12. I'm Sorry

4.5K 319 31
                                    

Rega kembali ke rumah sakit lagi setelah terjadi prahara antara dirinya dan Rara tadi pagi. Di apartemen dia hanya mandi, ganti baju dan sarapan setangkup roti yang disiapkannya sendiri. Tidak ada sosok istrinya yang menemaninya sarapan pagi ini. Sebelum berangkat pun tak ada senyum Rara seperti kemarin. Rega benar-benar heran, kenapa waktu sudah nikah malah sering bertengkar dengan istrinya? Padahal keduanya bukan anak ABG atau anak kuliahan lagi, umur mereka sudah tergolong dewasa untuk membina rumah tangga.

Rega segera memakai jas putihnya dan menjalankan tugasnya lagi di rumah sakit. Baru saja masuk, Rega sudah bertugas lagi dengan rekan sejawatnya, padahal semalam dia tidak tidur. Selain menemani Feby, dia juga mendapat tugas tambahan menggantikan dokter lain yang tidak bisa berjaga di IGD. Melelahkan, kegiatannya di rumah sakit sangat melelahkan. Ditambah lagi istrinya yang marah-marah saat dia pulang tadi. Rasanya kepala Rega sangat berat sekarang.

Setelah sibuk berkutat dengan pasien cuci darah, Rega berjalan lunglai menuju nurse station. Tadi dia memang mengisi daya baterai ponselnya di tempat itu. Tepat saat Rega mencabut charger ketika baterai ponselnya sudah penuh, Elang datang menghampirinya. Cowok 23 tahun itu menepuk pundak Rega dari belakang. Beberapa perawat sempat menoleh saat Elang menepuk pundak Rega. Namun, interaksi keduanya terlihat biasa saja karena di rumah sakit tidak ada yang tahu bahwa mereka bersaudara. Kalau tahu mungkin komplotan perawat-perawat genit akan membicarakan mereka dengan penuh kehebohan.

"Dok, mau kopi?" tawar Elang. Elang memang selalu memanggil Rega dengan formal jika sedang bersama banyak orang di rumah sakit. "Saya mau ke kafetaria," imbuhnya.

"Kamu mau ke sana?" tanya Rega balik.

"Iya. Dokter mau nitip kopi?"

"Ikut ke sana aja," sahut Rega.

Rega dan Elang berjalan bersama menuju kafetaria. Keduanya tersenyum ramah saat berpapasan dengan beberapa dokter yang lewat. Rega duduk di meja paling pojok, sedangkan Elang memesan dua latte.

"Minum dulu, gih." Elang menyodorkan satu latte begitu minuman pesanannya telah jadi. Bicaranya sudah kembali normal menggunakan bahasa non-formal sehari-hari.

"Makasih."

"Lempeng banget muka lo."

"Semalaman gue nggak tidur."

Elang terkekeh. "Gue dengar dari beberapa perawat katanya kemarin malam lo gantiin dokter IGD yang nggak bisa jaga."

"Iya. Makanya gue nggak sampat tidur."

Rega meneguk minumannya. Sensasi kafein seketika memenuhi tenggorokannya. Lumayan. Setidaknya dia lebih bersemangat setelah minum minuman berkafein itu.

"Terus pasien gastritis yang lo tolongin kemarin siapa? Katanya lo tungguin juga kemarin."

Rega nyaris tersedak mendapat pertanyaan itu dari adik laki-lakinya. Pasti Elang tahu dari gosip perawat-perawat yang jaga IGD tadi malam.

"Oh, itu teman gue."

"Masa para perawat gosipin lo pacarnya pasien gastritis itu kemarin malam."

Rega membelalakkan matanya. "Ngawur. Orang gue udah nikah."

"Tenang aja. Gue bukan tipe lelaki yang gampang percaya sama gosip, kok. Gue tahu lo pria yang setia."

Rega berdecih. Tumben sekali adiknya itu memujinya. "Lo harusnya belajar jadi pria setia dari gue."

"Sombong, lo."

"Baru aja muji gue. Eh, udah ngelunjak lagi ini anak," gumam Rega. Dia kembali menyesap minumannya.

Erlebnisse (Re-Publish) ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang