam itu, dengan wajah lelahnya sehabis pulang mengais rejeki, Ibu nyemangatin gue dengan suara lembut yang sepanjang perjalanan pulang amat gue rindukan."

"Dia bilang, kalau semua memang harus pelan-pelan. Ada prosesnya jua fasenya. Nggak ada usaha yang berujung kesia-siaan kalau kita bersungguh-sungguh memupuknya. Mereka boleh ngetawain gue sekarang, tapi di masa depan gue yang bakal nertawakan mereka."

"Dan benar apa ucap beliau. Sekarang keadaan berbalik. Gue gak tau seandainya Ibu nggak pulang malam itu, mungkin gue udah nggak ada lagi di dunia."

"Selamat hari ibu, Bu. I love you more than everything."

"Wah, mengharukan banget ya kisahnya. Duh, Taro jadi keinget Mama di rumah...."

Lantunan selanjutnya tak dihiraukan bak angin lalu.

Hardian sibuk dengan pemikirannya sendiri yang kini kian melanglang buana tak menentu.

Punya Ibu kayaknya enak, ya? Pikirnya seraya memainkan sejumput benang yang menjuntai dari bajunya.

Kira-kira bagaimana rupa Ibu yang tak pernah Hardian temui semasa hidupnya?

youth | nct dream ✔जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें