18. Slowly

140 35 2
                                    

"Terima kasih atas kerja sama nya pak." Si ketua polisi melepaskan jabat tangannya.

Beruntunglah mobil polisi yang sedang berpatroli lewat dan menemukan plat motor curian yang semua pelakunya adalah buron.

Benar dugaan mereka, penjahat kelas kakap itu tengah berulah. Namun tak disangka pihak polisi berhasil menemukan buronan itu dalam keadaan tengah menjadi mayat. Terkapar penuh darah.

"Sebenarnya kami ingin berjaga di kediaman Anda tapi pemuda itu melarangnya, kami mengerti liburan kalian berharga jadi kami akan berjaga-jaga dilingkungan sekitar sini."

Alex melirik Ethan yang juga menatapnya.

"Baiklah kami permisi."

"Terima kasih atas bantuannya." Nancy angkat bicara. Mengantar para petugas sampai gerbang kembali tertutup.

Nancy dan Clara berjalan di depan, Ethan menahan tangan Alex yang hendak mengekorinya.

"Akan ku jaga kalian dengan nyawa ku. Ku harap anda tidak khawatir." Tegasnya, namun keseriusan itu bisa dirasakan oleh Alex.

Alex tak tahu harus berkata apa. Hari ini banyak yang ia pikirkan.

*

Semakin larut Clara semakin gelisah. Rasanya tak ada posisi yang nyaman untuk tidur. Ia menyerah. Atau ia sebentar lagi akan gila.

Diraihnya knop pintu tak sabaran dan berjalan menuju kamar sebelah.

"Mom aku tak bisa tidur  aku takut." Clara langsung masuk dan menghempaskan tubuhnya ke kasur.

"Ya Mommy juga tak bisa tidur, kau lebih baik tidur disini saja."

Bagaimana ini? Niat hati ingin melepaskan penat, berlibur tanpa pengawal dan entahlah ini ide buruk atau bukan.

"Kau juga istirahat dad."
Tegur Clara sebelum memejamkan mata.

"Hm." Alex hanya bergumam. Matanya melahap habis tulisan kecil dikoran. Baginya hal itu kegiatan mengasyikkan kedua setelah bekerja.

Dilepaskannya kaca mata yang bertengger di hidung mancungnya. Memperhatikan istri dan anaknya tengah tertidur pulas, ia berdiri hendak menutup korden namun sesuatu yang ia lihat membuat tangannya hanya menggantung.

"Ethan." Desisnya.

Alex merasa ada sesuatu. Siapa pria kekasih putrinya itu. Bagaimana bisa dia menghabisi segerombolan penjahat sedangkan dia seorang diri. Apa dia pandai karate dan bela diri lainnya, tidak! Sebenarnya yang menjadi beban pikirannya adalah Ethan membunuh mereka itu dengan brutal. Ethan terlihat marah seperti orang kalap, walau mereka adalah penjahat tapi Alex merasa ada yang janggal. Caranya membunuh, setiap tingkah yang Ethan tunjukkan menbuatnya sedikit was-was akan putrinya jika bersamanya.

Ethan tengah menikmati bulan, sementara disekelilingnya remang-remang. Begitu damai hingga seakan siapa pun tak mampu merasakan selain dirinya.

"Khem," Alex berdehem menghentikan lamunan Ethan. Ia menolehkan kepalanya ke belakang.

"Bolehkah aku duduk." Hanya basa-basi. Pria berumur empat puluhan itu nyatanya mendaratkan bokongnya tanpa menunggu persetujuan Ethan.

Keduanya bergeming, menatap lurus ke depan tanpa niatan mencairkan suasana.

"Katakanlah. Aku merasa ada sesuatu yang ingin kau sampaikan pada ku." Ucap Ethan memulai percakapan.

Alex membetulkan posisi duduknya. "Kau tampan, mempesona, dan dari bicara mu menunjukkan kau juga cerdas dan cakap. Tapi hari ini aku menemukan sisi lain dari mu. Kemudian aku menyadari bahwa aku belum sama sekali mengenal mu."

Wanna Die (Complete)✓Where stories live. Discover now