8. Breakfast & Lunch

4K 301 35
                                    

Rara terbangun saat jam wekernya berbunyi nyaring. Dia mulai bangkit dari kasur sambil mengucek matanya. Tangannya bergerak mematikan jam weker yang masih berbunyi nyaring. Sejenak Rara merasa aneh, seingatnya kemarin malam dia tidak sempat menyalakan jam wekernya, tapi masa bodoh dengan jam beker, yang penting dia bisa bangun tepat waktu. Rara pun mematut wajahnya di cermin ketika ingat kemarin malam belum sempat cuci muka sebelum tidur. Hal yang membuatnya khawatir adalah muncul jerawat karena lupa menghapus make up sebelum tidur. Namun, ternyata make up di wajahnya sudah bersih. Otak Rara berusaha mengingat apa yang terjadi kemarin malam. Dan perlahan dia ingat. Sewaktu di sofa, antara sadar dan tidak sadar, dia sempat melihat bayangan Rega yang mengusap wajahnya dengan kapas. Jadi, semalam Rega yang menghapus make up-nya. Sejenak Rara juga ingat kalau kemarin malam dia marah-marah sampai melempar guling ke kepala Rega.

Rara berjalan terburu keluar dari kamar. Dilihatnya kamar Rega yang sudah kosong. Ternyata suaminya itu tertidur di sofa dengan keadaan televisi yang masih menyala. Rara mendekat ke arah Rega. Wajah Rega saat tertidur begitu polos seperti bayi. Sangat berbeda jika dia sedang tidak tidur, menyebalkan. Rara menghela napas mengingat kejadian tadi malam. Perempuan itu masih lekat memperhatikan wajah Rega. Wajah yang terkena lemparan gulingnya kemarin malam.

"Untung lemparnya pakai guling. Kalau pakai batako udah ancur muka ganteng dia," gumam Rara pelan. Rupanya dia masih kesal dengan Rega.

Rega menggeliat, merubah posisi tidurnya yang semula miring menghadap ke arah televisi menjadi terlentang. Sementara Rara mengambil alih remote yang masih digenggam Rega di tangan kanannya. Bermaksud untuk mematikan televisi. Sialnya Rega malah bangun saat Rara berusaha mengambil alih remote itu. Rara mendadak membeku dan canggung mengingat aksi marahnya tadi malam ke Rega.

"Kamu udah bangun?" tanya Rega. Suaranya sedikit serak karena baru bangun tidur.

"U-udah," jawab Rara terbata.

Tiba-tiba Rega malah menggenggam tangan Rara yang berusaha mengambil remote. Jantung Rara jelas langsung terpompa lebih cepat. Apalagi Rega malah menggenggamnya semakin erat seolah tak mau melepaskan tangan istrinya. Menyebalkan, bukan? Di saat Rara masih marah ke Rega. Si dokter ganteng itu malah membuatnya meleleh seketika dengan tingkah konyolnya di pagi buta.

"Kamu masih marah ke aku, Ra?"

"Kalau iya, kenapa?" tanya Rara balik.

Rega merubah posisinya menjadi duduk, tapi kedua tangannya masih menggenggam tangan Rara. Sejenak Rega terdiam sembari menatap Rara intens.

"Sholat Subuh berjamaah yuk," ajak Rega.

Rara masih mematung. Bingung mau menjawab apa.

"Ra? Kamu nggak lagi halangan, kan?"

"Eh, iya. Ayo." Rara akhirnya menerima ajakan itu.

Rega melepas genggaman tangannya, sedangkan Rara masih kaget dengan ajakan

Rega. Rara malah seperti orang linglung sekarang.

"Kamu wudhu sana, Ra."

"Iya."

***

Saat Rara sibuk mencuci muka dan wudhu, Rega telah menyulap ruang tengah menjadi mushola dadakan. Sofa dan meja di ruang tengah disingkirkannya di pinggir, mepet dengan dinding. Karpet bersih yang lumayan lebar pun digelar. Di atasnya ditata sajadah untuk imam dan makmum di belakangnya. Sepertinya Rega harus menabung untuk membeli apartemen atau rumah yang lebih besar agar punya mushola untuk keluarga. Terlebih jika sudah punya anak nanti. Punya anak? Lupakan. Rega malas membahas itu.

Erlebnisse (Re-Publish) ☑Où les histoires vivent. Découvrez maintenant