27. Still Loving You

6.2K 342 38
                                    

"Tetap bahagia, ya. Kamu harus bahagia, meski kita nggak bersama lagi," ucap Rega lagi sebelum melangkah pergi dari kamar inap Rara.

Rega melangkah keluar dengan menahan dirinya agar tidak menengok di belakang. Sebisa mungkin dia menahan diri untuk tidak kembali ke belakang meski hati dan pikirannya terus membisikkan agar dia kembali pada Rara. Namun, egonya terlalu tinggi untuk mempertahankan hatinya.

Di ruangan itu Rara semakin terisak. Mungkin ini hukuman untuknya. Hukuman yang telah menyia-nyiakan Rega. Keegoisannya telah membuatnya kehilangan janin. Dan sekarang di akan segera kehilangan Rega. Tak pernah disangkanya jika melepaskan Rega rasanya sesakit ini. Seandainya waktu bisa diputar kembali ke masa lalu, maka Rara akan kembali ke masa lalu dan memperbaiki kesalahannya. Tentu dia tidak akan membuat kesalahan yang membuatnya kehilangan semua yang dicintainya. Di tengah isakannya, Erza datang menemuinya, tepat setelah Rega berlalu.

***

Kali ini Rega benar-benar menuruti egonya, keluar dari ruangan itu merupakan salah satu cara terbaik untuk melepas Rara perlahan, meski sangat berat. Rega meneguk air mineral yang barusan dibelinya sembari menghirup udara segar di bangku taman rumah sakit. Namun, kegiatan itu terhenti ketika Erza tiba-tiba datang dan duduk di bangku yang sama dengannya. Rega menduga pasti Erza datang menemui Rara. Rega tetap tak mempedulikan kedatangan Erza di saat seperti ini. Meski sejujurnya dia ingin menonjok muka Erza sampai babak belur. Berani-beraninya Erza datang menemui istrinya, tapi ... sebentar lagi Rega akan berpisah dengan Rara. Jadi dia akan membiarkan Erza menemui Rara.

"Gue datang ke sini buat jenguk Rara," ujar Erza hati-hati.

"Udah tahu."

"Enggak ada maksud buat merebut dia dari lo, atau pun bikin lo cemburu. Gue tulus mau jengukin dia setelah dapet kabar bahwa dia abis keguguran. Niatnya ke sini buat ngasih dukungan dan solidaritas sebagai teman lo dan Rara."

"Iya, makasih," balas Rega singkat.

"Tapi sekarang niat gue bukan cuma besuk Rara, tapi kepengin nonjok muka lo, Re."

Rega langsung memiringkan tubuhnya seraya memandang Erza tajam. "Apa mau lo? Nggak usah basa-basi."

"Gue nggak basa-basi. Gue emang ingin besuk. Terus lama-lama punya niat buat nonjok muka lo."

Rega mendecih. "Lo barusan ketemu Rara tadi?"

Erza mengangguk. "Iya, dan dia nangis terus, Re. Gara-gara lo tinggalin."

"Rara sendiri yang mau kita pisah."

"Terus lo pasrah aja gitu?"

"Gue udah tahan keinginan dia buat cerai, tapi ternyata dia tetap bersikukuh sama pendiriannya."

Erza terkekeh. "Lo tahu dari mana?"

"Dia sendiri yang bilang."

"Rara bilangnya kapan?"

"Sebelum dia keguguran."

"Terus setelah keguguran, apa lo udah tanya lagi ke dia tentang keputusannya?"

Rega menggeleng. "Tanpa gue tanya pun, jawabannya udah jelas. Dia mau cerai dari gue."

Erza yang semula terkekeh kini malah terbahak. "Goblok!" umpatnya.

"Sialan."

"Ya emang lo goblok. Lo nggak tahu kan kalau Rara udah berubah pikiran?"

"Maksud lo apa?"

"Tadi sewaktu gue datang. Rara nangis-nangis. Terus tiba-tiba dia ngambil pisau buat ngupas buah di atas nakas. Dia hampir aja ngiris lengannya sendiri. Untung gue segera datang dan mergokin dia. Coba kalau gue terlambat, pasti dia udah bunuh diri beneran."

Erlebnisse (Re-Publish) ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang