chapter 6

234 33 5
                                    

“Sukses itu tergantung dari sudut mana kamu memandangnya. Karena setiap orang memiliki arti sukses yang berbeda-beda.”

—Catu Aksara Disenja

~•~

Luna tersenyum samar. Menatap Catu yang baru saja memulai untuk memejamkan matanya. Kali ini Catu tidur tidak menghadap ke tembok. Katanya hari ini dia takut kalau temboknya naksir sama dia, lalu takutnya tiba-tiba temboknya menciumnya, yah, karena dia tampan hari ini––tolong dicatat itu tadi adalah pengakuannya sendiri. Sudah Luna bilang sebelumnya, kalau Catu itu memang setidak-waras itu.

Kelas Luna sedang mata pelajaran Bahasa Indonesia. Gurunya perempuan. Galak sebenarnya, tapi caranya mengajar sama sekali tidak asyik. Kaku, kayak kanebo kering, kalau kata Catu. Apalagi materi Bahasa Indonesia banyak bacaannya, jadi banyak siswa yang menahan kantuk. Termasuk Luna juga.

"Tutu..." Luna memanggil Catu dengan lirih.

"Hmm?"

"Manggil doang," jawab Luna pelan.

Catu tersenyum kecil. Lalu matanya perlahan terbuka, menatap Luna dengan tatapan tengil. Dengan alis naik turun.

"Kenapa? Mau cium gue?"

"Idiiihhh, ogah."

Catu smirk, menatap Luna dengan tatapan luar biasa menyebalkan. Membuat Luna menyesal karena sempat memanggilnya. Luna yakin rasa tingkat percaya diri Catu semakin melambung tinggi sekarang.

"Gue ganteng hari ini, gue tahu itu. Makanya gue gak mau menghadap tembok, takut temboknya cium gue waktu gue tidur," bisik Catu kepada Luna, membuat Luna bergidik ngeri, "tapi menghadap ke lo malah lebih bahaya, karena ternyata diam-diam lo pengen nyium gue juga." Catu sekali lagi tersenyum, membuat Luna ingin menonjok wajahnya saat itu juga. Namun, Luna tidak segila itu, dia tidak mau cari gara-gara, dan berakibat membahayakan dirinya, yaitu dihukum oleh Bu Karing––singkatan dari Bu Kanebo Kering––nama pemberian Catu, padahal aslinya namanya Bu Karin. Emang namanya agak mirip, sih, makanya benar kayak kanebo kering. (Yang namanya Karin harap jangan sensi!)

"Terserah apa kata lo!" Luna mengalah. Mengalah lebih baik. Atau untuk kali ini justru malah sebaliknya?

"Waoww, beneran ternyata. Kalau gitu, nih, cium yang mana aja terserah.." Catu menyodorkan wajahnya. Membuat Luna menahan diri untuk tidak menonjok atau menjedotkan kepala Catu ke tembok. Biar otaknya agak beneran dikit. Siapa tahu 'kan ada saraf yang putus kayak di serial kartun Spongebob? Dengan cara dijatuhkan dari jurang bisa kembali normal, atau cerdas seperti Patrick. Berhubung tidak ada jurang, adanya tembok, mungkin efeknya akan sama saja.

"Lo jangan cari gara-gara, ya. Gue nggak mau dihukum Bu Karing," bisik Luna, dengan menekankan setiap kata-katanya.

Catu malah tersenyum lebar. Membuat Luna melotot, karena seakan tahu apa yang akan dilakukan Catu selanjutnya, Luna buru-buru membekap mulut Catu, namun terlambat.

"WAAAAADDDDOOOHHHH, ADA MASALAH APA SIH, LUN, KOK LO TEGA MUKUL GUE KAYAK GINI?!!"

Nah kan, dia main fitnah gitu aja.

Saat itu juga semua pasang mata dari teman sekelas Luna langsung mengarah ke arah mereka, tentu juga dengan Bu Karin. Bu Karin malah terlihat melotot garang.

Eccedentesiast [END]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum