chapter 25

83 21 0
                                    

Hello darkness, my old friend

I've come to talk with you again

—Simon & Garfunkel

~•~

Catu bukan orang baik. Namun, dia paling tidak bisa melihat seseorang menderita karena merasa dirinya tidak berharga. Catu paling lemah dalam hal itu. Alasannya sangat sederhana; karena dia tahu betul bagaimana perasaan seperti itu sangat menyiksa, dan juga sangat mematikan. Maka, jika ada seseorang yang meskipun tidak dia kenal, tapi secara terang-terangan menunjukkan tanda-tanda bahwa orang itu tengah mengalami fase itu––merasa dirinya tidak berharga dan juga depresi yang sudah satu paket. Sebisa mungkin Catu akan membantu orang itu untuk melewati masa sulit itu, dan membuat mereka menyadari bahwa hadirnya mereka adalah sebuah bentuk kasih sayang dari Tuhan.

Namun, sayangnya Catu telat melakukan hal itu pada salah satu adik kelasnya. Yakni, Mela Agustina. Seorang siswi yang menjadi korban bullying. Siswi itu sudah telanjur mengakhiri hidupnya. Mengakhiri rasa sakit yang mungkin sudah tidak bisa dia tahan lagi. Dan karena hal itu, rasa sakit seakan menghantam dada Catu tanpa ampun. Dia merasa dirinya gagal menyelamatkan hidup orang lain. Bukannya bagaimana, tapi melihat atau mendengar seseorang mengakhiri hidupnya secara sengaja, membuat perasaan Catu sangat sakit. Karena Catu hampir pernah melakukan apa yang mereka lakukan.

Catu pernah berada di titik itu; titik di mana dia merasa bahwa hidupnya sama sekali tidak berharga, karena dia merasa sama sekali tidak diinginkan, dan merasa dia adalah seorang pembunuh seperti apa yang dikatakan oleh ayahnya. Rasanya sangat menyiksa, mengikis mentalnya secara perlahan, merenggut semua kebahagiaan, dan juga merenggut semangatnya akan banyak hal.

Namun, Catu bisa melewati titik itu, meski tidak sepenuhnya. Karena biar bagaimanapun, rasa itu kerapkali muncul tanpa bisa Catu cegah. Dia benci mengakui, bahwa perasaan itu seakan sudah telanjur melekat erat pada dirinya. Dalam kurun waktu tertentu, mungkin perasaan itu hilang entah ke mana. Namun, di suatu waktu lagi, perasaan itu kembali hadir dan menghantuinya tanpa ampun.

Jika ada orang yang bertanya, apa cita-cita Catu. Maka, dengan cepat Catu akan menjawab bahwa Catu ingin menjadi orang sukses.

Seperti waktu dulu, Luna pernah bertanya pada Catu apa cita-cita Catu. Catu dengan cepat menjawab kalau cita-cita Catu adalah menjadi orang sukses. Sukses dalam hal apa? Catu punya arti sukses menurut versinya sendiri.

Mungkin bagi sebagian orang, sukses itu tentang memiliki uang banyak, menjadi terkenal, bisa liburan ke mana-mana. Namun, sukses yang ada pada pandangan Catu tidak seperti itu. Sukses yang Catu maksud untuk dirinya sendiri adalah jika dia bisa terbebas dari rasa sakit yang selalu menghantuinya, terbebas dari rasa khawatirnya, tidak memandang dirinya sendiri tidak berharga, dan juga jika dia bisa, dia ingin menyelamatkan orang-orang yang merasa hidupnya tidak berharga, atau kehilangan segalanya.

Sukses di pandangan Catu untuk dirinya sendiri seperti itu.

Catu menghela napas. Mendengar kabar kematian Mela membuatnya merasa gagal dan menyesal, sekaligus cemas. Merasa gagal dan menyesal karena tidak bisa menyelamatkan hidup Mela, karena seharusnya setelah mengetahui fakta bahwa Mela menjadi korban bullying dia harus mendekati Mela, menemani Mela, mengatakan sesuatu untuk membuat Mela bisa kembali menemukan semangat hidup, atau setidaknya untuk bertahan sedikit lebih lama lagi. Namun, faktanya dia telat. Mela sudah telanjur mengakhiri rasa sakitnya. Mela sudah telanjur muak dengan seisi dunia yang terasa kejam baginya. Juga Catu cemas, bahwa kabar kematian Mela akan memengaruhi seseorang yang sekarang ini berada di fase yang sama; depresi.

Eccedentesiast [END]Where stories live. Discover now