8. Not Friend's

285 70 16
                                    

Berhati-hatilah dengan orang-orang munafik yang bertebaran di bumi. Mereka setan berwajah malaikat. Jika kamu berkata keburukan mu maka mereka akan percaya dan menghujat mu. Jika kamu memberi tahu kebaikan mu mereka akan percaya lalu memuji mu. Siapa mereka? Ialah dia yang tidak mengenal mu dengan baik.

Entah apa yang di pikirkan Clara saat dirinya memperhatikan layar kotak persegi panjang yang ditunjukkan Ethan padanya. Sebuah rekaman tentang pengkhianatan. Tidak! Sebenarnya Clara memang merasa dikhianati bahkan oleh dirinya sendiri.

"Haha ini keberuntungan yang sulit dipercaya. Clara sialan itu semoga saja hanya tinggal nama." Gelak tawa dua orang perempuan terdengar dari video tersebut. Mereka yang mengaku menjadi sahabat Clara.

"Ku dengar jika sampai dua minggu lagi dia masih belum ditemukan maka agensi akan mencari peran pengganti. Dan desas desus aku lah yang sepertinya akan mendapat peran fenomenal itu." Ucap Silly bangga.

Clara tak menyangka karena mereka cukup dekat dengan dirinya. Mengatainya dan menyumpahi hal buruk ternyata adalah wajah asli mereka.

Clara mengalihkan pandangannya, daripada melihat beberapa orang yang senang atas kehilangannya lebih baik ia melihat pemandangan yang lebih indah didepannya.

Sebuah tangan kekar menyeret lembut kepalanya hingga tertempel sempurna di dada bidangnya.
"Kau tahu tujuan ku agar kau bisa mengerti tentang mereka yang bertopeng."

Sejuk, sangat sejuk sampai-sampai Clara tak mau apa yang ia nikmati terganggu walau hanya berbicara.

"Jangan percaya kepada siapa pun selain aku, aku bersumpah akan menempatkan kepercayaan mu diatas segala-galanya."

Clara mendongak menatap iris emerald itu. Bagaimana ini? Clara sudah lama tidak mempercayai sesuatu. Dulu ia pernah percaya penuh pada daddynya, beranggapan kedua orang tuanya menyayangi dirinya melebihi apa pun. Namun tidak, saat sakit hanya bodyguard yang ia lihat menjaganya bergantian, sekolah? Kerja? Hari-hari Clara rasanya hanya diisi oleh pengawal dan pelayan. Rasa kecewa membuatnya mengikis habis yang namanya sebuah kepercayaan.

"Believe as long as your life. I swear that you are never be disappointed, l need your believed."

Hembusan angin menerpa keduanya membuat helai-helai rambut berterbangan. Pria itu sangat mencintainya sedari dulu, kini, dan sampai kapan pun.

"Aku tidak tahu." Ucap Clara lirih.

"Aku juga tidak mengerti, mengapa semua terjadi?" Lanjutnya.

Flashback on

Disebuah malam yang larut, sesosok pria berjalan tertatih-tatih. Entah ada apa dengan salah satu kakinya. Terlihat lemah, matanya memancarkan sorot keputus-asaan. Usianya masih muda namun ia sudah memiliki takdir buruk yang tergambar dari fisiknya, sungguh kasihan.

Ditengah ketidakberdayaan itu, ia membiarkan dirinya tergeletak di tengah aspal. Pasrah jika nanti ada kendaraan lewat menabraknya. Membiarkan derasnya hujan menampar wajahnya.

Ethan menutup matanya, rasa sakit kian merambat. Ia segera tersadar bahwa air langit tak lagi ia rasakan padahal suara tetesnya masih dapat terdengar.

Anak perempuan dengan tampang barbienya menatapnya iba. Cih, Ethan benci tatapan seperti itu.

Gadis itu mengarahkan tangan mungilnya ke arahnya sedang tangan satunya memegang payung. Entah mengapa Ethan menerima uluran tersebut.

"Ayo!!!" Perintahnya menggiring Ethan duduk diemperan toko.

"Kau kenapa hm? Apa yang terjadi pada mu? Apa kau korban kejahatan? Di pipi mu ada lebam?"

Astaga gadis itu cerewet sekali, bukannya menjawab Ethan malah menelisik penampilan gadis itu dari atas sampai bawah, ia masih memakai seragam sekolah. Netranya berhenti saat membaca 'Clara Evelyn Razita' di name tag nya.

Flashback off

Clara masih setia menatap Ethan, mulutnya sedikit terbuka tak percaya. Ya, dirinya masih ingat kejadian itu. Tapi ia benar tak yakin jika yang ia tolong adalah Ethan.

Otaknya berusaha keras mengumpulkan serpihan masa lalu dimana ia pernah bertemu dengan pria yang berubah 180 derajat dari penampilan secara fisik.

Pria lusuh yang tak terlalu penting untuk diingat sekarang berubah menjadi monster, mafia muda, brandalan, atau apalah itu walau tidak sama sekali mengurangi kadar ketampanannya.

"Aku berusaha mencari mu. Ku pikir kita bisa berteman karena aku benar-benar melihat ketulusan dari mata mu."

Ethan menangkup kedua pipi Clara, memperdalam tatapan mereka. "Kau adalah orang yang tulus Clara." Lanjutnya.

"Aku sering melihat mu sendiri ditaman itu, kadang kau menangis, ku pikir kau mendatangi taman itu saat sedang sedih karena kau selalu datang dengan wajah muram."

Ethan menjeda kalimatnya untuk menerawang. "Kau sangat betah disana tanpa menyadari keberadaan ku. Aku marah ketika melihat mu tersakiti atau apapun yang membuat mu sedih. Sangat mudah bagi ku untuk mengakses mu karena saat itu kau baru terjun ke dunia entertaint."

"Hm?" Gumam Clara. Penuturan tersebut membingungkan.

"Pertama kali kita bertemu itu saat kau hampir lulus di bangku junior high school. Totalnya Clara, selama tujuh tahun aku mencintai mu dalam diam.
Menjaga mu dari jarak jauh. Aku menjadikan diri ku sebagai penguntit selama tujuh tahun. Katakan pada ku alasan apa yang akan membiarkan semua itu sia-sia. Tidak akan Clara, kau milik ku. Hanya milik ku."

Clara menegang atas apa yang diucapkan Ethan. Satu yang ia tahu, Ethan berbahaya.

"Aku yang menembak preman-preman yang berniat menculik mu."

Satu pengakuan kembali memaksa otak Clara berputar ke masa lalu.

"Tolong... Tolong..."

Seorang gadis dibawah umur dengan dress hitamnya berteriak meminta pertolongan agar terlepas dari cengkraman kedua pria berbadan besar.

"Lepaskan aku, ku mohon." Air mata sudah menetes dipelupuknya.

"Ini namanya jack pot. Kita akan mendapat uang banyak jika berhasil menculik artis cilik ini, orang tuanya juga sangat kaya bung."

Kekehan dari kedua preman itu seketika lenyap saat suara tembakan memekakkan telinga terdengar.

Semuanya begitu cepat, preman-preman telah terkapar di tanah.

Clara menolehkan kepala ke belakang namun hanya kegelapan yang ia lihat. Ia segera berlari dengan sisa tenaga yang ada.

Clara memasuki kamarnya lewat jendela, ia lempar sepatu ketsnya dan bergegas ke kamar mandi. Ia memperhatikan penampilannya yang berantakan, mengusap cipratan darah  dipundaknya dan sebagian lagi mengenai dressnya.

Apakah tadi ia bermimpi? Dari mana asal peluru itu.

Dan pertanyaan masa lalu kini terjawab sudah, padahal Clara mengira besoknya akan gempar dengan penemuan preman yang tertembak didekat rumahnya itu. Tapi nyatanya pagi buta Clara mengintip dari balkon, tak puas bahkan Clara meminta bodyguardnya untuk menemaninya ke gang tersebut dengan dalih ingin jalan-jalan. Tak ia dapati darah atau apapun tanda bahwa telah terjadi sesuatu ditempat itu. Kemudian tanpa disadari dirinya telah di awasi setelah hari itu. Namun Clara baru mengetahuinya setelah mendapat bunga hitam dari orang tak jelas.

"Stop membicarakan masa lalu. Saatnya untuk berfikir masa depan, kau dan aku."

Ekspresi Ethan berubah serius, Clara tak mampu berkata-kata. Ya, akan seperti apa hidupnya kedepannya.


#Tbc

Wanna Die (Complete)✓Where stories live. Discover now