chapter 13

167 22 0
                                    

You don't know me, you only know what I allow you to know.

~•~

Luna menguap, mengucek kedua matanya yang sudah terasa berat. Luna ingin segera ke kamar, lalu memulai untuk memasuki dunia mimpi. Namun niatnya harus ditunda dulu, karena di hadapannya ada kedua kakaknya yang menatapnya tajam, menuntut penjelasan. Sampai mamanya Luna sudah kehabisan cara untuk membujuk Kak Pota dan Kak Srean agar membiarkan Luna untuk tidur. Sebenarnya Luna sudah menanti diinterogasi dari tadi siang, tapi sayangnya Kak Pota belum pulang, jadi rencana Kak Srean mengadu pada Kak Pota harus ditahan dulu.

Kak Pota baru pulang pukul delapan malam. Ada acara sama teman, katanya. Luna sih bodo amat sebenarnya, tapi Luna jadi kesal saat Kak Pota pulang bukannya langsung menginterogasi Luna, tapi lagi-lagi Kak Pota masih harus membuat Luna menunggu. Kak Pota harus mandi dulu––yang mana mandinya lama banget pula. Waktu tidur Luna molor kan jadinya, apalagi Luna sudah ngantuk berat sekarang, atau lebih tepatnya ingin segara ke kamar.

"Luna kan sudah bilang, mereka semua pacar Luna. Udah, Luna mau tidur." Luna mengulangi kalimatnya entah sudah yang kali keberapa. Dia hendak beranjak dari sofa menuju kamarnya yang berada di lantai atas.

"Kakak nggak percaya, masa iya lima limanya pacar kamu. Termasuk si Catu?" Kak Pota menahan langkah Luna. Membuat Luna menghela napas lelah.

"IYAAAA!"

"Lah, kok jadi ngegas? Harusnya di sini Kakak yang ngegas!!" Kak Pota sewot, tidak terima. Sedangkan Kak Srean hanya menatap dengan tatapan datar. Mama hanya menghela napas lelah.

"Sudah-sudah. Sudah pasti mereka semua temannya Luna. Masa iya kalian tega biarin Luna cuma temenan sama Catu?" Kali ini mama menjadi penengah, sudah lelah dengan drama yang dibuat oleh kedua anak laki-lakinya.

Luna mengangguk cepat. Menyetujui ucapan mama. "Bener tuh kata Mama, dengerin!"

Kak Pota tetap bersikeras meminta penjelasan dari Luna. Luna malas sekali sebenarnya. Efek ngantuk berat, otaknya Luna jadi setengah ngeblank.

"Luna ngantuk banget. Besok aja tanya-tanya, salah sendiri tadi Kak Pota pulangnya telat. Yang pasti bukan salah Luna. Dah, bye!"

Luna segera melangkahkan kakinya. Meninggalkan kedua kakaknya dan juga mamanya. Beruntung saat Kak Pota hendak mencegah langkah Luna, mamanya Luna sudah memberi isyarat pada Kak Pota agar membiarkan Luna pergi. Luna menghela napas, biarkan kedua kakaknya tahu. Luna sudah lelah menyembunyikan fakta tentang kedekatannya dengan anggota DaySix. Luna tidak peduli jika kedua kakaknya dan juga sang mama akan mengomel. Tetapi sepertinya, sih, mamanya Luna oke-oke saja.

Oke-oke saja dan tidak terlalu peduli itu beda tipis.

Setelah tiba di kamarnya, Luna segera mengunci pintunya. Lalu berlari ke arah ranjang, dan menyembunyikan seluruh tubuhnya di balik selimut. Tak selang berapa lama, kedua matanya berair. Luna menangis malam ini. Lagi.

***

"Buset, tuh mata udah kayak panda aja. Habis dimarahin habis-habisan ya lo kemaren?" Catu menatap Luna dengan tatapan prihatin, sesaat setelah pantatnya baru mendarat di kursi.

"Nggak, sih. Ini gara-gara gue baca novel. Anjir, ending novelnya bikin anak orang sesak napas karena emang nyesek banget." Luna menjawab semeyakinkan mungkin.

Eccedentesiast [END]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora