28. Darkness

120 19 0
                                    

Hitam dan gelap merupakan kombinasi sempurna agar tak nampak. Begitulah hidup Ethan berjalan. Menjadi monster agar tak seorang pun mendekat, hingga siapa pun bisa berpikir bebas akan dirinya.

Otaknya tak mau berhenti mengikuti alur flashback yang teringat jelas karena memang ia tak akan lupa karena dari situlah semuanya berawal.

Seorang anak kecil sendirian di jembatan kumuh penuh sampah, lalu seseorang mengulurkan tangan tapi membawanya ke panti asuhan membuat Ethan merasa menjadi anak buangan. Karena itu Ethan tak percaya akan namanya 'bantuan'. Hiduplah sesuka mu!
Seorang ayah yang dikiranya adalah ayah adopsi ternyata adalah ayah kandungnya, berpikir seperti itu hanya karena ia diacuhkan dan atas perkataan babybsitter yang tak tahu apa-apa. Bertemu dengan Leo justru membuatnya lebih tahu cara menggelapkan diri.

Saat itu, hari itu, adalah bagaimana ia memulai. Merasa terpuruk bahkan malam-malam terdalam pun dia masih mendapati dirinya seorang diri. Terlalu banyak yang ia pikirkan, hidupnya seperti lelucon, takdir mempermainkannya seperti ini. Tak sadar Ethan menyunggingkan senyum mirisnya. Ia menoleh ke samping, matanya bertatapan langsung dengan wanita cantik miliknya.

"Kau tak sadar aku disini hm? Mengapa kau tersenyum? Apa kau yakin tidak perlu ke rumah sakit jiwa?"

Ethan hampir saja tertawa. Sekarang dia sudah memiliki apa yang dia inginkan. Tak akan pernah Ethan biarkan siapa pun merusak kebahagiaannya yang satu ini.

"Maafkan aku." Lirih Clara membuat Ethan mengernyit.

Clara merasa bersalah. Ia tak cukup mampu untuk memahami orang lain. Bukankah hitam juga sebuah warna? Ia pikir setiap orang berhak dihargai. Menghardik dan mengucilkan hanya karena mereka orang jahat, berpenampilan urakan, bahkan Ethan pembunuh sekali pun Clara merasa tak pantas menghinanya karena mereka jahat dengan alasan mereka sendiri. Tak adil rasanya jika menjudge seseorang salah langkah tapi tak tahu mengapa mereka bisa seperti itu. Clara baru tahu dunia itu tsntang sebab akibat, dan dia melupakan salah satunya.

Ethan membawa Clara ke pelukannya. "Ah aku melupakan pacar tercinta ku ini. Kau menginap di rumah bukan?"

Clara menggeleng  " Tidak!"

"Lalu dimana? Rumah sakit jiwa?"

Tidak, Ethan jangan tertawa lagi walau sedikit. Sebenarnya Clara mengucapkan rumah sakit jiwa benar-benar ingin Ethan kesana untuk pengobatan. Bukan rahasia umum jika Ethan pembunuh berdarah dingin, Psychopath begitulah sebutannya dan jelas Ethan masuk dalam kategori itu. Tapi sayangnya hal itu di anggap candaan semata oleh pria itu.

"Mengapa diam Sayang?"

Clara tersadar dari lamunannya.  "Aku sudah sering tak pulang, selain malas di omeli aku juga rindu kamar ku. Kau saja yang menginap, aku akan memberi tahu orang tua ku. Mereka belum pulang, mereka masih mengobrol dengan paman Grey. Kau tahu kan daddy ku bersahabat dengan daddy mu!"

Ethan berdiri. "Sial, seharusnya kita menikah saja."

"Jangan konyol. Ayo temui mereka." Balas Clara merasa geli akan ucapan Ethan.

Clara menggandeng tangan Ethan menemui mereka. Tampak tiga orang diruangan itu sama-sama menatapnya.
"Mom dad, Ethan akan menginap di rumah-"

"Tidak boleh." Tiga orang itu bahkan kompak berkata tidak.

Puppy eyes Clara memelas seketika.
"Apa kalian masih membenci Ethan setelah tahu semuanya? Tidakkah kalian kasihan dan merestui-" Lagi-lagi omongannya dipotong.

"Dia harus berada disini menjaga daddy nya." Tegas Alex.

"Ya sepertinya mulai sekarang kau harus rela berbagi Ethan dengan ku Clara." Sela Grey

Wanna Die (Complete)✓Where stories live. Discover now