19. Terjatuh

4.4K 272 57
                                    

Sesuai janji, Rega bertemu dengan Feby di kedai kopi milik Arka di sore hari. Rega tidak mungkin mengajak Feby ke kafenya sendiri, takut kepergok istrinya lagi. Rega datang lebih dulu daripada Feby. Dia hanya punya waktu sebentar untuk menyelesaikan urusannya dengan Feby karena harus berjaga lagi di rumah sakit sampai keesokan paginya. Di tempat itu tentunya ada Arka dan Rendy. Arka sibuk melayani para pelanggan, sedangkan Rendy seperti biasa, duduk menghadap layar laptop untuk mengerjakan desain iklan.

"Lo itu mau ketemu siapa, sih?"

"Feby. Temen SMA."

"Feby itu cewek?"

"Iya. Mana ada cowok namanya Feby."

Rendy berdehem. "Temen apa selingkuhan?" canda Rendy asal.

Rega langsung menhadiahi Rendy dengan pelototan. "Tahik, lo. Teman. Cuma teman," tukas Rega.

"Kenapa nggak diajak ketemuan di kafe lo sendiri aja? Lo kan punya kafe sekarang. Malah ngajaknya di coffee shop Arka. Bayarin teman lo ntar ujung-ujungnya."

"Cerewet lo, Ren."

Tak lama kemudian Feby datang. Perempuan itu datang dengan kaos biru dilapisi cardigan yang dipadukan dengan skinny jeans. Sepatu kets dan rambut yang dikuncir kuda semakin memperjelas penampilan casual-nya. Wajah wanita itu tetap cantik meski tampil casual. Hanya saja Rega sudah tak lagi terpesona dengan wajah cantik itu. Saat ini dia hanya terpesona dengan Rara.

"Udah lama?" tanya Feby yang kini duduk di kursi kosong yang berhadap-hadapan dengan Rega.

"Enggak, kok. Baru aja lima menit."

Rega menyikut pinggang Rendy, memberi kode agar sahabat gilanya itu menyingkir. Rendy yang peka langsung mengangkat laptopnya dan pindah di meja kosong dekat kasir.

"Maaf ... untuk yang kemarin itu, Re."

"Feb? Nggak seharusnya kamu melakukan itu ke saya. Apalagi di depan umum. Kamu sudah tahu, kan? Status saya sekarang adalah suami Rara."

"Maaf, Re. Aku khilaf waktu itu. Aku nggak bisa mengendalikan diri. Aku cemburu melihat kamu dengan Rara."

"Saya sudah maafin kamu, tapi maaf jika saya harus mengatakan bahwa kamu harus benar-benar melupakan saya. Jangan perlakukan saya seperti laki-laki yang kamu sukai sewaktu SMA dulu."

Feby kaget. Dadanya sakit seperti disengat ribuan tawon. "Aku tahu kamu terganggu dengan kembalinya aku ke kehidupan kamu, tapi tolong jangan biarkan aku menjauh dari kamu."

"Jalan kita udah beda, Feby."

"Kalau jalan kita beda, apakah ada cara agar aku bisa ngikutin jalan kamu?"

"Feb .... "

"Aku masih sayang kamu, Re. Harus berapa kali aku bilang kalau aku sayang kamu," potong Feby cepat.

"Dan harus berapa kali saya bilang kalau saya sudah menikah."

"Melupakan masa lalu itu tidak semudah membalikkan telapak tangan, Re. Aku udah terlanjur suka kamu dari dulu. Bahkan aku selalu berdoa agar Tuhan mempertemukan kita lagi. Selama ini aku selalu menyimpan cintaku untuk kamu. Bahkan aku menolak beberapa lelaki karena aku merasa belum ada yang bisa menggantikan kamu di hatiku, Re."

"Sekali lagi saya minta maaf. Saya benar-benar sudah melupakan kamu, Feb." Rega sadar betul kata-katanya itu akan membuat luka di hati Feby semakin menganga, tapi mau bagaimana lagi. Rega harus tetap mengatakannya daripada diam dan seolah memberi kesempatan pada Feby untuk kembali ke hatinya lagi. Itu justru akan menyakiti Feby lebih dalam lagi. "Kamu harus bisa move on, Feb. Saya harap kamu menemukan pria yang lebih baik daripada saya," imbuh Rega.

Erlebnisse (Re-Publish) ☑Where stories live. Discover now