24. Jangan Egois

4.8K 287 61
                                    

Semenjak prahara rumah tangga beberapa hari yang lalu, Rara jadi jarang pulang ke apartemen. Sudah beberapa hari ini dia lebih sering singgah di rumah Kinan. Ya, rumah Kinan memang menjadi pilihan Rara lagi untuk menenangkan diri, atau lebih tepatnya melarikan diri dari masalah.

Rara tidak mungkin kembali ke rumah orang tuanya. Apa kata Mami dan Papi jika mereka tahu Rara meminta cerai dari Rega di usia pernikahan mereka yang masih seumur jagung? Mami dan Papi pasti akan menentang keinginan Rara untuk berpisah dengan Rega mengingat keduanya sangat menyukai Rega sebagai menantu. Terlebih setelah Nana meninggal, Mami dan Papi sudah menganggap Rega sebagai pengganti Nana-anak laki-laki mereka.

Sebelum ke rumah Kinan, Rara membelikan toner titipan Kinan di sebuah minimarket. Tepat saat mengantre di kasir, Erza menyapanya. Laki-laki itu berdiri di belakang Rara untuk ikut mengantre. Erza sepertinya sedang belanja beberapa snack dan minuman dingin. Kali ini Erza tampil sedikit santai dengan kaos abu-abu dan celana jeans yang robek bagian lututnya. Sangat berbeda dengan Erza yang biasanya selalu tampil rapi dengan setelan kantornya.

"Hai, Ra."

"Hai, Za. Lagi belanja banyak kayaknya."

"Cuma minuman sama snack aja. Buat amunisi tanding PS sama Elang."

"Elang? Dia masih sering ke rumah lo?"

"Iya. Dia kan pacarnya adek gue."

"Rega apa kabar?"

Rara terdiam sejenak. Mendengar nama Rega membuat kepalanya pening mendadak.

"Dia nggak bikin lo nangis lagi kan?" tanya Erza frontal, tapi Erza memang benar-benar penasaran dengan hubungan Rara dan Rega sekarang.

"Enggak kok, Za," dustanya.

Erza menghembuskan napas lega. "Syukurlah kalau gitu. Kalau dia bikin lo nangis lagi, gue nggak segan patahin leher dia."

Rara tersenyum miris mendengar kata-kata Erza. Nyatanya memang sekarang Rega membuatnya menangis lagi. "Nggak perlu repot-repot matahin leher dia, Za."

"Rega itu emang sahabat gue, tapi kalau dia macam-macam sama lo, dia otomatis jadi musuh gue, Ra."

"Silahkan maju, Mbak," suara kasir minimarket menginterupsi percapakan keduanya. Rara pun maju ke depan untuk membayar barang belanjaannya.

Setelah berjalan keluar dari minimarket, Rara membuka aplikasi taksi online di ponselnya. Ruginya kalau lagi berantem dengan suaminya seperti ini, dia tidak ada yang mengantar jemput ke mana-mana. Bahkan Rara sudah tak pernah meminta Rega menjemputnya di kampus jika pulang malam dari lab.

"Mau gue anterin pulang, Ra?"

"Nggak usah, Za. Gue masih mau ke rumah Kinan. Lagian lo kan ada janji mau main PS sama Elang," tolaknya.

"Beneran?"

"Iya. Gue bisa naik taksi online aja."

"Ya udah kalau gitu. Hati-hati."

"Iya, Za. Makasih. By the way, kok lo nggak segera masuk ke mobil?"

"Nungguin sampai taksi online lo nyampai sini."

"Halah, lima menit lagi nyampai, kok."

"Ya, pokoknya bakal gue tungguin."

Rara terkikik. Bisa-bisanya Erza mau menungguinya sampai taksi online pesanannya datang, tapi tiba-tiba kepalanya terasa agak pusing dan perutnya terasa kram. Rara nyaris terhuyung jika saja Erza tidak memeganginya.

"Lo kenapa, Ra?"

"Cuma kecapekan aja, kok."

"Beneran, nih? Lo kayaknya sakit gitu."

Erlebnisse (Re-Publish) ☑Where stories live. Discover now